Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menekan Penyimpangan Ekonomi dengan Aspek Kesalehan Sosial

25 Maret 2024   06:53 Diperbarui: 25 Maret 2024   06:54 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh Amidi

           

Sepanjang sejarah, negeri ini telah menorehkan suatu keberhasilan yang luar biasa, yakni pertumbuhan ekonomi pernah bertengger pada angka di atas 7 persen per tahun, sehingga negara -- negara di dunia ini member hormat kepada, member apresiasi kepada pengelola negeri ini. Namun, beberapa tahun belakangan, terutama setelah krisis ekonomi melanda Indonesia, pandemi covid-19 dan  sampai kini keberhasilan yang luar biasa tersebut nampaknya tidak kunjung tiba.


Penyimpangan  ekonomi, pencurian uang Negara meraja lela, praktik ekonomi kapitalisme sudah merasuk kesegala kegiatan ekonomi, ekonomi rakyat  menjadi tak berdaya. Sumberdaya Ekonomi  terkuras oleh sekelompok orang. Belum lagi penyakit ekonomi "KORUPSI" sudah menjangkit dimana-mana. Bukan hanya pada kegiatan ekonomi yang menyangkut keduniaan, tetapi kegiatan ekonomi yang menyangkut keagamaan pun demikian.


Menjalakan Rutinitas Semata.

Mengapa demikian? Jawabnya antara lain karena kita selaku orang  beragama sudah terjebak dengan ritual rutinitas semata, kita terjebak dengan kesalehan individu, kita lupa bahwa kita seharusnya juga memiliki sifat kesalehan sosial.

Ternyata selama ini kita kesulitan menemukan  yang "saleh secara social"  yang ada  kebanayakan saleh secara Individu atau  kesalehan individu. Kesalehan Individu/ritual kita agung-agungkan. Dari aspek agama yang kita anut, mungkin kita termasuk orang yang saleh secara Individu, mungkin kita tergolong orang yang taat menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Esa, perintah agama, menjalankan  ritual keagamaan,  namun ketika kita berhubungan dengan sosial/masyarakat, seakan-akan kita lupa dengan larangan Tuhan Yang Masa Esa (Allah),  korupsi, makan hak orang lain dan melakukan penyimpangan  ekonomi lainnya..

Kesalehan individual atau kesalehan ritual menekankan dan mementingkan pelaksanaan ibadah ritual, seperti sholat, puasa, zakat, zikir dan seterusnya, kesalehan individual hanya mementingkan  ibadah yang semata mata berhubungan dengan Tuhan dan kepentingan diri sendiri. Hal ini dilakukan juga oleh penganut agama non Islam. Kita tidak memiliki kepekaan soail, dan kurang  menerapkan nilai-nilai yang  digatiskan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Dikatakan oleh Helmiati (2015) Kesalehan individu, yakni kesalehan yang ditentukan berdasarkan ukuran serba formal, yang hanya mementingkan hablum minallah, tidak disertai hablum minan nas, mementingkan hubungan dengan Tuhan, mengabaikan hubungan dengan manusia.

Kesalehan sosial tercermin dari prilaku kita yang sangat peduli dengan nilai-nilai agama (nilai agama Islami atau non Islam sesuai yang dianut), yang bersifat sosial.  Kesalehan soaial suatu bentuk kesalehan yang tak cuma ditandai oleh rukuk sujud , puasa, haji (begitu juga dengan ritual agama lain), melainkan juga ditandai oleh seberapa besar seorang memiliki kepekaan soail dan berbuat kebaikan untuk orang lain, sehingga orang merasa nyaman , damai, tentram berinteraksi dan bekerjasama dan bergaul dengan kita.

Sehingga tidak heran, jika penduduk disuatu Negara tingkat kesalehan sosial  nya tinggi, maka penduduk Negara tersebut akan terhindar dari korupsi, terhindar dari kegiatan ekonomi curang,  penyimpangan ekonomi, bahkan penduduk Negara tersebut dapat dikategorikan lebih agamis ketimbang Negara yang hanya menonjolkan sikap kesalehan individu/ritual semata. Seperti New Zealand (Selandia Baru) yang merupakan negara yang paing agamis (Islami).

Menurut hasil penelitian Scheherazade S Rehman dan Hossein Askari , tahun 2018, bahwa Selandia Baru  merupakan Negara paling agamis (Islami). Kedua peneliti itu mengganjar Selandia Baru dengan indeks tertinggi 9.20 setelah meneliti kondisi ekonomi, hukum dan pemerintahan, hak asasi manusia dan politik, serta hubungan internasional di nagera itu.  Negara-negara  muslim sebagaian besar bertengger di urutan di atas 100. Iran di urutan 125, Mesir 137, Pakistan 140, dan Sudan 152. Indonesia di urutan 64, kurang Islami dibandingkan dengan Malaysia di urutan 47 dan Singapura di urutan 22.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun