Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nadiem Ubah UN agar Siswa Memiliki "Aspek Kognitif"

14 Desember 2019   19:28 Diperbarui: 14 Desember 2019   19:44 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kegiatan belajar-mengajar di kelas. (sumber: purestock via kompas.com)

Dunia pendidikan bukanlah wadah mendidik siswa cuma menjadi penghapal, tapi merespon setiap mata pelajaran secara interaktif dengan menggunakan nalar, agar apa yang diserap bukan cuma sekadar dimengerti, tapi juga difahami.

Sementara selama ini Ujian Nasional atau UN hanya menghasilkan siswa penghapal, kedepan dunia tidak lagi membutuhkan manusia penghapal. Itulah yang melatari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mengubah UN dengan asesmen kompetensi minimum.

Jadi sebetulnya UN tidaklah dihapus, hanya saja pola pengajaran yang pasif selama ini diubah menjadi lebih bersifat interaktif. Dengan asesmen kompetensi minimum diharapkan siswa lebih mengutamakan aspek kognitif, siswa lebih dituntut untuk menggunakan penalaran dan pemahaman dalam menerima pelajaran.

Dengan metode ini guru pun dituntut untuk lebih aktif, tidak cuma bersikap pasif dalam memberikan pelajaran. Pola ini tidak saja baik bagi murid, tapi juga baik bagi guru. Dengan begitu akan mendorong guru untuk lebih inovatif dalam mendidik siswanya.

Tujuan dasar dari pola pendidikan seperti ini tidak bisa juga difahami agar dunia pendidikan melahirkan lulusan yang siap pakai, tapi lebih kepada memahami apa yang sudah diajarkan, memahami ilmu bukan atas dasar hapalan, tapi mengerti dan memahami apa pun yang diajarkan nantinya.

Pada realitasnya memang tidak semua lulusan perguruan tinggi memahami ilmu yang sudah didapat dibangku kuliah. Lulus S1 pun belum dianggap memiliki kompetensi, sehingga harus menambah pengetahuan lainnya untuk menambah skill yang memang dibutuhkan.

Bagi mereka yang menghabiskan waktu hanya semata untuk kuliah, tidak mempraktekkan ilmu yang didapat akan gagap ketika mengawali untuk bekerja. 

Begitu juga yang lulus dari perguruan tinggi kejuruan, kalau semasa kuliah cuma terbiasa dengan hapalan, tetap saja akan kesulitan mengaplikasikan ilmunya dilapangan.

Itulah pentingnya pola pendidikan yang mengutamakan aspek kognitif, terutama sejak dibangku pendidikan dasar (SD, SMP dan SMA). Metode pendidikan asesmen kompetensi minimum, akan menggodok siswa untuk mampu menggunakan penalaran dan pemahamannya untuk menyerap pengetahuan yang diberikan oleh guru.

Berkaca pada pendidikan di Finlandia

Foto: Oknews.co.id
Foto: Oknews.co.id
Di Finlandia tidak ada kewajiban bagi anak-anak sampai usia 6 tahun untuk pergi kesekolah. Pendidikan pra-sekolah dasar atau PAUD dirancang dengan konsep belajar melalui permainan. Jadi memang waktu anak-anak diusia itu diisi dengan berinteraksi dengan orang tua, bermain, mengajar, dan menjalin ikatan bersama anak.

Sementara di negara kita, anak-anak seusia itu sudah dibebankan PR setiap hari, tanpa pernah tahu apa manfaatnya. Sampai rumah sudah capek, tanpa ada kegairahan dan motivasi, dengan sangat terpaksa tetap dikerjakan PR tersebut. Apakah gurunya tahu beban psikologis yang dihadapi anak-anak usia dini tersebut.?

Kenapa Finlandia menjadi negara dengan pendidikan terbaik, seperti apa sistem pendidikan yang diterapkan sehingga menjadi negara yang terbaik dalam sistem pendidikan.
Sistem pendidikan Finlandia dianggap sebagai salah satu sistem pendidikan terbaik di dunia. 

Pendidikan di negeri ini secara rutin mengungguli Amerika Serikat dalam literasi membaca, sains, dan matematika.

Dilansir dari laporan Big Think yang dipublikasikan World Economic Forum (WEF), sistem pendidikan Finlandia dapat berfungsi dengan baik karena strukturnya ditopang oleh beberapa prinsip utama: Pertama dan terpenting akses yang sama terhadap pendidikan dan siswa diberi kebebasan memilih jalur edukatif mereka berdasarkan minat dan bakat.

Upaya Nadiem Makarim untuk mengubah sistem pendidikan yang ada saat ini tentulah sudah melalui proses kajian, bukan ujug-ujug muncul begitu saja. Sekian tahun ide menghapus UN hanya menjadi wacana, tanpa pernah ada tindakan eksekusi.

Tidak adanya argumentasi yang kuat untuk mengubah keadaan yang stagnan, sehingga begitu wacana tersebut dikritisi banyak pihak akhirnya kembali mentah. Baru sekarang ini seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memiliki konsep yang komprehensif, dan argumentatif, tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki dunia pendidikan di negeri ini.

Pendidikan Dasar di Finlandia

Finlandia memberlakukan Pendidikan 9 tahun, dan tidak membagi pendidikan dasar menjadi sekolah dasar (SD) dan menengah pertama (SMP). Selama 190 hari per tahun, sekolah diberi banyak ruang untuk merevisi dan mengubah kurikulum sesuai kebutuhan siswa mereka yang unik.

Tujuan mereka yang dinyatakan untuk pendidikan dasar adalah "untuk mendukung pertumbuhan siswa menuju kemanusiaan dan keanggotaan masyarakat yang bertanggung jawab secara etis dan untuk memberi mereka pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan."

Pendidikan dasar di Finlandia dijadikan untuk membangun karakter siswa, bukan sekadar menjejali siswa dengan berbagai pengetahuan yang tidak terarah. Jelas sistem seperti ini sangat efektif untuk membangun pendidikan karakter. Jadi siswa tidak tumbuh menjadi manusia bar-bar yang hanya ahli tawuran.

Hal seperti itulah yang ingin dicapai oleh Nadiem Makarim, Untuk itu penyederhanaan ujian nasional dengan cara lain. Nadiem pun memaparkan dalam RDP dengan DPR pada Kamis (12/12), ujian nasional ini juga menurut Nadiem belum menyentuh kepada karakter siswa. Sehingga ia menilai ujian nasional hanya akan ada sampai 2020.

Sumber : Satu, Dua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun