Mohon tunggu...
Akbar Aridani Setiawan
Akbar Aridani Setiawan Mohon Tunggu... MAHASISWA TEKNIK INFORMATIKA

Jagalah ilmu dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Lebih Dekat dengan Linux, Perangkat Lunak Cuma-cuma dari Linus Torvalds

28 Juli 2025   07:28 Diperbarui: 27 Juli 2025   00:53 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo  Linux OS  ( Sumber: Kompas.com / Host.co) 

“Sejarah Linux menunjukkan bagaimana kerja sama dan keterbukaan bisa menciptakan teknologi hebat yang bermanfaat bagi banyak orang”

PADA artikel kali ini, aku akan membahas tentang perangkat lunak atau Operation System (OS) - dalam bahasa Indonesia sebagai sistem operasi - yang menjadi tulang punggung dari setiap perangkat komputasi. Pasalnya, tanpa perangkat lunak ini, perangkat keras tidak akan dapat berfungsi dan pengguna tidak akan dapat mengoperasikan suatu aplikasi atau mengakses data. Tapi kali ini aku akan membahas salah satunya saja yaitu Linux.

Lantas apa itu Linux?

Aku akan membahasnya sesuai dengan buku yang aku baca berjudul “Oxford English for Information Technology (Second Edition) karya Eric H. Glendinning dan John McEwan”.

Mulai dari bagaimana awal mula Linux. Siapa yang mengembangkannya. Hingga bagaimana Linux bisa berkembang hingga dikenal luas seperti sekarang. Disini juga aku akan sedikit menjelaskan konsep open source dan peran komunitas programmer dalam pengembangan Linux.

Linux merupakan salah satu Sistem Operasi (OS) open source berbasis Unix yang sebetulnya tak jauh beda dengan sistem operasi lainnya seperti Microsoft Windows, Android, dan iOS.

Linux sendiri berawal pada tahun 1992, ketika Linus Torvalds seorang mahasiswa Ilmu Komputer di Helsinki, Negara Finlandia, yang sedang berpikir kritis dengan pelajaran yang cukup rumit, namun menarik yaitu sistem operasi.

Selama masa perkuliahannya, Linus Torvalds banyak belajar tentang Unix, sebuah sistem operasi canggih yang sangat populer di dunia teknik dan sains di era 1970-an hingga 1980-an.

Unix dikenal sebagai contoh sempurna dalam desain sistem operasi, kuat, stabil, dan digunakan luas dalam lingkungan akademik. Namun, tidak semua orang mampu mengakses Unix lantaran sistem operasi ini tidak gratis.

Karena merupakan produk komersial yang dilisensikan oleh AT&T kepada para penjual, Unix dijual dengan harga yang tidak terjangkau untuk seorang Linus Torvalds yang hanya sebagai mahasiswa biasa.

Tak puas dengan sistem yang ada, Linus Torvalds memutuskan untuk menciptakan Kernelnya sendiri.

Kernel merupakan inti dari sebuah sistem operasi yang bertugas mengatur memori, berkomunikasi dengan perangkat keras, dan memastikan semua fungsi berjalan semestinya.

Dalam proses ini, Linus Torvalds memanfaatkan berbagai alat bantu pemrograman dari proyek “GNU’s Not Unix” atau GNU, sebuah gerakan perangkat lunak berkualitas dan bebas digunakan secara gratis yang merupakan alternative dari Unik. GNU sendiri diprakarsai oleh Richard Stallman melalui “Free Software Foundation”.

Begitu Kernel dasar Linux selesai dibuat, Linus Torvalds tidak menyimpannya untuk dirinya sendiri. Ia melakukan hal yang luar biasa di masa itu. Linus Torvalds membagikan kode sumber Linux ke internet secara gratis. Hal itu dilakukan agar siapa pun bisa melihat, belajar, bahkan memodifikasi dan memperbaikinya.

Kode sumber adalah sesuatu hal yang sangat penting dalam suatu sistem operasi. Sebagian besar perusahaan perangkat lunak tidak akan menjual kode sumber sistem operasi yang mereka miliki. Jika pun akan menjualnya kode sumber harganya sangat mahal lantaran mereka percaya jika tersedia gratis, maka akan menghancurkan pendapatan mereka.

Alhasil, keputusan Linus Torvalds membagikan kode sumber Linux ke internet secara gratis ini yang kemudian mengubah segalanya.

Usai kode sumber Linux dibagikan secara gratis akhirnya Linux berkembang pesat. Komunitas programmer, mulai dari para akademik hingga mahasiswa mulai mencoba menggunakan Linux.

Saat komunitas programmer menemukan sesuatu yang tidak berjalan sesuai keinginan, mereka mulai memperbaikinya sendiri. Lebih dari itu, mereka juga mengirimkan hasil perbaikan tersebut kembali kepada Linus, yang kemudian memasukkannya ke dalam versi Kernel berikutnya.

Ya sejak saat itu Linux berkembang dengan sangat cepat. Dari sebuah proyek kecil seorang mahasiswa, sistem operasi cuma-cuma ini tumbuh menjadi gerakan kolaboratif global.

Model pengembangan ini dikenal dengan nama Open Source.

Open Source ini artinya semua orang bisa memiliki akses ke kode sumber Linux secara bebas. Karena itu, siapa saja yang merasa butuh fitur tertentu atau ingin memperbaiki “bug” atau kesalahan pada perangkat komputer bisa langsung memperbaikinya dan dengan mudah membagikan hasil perbaikannya kembali ke komunitas programmer. Maka tak heran, Linux terus berkembang dengan cepat.

Namun, dalam perkembangannya Kernel saja ternyata tidak cukup. Sebuah sistem operasi yang mumpuni memerlukan banyak komponen tambahan untuk bisa digunakan secara utuh dan maksimal. Maka muncullah istilah yang disebut dengan “distribusi” Linux.

Hingga pada sekitar tahun 1992, beberapa komunitas programmer mulai membuat paket Linux lengkap yang terdiri dari Kernel, alat pemrograman, editor teks, sistem perintah, dan antarmuka grafis berbasis sistem jendela X.

Oh, ya! Sistem jendela X ini adalah standar dalam komputasi ilmiah.

Komputasi ilmiah adalah penggunaan komputer untuk menyelesaikan masalah-masalah ilmiah dan teknik melalui simulasi, perhitungan matematis, dan pemodelan.

Melalui sistem ini, Linux mulai memiliki interface grafis yang menarik seperti KDE dan Gnome.

Karena sifatnya yang bebas dan terbuka, Linux menjadi sistem operasi yang paling banyak digunakan secara luas ke berbagai perangkat di seluruh dunia. Mulai dari komputer pribadi, server, superkomputer, hingga ponsel maupun perangkat pintar lainnya menggunakan Linux. Semuanya itu bermula dari seorang mahasiswa, rasa penasaran, dan keinginan untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik untuk semua.

Sejarah Linux menunjukkan bagaimana kerja sama dan keterbukaan bisa menciptakan teknologi hebat yang bermanfaat bagi banyak orang. (Akbar)*

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun