Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah 2013 Jelajah Negeri Sendiri 2014 | Best Teacher 2022 Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi ANBK | Penggerak KomBel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Relevansi Adat Minangkabau Mengkaji Isu Resesi Sex dan Child Free di Indonesia

8 Januari 2023   13:56 Diperbarui: 8 Februari 2023   11:52 1702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami kearifan adat Minangkabau yang relevan terhadap isu resesi sex. (Dok. AmaiSetia via KOMPAS.COM/RAHMADHANI)

Pembahasan tentang resesi seks perlu kita tuntaskan. Karena jika tidak maka akan dianggap menjadi suatu momok yang mengkhawatirkan bagi generasi muda yang hendak berkeluarga. 

Bahwasanya menikah, berkeluarga dan memiliki keturunan merupakan kebutuhan dasar atau fitrahnya manusia. 

Adakah orang di dunia ini yang tidak mau menikah?  Sanggupkah anda hidup sendiri tanpa pendamping? 

Tentu tidak ada satupun di antara kita atau di antara manusia secara umum yang sanggup untuk menjomblo selamanya.

Namun karena tantangan hidup yang semakin berat dan variatif untuk masa sekarang ini membuat banyak generasi muda akan benar-benar memikirkan dengan matang keinginan untuk berumah tangga.

Memang banyak sekali faktor yang mempengaruhi kenapa saat ini orang lebih berhati-hati atau bahkan overthinking tentang pernikahan dan memiliki anak.

Baik faktor internal maupun faktor eksternal telah banyak mempengaruhi individu untuk berpikir jauh tentang keinginan menikah secara jangka panjang.

Menikah sebenarnya bukanlah menjadi sesuatu yang akan mempengaruhi kesehatan mental secara fatal melainkan yang dibutuhkan adalah sebuah "mental".

Apabila berbagai faktor tersebut memang menjadi alasan bagi orang-orang saat ini untuk menunda menikah dan punya anak mungkin itu hal yang wajar saja. Namun bukan berarti kita harus menunda-nunda terlalu lama untuk menikah.

Budaya yang telah berkembang di Indonesia selama ini tidak mengenal yang namanya resesi seks.

Dengan berbagai dinamika dan keunggulan yang dimiliki oleh negara ini maka kehidupan berumah tangga masyarakatnya pun sangat dinamis.

Kearifan lokal berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dijadikan sebagai penangkal terjadinya resesi seks.

Nah, begitu pula dengan budaya Minangkabau yang memiliki rumus untuk mengantarkan masyarakatnya dapat berpegang dengan meneguhkan hati tentang kodrat manusia yakni menikah, berkeluarga dan memiliki keturunan.

Apa saja kearifan lokal atau local wisdom ala adat Minangkabau sebagai penangkal resesi seks?

Ilustrasi wanita jomblo jangan sampai terkena
Ilustrasi wanita jomblo jangan sampai terkena "santuang palalai". (gambar SHUTTERSTOCK via Kompas.com)  

1. Santuang Palalai

Dalam kehidupan pergaulan, para kaum muda minang cukup familiar dengan istilah yang satu ini. Santuang Palalai, adalah sesuatu yang menjadi ungkapan masyarakat Minangkabau jika seseorang masih belum menikah di usia yang sudah layak dari segala aspek untuk membina rumah tangga.

Jika ada salah seorang teman yang menurut sepintas pandangan secara kasat mata seharusnya sudah berkeluarga namun ternyata masih menjomblo maka para temanya akan membercandainya untuk berhati-hati agar tidak terkena "santuang palalai".

Santuang palalai akan menjadi momok yang menakutkan bagi para generasi muda yang sebenarnya sudah siap menyongsong kehidupan baru untuk mengakhiri masa bujangan.

Menurut literasi yang saya baca bahwa katanya santuang palalai ini merupakan ilmu hitam yang dikirim oleh seseorang karena kecewa atas penolakan atau pembatalan pernikahan. Sehingga orang yang dikirimi santuang palalai ini akan kesulitan memperoleh jodoh. 

Kesulitan memperoleh jodoh secara sederhananya dapat dipahami bahwa ketika ia menyukai seseorang tapi akhirnya ia ditolak, sebaliknya ketika ada orang lain yang menyukainya malah dia yang merasa ilfeel dengannya.

Dapat pula dipahami bahwa akan sulit ditemui kata cocok dan pintu jodoh yang selalu akan tertutup untuknya.

Mungkin dulu kisahnya seperti itu. Namun, di era digital seperti masa sekarang ini bahwa santuang palalai berubah menjadi guyonan sekaligus ancaman bagi mereka yang enggan menikah karena berbagai alasan yang mengada-ada.

Jodoh memang sudah menjadi kehendak Allah SWT, tapi bila kita tidak memperdulikan masalah yang satu ini maka ia akan beranjak meninggalkan kita.

Sama seperti perkara rezeki dan maut yang notabene merupakan misteri ilahi. Ketiganya tidak bisa dipisahkan dari hajat hidup manusia karena sudah menjadi bagian dari qada dan qadar yang harus diyakini.

Untuk menegaskan kembali, adakah diantara kita yang tidak mau menjalin hubungan pernikahan dan hidup dalam ketidakpastian jodoh?

Kini santuang palalai beralih menjadi sebuah sugesti. ya, bisa terjadi namun bisa pula tidak ada efek sama sekali.

Jika dibilang tak ada efek, di kampung saya sendiri ada yang masih belum menikah sampai saat ini padahal usianya sudah mendekati usia kepala lima. Usut punya usut, dulu ketika masih muda ternyata ia sibuk berkarir dan mengenyampingkan niat untuk berumah tangga.

Di masa kini, tak ada yang tahu nasibnya nanti akan seperti apa. Akankah ia tetap akan menjomblo abadi atau masih ada keajaiban jalan menemukan jodoh.

Saya sendiri sempat memperhatikan ada teman saya yang menjadi bulan-bulanan teman-teman kami yang lainnya yang dikaitkan dengan santuang palalai ini karena masih saja bersikap santai padahal sudah waktunya berkeluarga.

Sebenarnya itu adalah bentuk support system yang diberikan teman-teman agar tidak terjadi resesi sex diantara temannya yang lain.

Syukurlah, teman saya itu sudah berkeluarga serta memiliki momongan dan hidup bahagia.

Hilangnya kemauan berhubungan seks yang terjadi di banyak negara mengakibatkan timbulnya resesi seks. (sumber: Freepik/jcomp via Kompas.com)
Hilangnya kemauan berhubungan seks yang terjadi di banyak negara mengakibatkan timbulnya resesi seks. (sumber: Freepik/jcomp via Kompas.com)

2. Jan Dilangkahi Adiak 

Menikah memang ada masanya bagi setiap pribadi sesuai usia dan kesiapannya masing-masing.

Pada usia tertentu setiap orang akan berumah tangga. jika tidak, maka bisa saja didahului oleh adik-adiknya.

Di Minangkabau, sedapat mungkin jangan sampai adik melangkahi (mendahului) kakaknya untuk berkeluarga.

Pernikahan melangkahi saudara kandung di Minangkabau karena dianggap terjadinya kesenjangan atau tidak berjalan sesuai dengan yang seharusnya.

Maka untuk itulah, seorang kakak harus mengambil garis start-nya sendiri untuk berumah tangga agar tidak didahului oleh adiknya.

Akan tetapi, jika hal tersebut terjadi dimana sang adik memang sudah harus menikah maka sang adik harus memberikan "sapatagak" kepada kakaknya yang belum menikah dan yang dilangkahi.

Mambali sapatagak artinya adalah membelikan seperangkat pakaian dan emas untuk kakak yang dilangkahi.

Saya punya dua orang adik laki-laki dan salah satu adik saya melangkahi alias duluan menikah.

Pada saat itu terjadi, saya memang merasa agak khawatir bila hal tersebut menjadi sugesti tersendiri yang membuat saya makin menunda-nunda pernikahan.

Serta ada pula sedikit rasa minder ketika berhadapan dengan anggota masyarakat padahal urusan menikah sebenarnya hanya masalah waktu yang tepat.

Ilustrasi zero growth (gambar via www.koridor.co.id)
Ilustrasi zero growth (gambar via www.koridor.co.id)

3. Sistem matrilineal yang tak memungkinkan zero growth

Dalam adat minangkabau menganut sistem kekerabatan di bawah garis keturunan ibu atau dikenal dengan istilah matrilineal.

Sistem kekerabatan orang minangkabau ini berbeda dengan sistem patrilineal (garis keturunan ayah) yang dianut oleh hampir seluruh masyarakat adat yang ada di Indonesia.

Posisi seorang wanita di Minangkabau adalah sangat strategis dan memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai sendi kehidupan orang Minangkabau.

Wanita Minang akan disebut dengan "Bundo Kanduang" yang tidak hanya eksis di lingkup rumah tangga melainkan terlibat pula dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, kepemimpinan, perekonomian, harta pusaka, dan seterusnya.

Mengikuti posisi kaum pria, kaum wanita Minang juga mengambil peranan dalam memegang tampuk keberlangsungan kehidupan dan eksistensi sosial.

Maka dipastikan setiap keluarga Minang selalu mengidam-idamkan dikaruniai anak perempuan agar garis keturunannya tidak punah yang masih berlaku bagi keluarga modern terkini.

Walau misalkan apapun jenis kelamin anak yang dikaruniai Tuhan, setidaknya generasi Minang tidak menepis keinginan untuk memiliki anak. Minimal ada satu atau dua anak hendak dimiliki oleh keluarga Minang.

Ilustrasi kehidupan berkeluarga. Foto: DOk. Shutterstock/Tom Wang via Kompas.com)
Ilustrasi kehidupan berkeluarga. Foto: DOk. Shutterstock/Tom Wang via Kompas.com)

Pesan dan kesan bagi generasi untuk menepis ancaman resesi sex dan child free

Terlepas dari kedua hal diatas, akhirnya saya bisa terjun ke fase menempuh hidup baru.

Bagi saya pribadi kala itu tidak terlalu mengkhawatirkan sugesti yang berlaku dalam adat. Bahkan saya sempat akan dilangkahi atau didahului oleh kedua adik untuk menikah.

Namun, peran keluarga memang sangat besar untuk mendorong saya agar dapat segera menikah yang pada saat itu saya memang tidak terlalu memprioritaskan keinginan untuk menikah lantaran kesibukan kerja.

Saya yang kala itu juga masih bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan beban dan tekanan kerja yang cukup berat membuat saya berpikir panjang jika hendak ingin menikah.

Saya pikir menikah itu harus mapan dulu. Padahal, menikah dulu baru mapan.

Dengan kesaksian hidup yang disampaikan oleh kakak kandung yang sudah menikah dan menyaksikan langsung perubahan status ekonomi dari level bawah ke level menengah membuat saya yakin bahwa perkara rezeki sejalan dengan perkara jodoh atau menikah.

Alhamdulillah pula saya tidak mengalami resesi sex dengan dikaruniai anak sehingga tidak menghalau terjadinya zero growth.

Bagi segelintir orang yang enggan atau tidak ingin punya anak mungkin memiliki pertimbangan yang apabila diceritakan kepada khalayak menjadi tidak masuk akal karena akan dianggap sebagai sebuah pikiran sempit yang sesat.

Coba bayangkan betapa besarnya kerinduan pasangan yang sudah bertahun-tahun menikah tapi sampai sekarang masih belum dikarunia anak.

Daripada resesi sex dan zero growth lebih baik calon pasangan kini membekali diri dengan pengetahuan serta wawasan tentang dunia parenting untuk membangun mindset dan mental.

Keinginan memiliki keturunan seharusnya tidak usah dibendung oleh pasangan suami istri. hewan dan tumbuhan saja berkembang biak demi mempertahan eksistensi dan seleksi alam.

Sebagai penutup untuk bahan renungan: "tidak ada keluarga yang sempurna, namun tanpa berkeluarga hidup menjadi tak sempurna. Anak bukan beban, tapi mereka lah yang akan mengangkat beban mengantarkan kita ke liang lahat".

*****

Salam berbagai dan menginspirasi.

== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun