Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah 2013 Jelajah Negeri Sendiri 2014 | Best Teacher 2022 Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi ANBK | Penggerak KomBel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

5 Gagasan Pokok Bagaimana Penerapan Tata Tertib Peraturan Sekolah di Era Digital

24 November 2022   06:32 Diperbarui: 7 September 2023   22:53 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penerapan peraturan di sekolah| KOMPAS.COM/HANDOUT

Masih ingatkah dengan video gaya rambut anak laki-laki yang kena razia atau penertiban di sekolah lalu viral di media sosial?

Kejadian tersebut sampai viral lantaran rambut siswa yang diketahui masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) Kelas 1 itu yang dipangkas oleh seorang guru dan membuat orangtua murid jadi murka. 

Penulis ikut mengamati fenomena viralnya kejadian tersebut. Termasuk ikut pula menyimak komentar dari para netizen baik yang memberikan komentar positif maupun negatif.

Kalau kita amati memang kebanyakan sekolah di Indonesia, terutama di sekolah negeri dari tingkat SD sampai SMA, masih menerapkan aturan tata tertib sekolah yang salah satunya tentang model rambut siswa. 

Terkadang, razia cukur rambut sampai digelar para guru guna menertibkan gaya rambut siswa yang kelihatan gondrong atau melebihi telinga. 

Para guru mengimbau agar model rambut anak laki-laki dapat dipotong pendek tidak melebihi telinga karena model yang seperti dianggap rapi dan sopan. Jika tidak, maka siap-siap saja kena razia dan rambut dipotong guru tapi potongannya menyebabkan si anak harus merapikannya ke tukang pangkas rambut.

Pada sebuah video singkat yang beredar di media sosial, sang ibu datang ke sekolah untuk protes dan mengajukan komplain karena merasa tak terima dengan guru yang memangkas rambut anaknya tanpa izin. 

Aksi wali murid yang heboh tersebut menuai komentar dari netizen dan banyak yang menyayangkan aksi guru tersebut karena anak itu masih kelas 1 SD. 

Selaku seorang yang berprofesi sebagai guru, hati dan perasaan penulis merasa sangat tersayat ketika membaca komentar-komentar netizen yang "tidak manusiawi".

Namun, disamping itu pula penulis memang agak kurang setuju dengan aksi rekan guru tersebut.

ilustrasi bagaimana cara guru dan sekolah menegakkan aturan bisa viral di era digital saat ini (via wowbabel.com)
ilustrasi bagaimana cara guru dan sekolah menegakkan aturan bisa viral di era digital saat ini (via wowbabel.com)

Di sini kita perlu mencermatinya secara objektif tentang seperti apa sebenarnya penerapan tata tertib model rambut siswa di lingkungan sekolah.

Secara umum, tata tertib sekolah bertujuan agar semua siswa sekolah mengetahui tentang tugas, hak, dan kewajiban sebagai seorang siswa supaya dapat dilaksanakan dengan baik sehingga kegiatan sekolah dapat berjalan dengan lancar dan kondusif.

Nah, terkait kejadian viral tersebut dapat kita kategorikan bahwa model rambut siswa merupakan sebuah aturan yang ditetapkan bagi siswa di suasana di lingkungan sekolah. sehingga para orangtua termasuk segenap stakeholder diharapkan dapat memaklumi dan mendukung penerapan semua aturan di sekolah.

Pengalaman menangani kasus model rambut siswa yang tidak sesuai anjuran sekolah

Ternyata terkait masalah model rambut siswa yang tidak sesuai anjuran sekolah pernah penulis alami beberapa waktu yang lalu.

Tepatnya lagi kejadian tersebut dialami oleh dua orang siswa kami yang baru duduk di Kelas 1. Kejadiannya pun masih fresh from the oven karena terjadi di Tahun Ajaran 2022-2023 ini saat memasuki bulan ketiga pelaksanaannya.

Gaya atau model rambut dari kedua orang siswa kami ini ternyata sama yakni faux hawk with line.

Sesuai dengan gambar diatas, gaya rambut ini mengandalkan tepi rambut yang "cepak" dan ditambah aksen dengan dibuat potongan garis atau "skin rambut". 

Pengalaman penulis menangani kasus model potongan rambut siswa (foto Akbar Pitopang)
Pengalaman penulis menangani kasus model potongan rambut siswa (foto Akbar Pitopang)

Dilansir dari Hairstyle Camp, disarankan untuk tidak memberikan garis rambut yang terlalu banyak dan berpola, karena justru terlihat tidak sopan. 

Maka tak heran jika gaya rambut anak laki-laki dengan model yang satu ini kebanyakan sering jadi sasaran guru di sekolah dan terjaring razia rambut tentunya.

Pada awalnya penulis benar-benar tidak menyadari kalau ternyata gaya potongan rambut kedua orang siswa kami ini dengan model faux hawk with line.

Penulis baru menyadarinya setelah keduanya sempat maju ke depan mendekati meja guru untuk bertanya terkait tugas yang dikerjakan di sekolah.

Nah, ketika menyadari hal tersebut penulis hanya menyampaikan kepada keduanya secara bergantian bahwa model atau gaya rambut tersebut tidak cocok untuk diterapkan di lingkungan sekolah. Kami menghimbau kepada keduanya untuk tidak mengulanginya lagi. 

Penulis menyampaikan secara tulus tanpa memarahi sedikitpun karena kami sadar bahwa mereka masih Kelas 1 dan baru mulai beradaptasi dengan lingkungan Sekolah Dasar dengan status Negeri.

Juga penulis menyampaikan kepada siswa tanpa harus berkoar-koar agar teman-temannya tidak terpancing untuk mengolok-olok atau bullying ketika jam pelajaran usai atau setelah berada di luar kelas.

Tak lupa, saya meminta izin untuk mengambil foto penampakan rambutnya untuk dikirimkan ke orangtuanya atau wali murid via aplikasi WhatsApp misalnya.

Tujuannya untuk ikut menghimbau kepada orangtua atau wali murid yang bersangkutan agar tidak memotong rambut anaknya dengan model atau gaya rambut yang tidak dianjurkan oleh sekolah.

Alasan perlunya bagi semua pihak bijak dalam memahami aturan sekolah

1. Aturan sekolah dan proses pembentukan karakter siswa

Jika banyak netizen yang melayangkan komentar sinis bahwa model rambut tak menentukan kualitas kognitif dan skill seorang siswa, kami para guru pun setuju-setuju saja.

Memang benar mana mungkin gaya rambut bisa dijadikan patokan kualitas akademik dan keterampilan siswa. komparasi yang diajukan netizen bukan apple to apple, melainkan apple to orange!

Padahal sebenarnya aturan terkait gaya rambut ini adalah sebagai upaya menanamkan karakter tanggung jawab siswa mematuhi peraturan yang ada sejak dini.

Aturan dibuat sebagai kontrol, bukan untuk mengekang apalagi sampai mengintimidasi.

Maka tak jarang kita melihat genenasi yang suka melanggar aturan yang ada di sekitar kita. misalnya aturan berlalu lintas, aturan membuang sampah di lingkungan tempat tinggal, aturan ketika sedang berada di tempat ibadah, aturan ketika menggunakan fasilitas umum, dan seterusnya.

Padahal jika anak atau siswa sudah dibiasakan untuk mematuhi aturan walau dalam bentuk sekecil atau sesederhana apapun itu maka akan memberikan efek kepada si anak untuk menumbuhkan sikap tanggung jawab dalam dirinya.

Itu baru secuil aturan tentang model rambut, tapi sudah dilanggar dan orangtua membiarkannya. maka jangan heran jika siswa cenderung menggampangkan aturan lalu melanggarnya dengan sukarela.

2. Aturan sekolah merupakan ciri khas setiap sekolah

Pada setiap sekolah pasti ada aturan tertentu yang telah ditetapkan agar dapat dipatuhi oleh seluruh warga sekolah, baik siswa maupun guru.

Tidak hanya di sekolah negeri, bahwa sekolah swasta jenis aturan yang diberlakukan malah jauh lebih rumit.

Sementara itu, sebenarnya tidak hanya di sekolah saja yang ada aturannya. mulai dari rumah, lingkungan tempat tinggal, dan seterusnya juga punya aturan tersendiri.

Oleh sebab itu sudah sepantasnya jika pihak orangtua wali murid dan seluruh stakeholder atau berbagai lapisan masyarakat harus berbesar hati menyepakati aturan yang ada.

Sekolah merupakan sarana yang tepat untuk mulai mengenalkan kepada siswa tentang apa itu sebuah aturan, konsekuensi dan alasan mengapa aturan harus ada dan wajib dipatuhi.

3. Sekolah dan guru perlu terlebih dahulu mensosialisasikan aturan sekolah

Agar sekolah dapat meraih tingkat keberhasilan atas kepatuhan aturan maka hendaklah terlebih dahulu dilakukan sosialisasi kepada orangtua wali murid dan stakeholder yang terlibat.

Hal ini wajib dilakukan sekolah agar sekolah tidak secara sepihak memberikan aturan yang mungkin tidak dapat diterima dengan sadar dan wajar.

Dengan adanya sosialisasi aturan ini maka sekolah dapat merangkum masukan dari orangtua dan stakeholder, berikut pula hasilnya adalah mereka akan menyepakati aturan tersebut.

Sebaliknya, tanpa adanya sosialisasi maka aturan bisa saja dianggap seperti penjara sehingga berpotensi menimbulkan hasrat untuk melanggarnya.

Bila perlu sebagai bentuk konformasi dukungan dan kesepakatan dari pihak orangtua dan stakeholder maka bisa dimintai bukti dengan membubuhkan tanda tangan masing-masing.

Maka dengan begitu aturan bisa ditegakkan dengan adil dan konsisten tanpa ada seorang pun siswa maupun orangtua yang akan komplain di kemudian hari.

Terutama bagi siswa dan orangtua yang anaknya berstatus peserta didik baru. apalagi jika ruang lingkupnya di sekolah dasar dan menengah dimana mereka masih belum mampu membedakan mana yang salah dan mana yang benar secara sadar dan mumpuni.

bijak menegakkan aturan sekolah di era digital saat ini. (sumber: scarymommy.com) 
bijak menegakkan aturan sekolah di era digital saat ini. (sumber: scarymommy.com) 

4. Ketika ada pelanggaran, pemberian sanksi bersifat manusiawi

Dalam hal penerapan tata tertib dan aturan sekolah ini sebenarnya guru diharapkan mampu bersikap fleksibel artinya guru terbuka dengan segala kemungkinan yang terjadi di lapangan.

Untuk kasus yang sempat viral tersebut beserta kejadian yang penulis alami langsung maka guru seharusnya tidak serta-merta memberikan sanksi yang kontroversi.

Sebaliknya, jika memang terjadi pelanggaran maka guru perlu mereview terlebih dahulu mengapa hal tersebut dapat terjadi. apakah memang ada unsur kesengajaan setelah adanya sosialisasi, ataukah murni karena lupa atau human error.

Kalaupun diharuskan untuk memberikan sanksi maka hendaklah tetap mengutamakan sisi humanisme atau berperikemanusiaan.

Jangan sampai sanksi tersebut malah membuat siswa menjadi semakin bebal dan tidak paham aturan.

5. Dukungan dari orangtua wali murid dalam penegakan aturan sekolah

Demi mensukseskan penerapan aturan tata tertib di sekolah maka diperlukannya dukungan dari segenap orangtua dan wali murid.

Dengan adanya kepedulian dan perhatian dari orangtua dalam membimbing anak untuk patuh dan taat aturan maka anak sadar bahwa aturan yang ada patut untuk dimaklumi seraya mematuhinya dengan penuh tanggung jawab.

Dalam banyak hal, sudah selayaknya jika guru dan orangtua saling bekerja sama dan menjadi support system dalam mendidik dan membina siswa atau generasi bangsa.

Memang benar adanya sebuah pepatah yang mengatakan bahwa "buah jatuh tak jauh dari pohonnya". Anak bisa patuh aturan karena keteladanan dan contoh baik yang sudah diperlihatkan orangtua kepada anaknya selama ini.

Untuk itu, mari menjadi orangtua yang taat aturan agar anak juga menjadi generasi yang memiliki integritas dan tidak asal menyerobot segala sesuatu demi kepentingannya.

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun