Mohon tunggu...
Aishah Wulandari
Aishah Wulandari Mohon Tunggu... Freelancer - Writing for legacy

Belajar Belajar Belajar Instagram @aishahwulandari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Derai Pilu Erli

3 Januari 2023   07:55 Diperbarui: 3 Januari 2023   07:59 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sa, kamu nggak ingin ke rumah Erli?" tanya Era. Netra bersoftlens coklat terang itu menatap seorang gadis cantik berambut sebahu yang sedang konsentrasi makan.

"Ada apa sama Erli? Mengapa tiba-tiba saja kamu mengajakku ke rumahnya?" balas Sasha penuh tanda tanya besar. 

Dadanya berdetak kencang karena beberapa minggu ini dia sering memimpikan Erli. Sahabatnya semasa sekolah menengah. Saat kuliah hingga sekarang sudah bekerja, mereka jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Kalau Era masih sering Sasha jumpai, karena bekerja di gedung yang sama.

Baca juga: Senja Tak Lagi Lara

"Pulang kerja nanti kita langsung ke rumah Erli, yuk," ajak Era. Sasha mengangguk tanpa memperhatikan Era.

Sore hari sepulang kerja, Era dan Sasha berangkat bersama ke rumah Erli. Sasha memandang rumah yang dulu beberapa kali dikunjungi saat mengerjakan pekerjaan rumah bersama-sama. Ingat pertama kali menginjakkan kaki di rumah ini, dia berkenalan perdana dengan es krim. Erli yang mengenalkan Sasha pada es krim, hingga menjadi salah satu makanan favoritnya.

"Jangan melamun, ayo masuk!" ajak Era, tangannya menarik pergelangan tangan Sasha.


Kedua gadis yang berkenalan di SMA itu pun segera masuk. Sasha disambut senyum ramah neneknya Erli. Netra Sasha melirik ruang tamu yang berisikan brankar. Dia terkesima. Siapa? Kakinya melangkah pelan menghampiri brankar. Sasha tergugu, tubuhnya lemas, nafasnya seolah ingin berhenti dan bendungan air di mata mungkin akan tumpah ruah kalau tidak ditahan. 

Sasha hanya mampu melihat, berkeinginan memeluk dan menumpahkan segenap rindu pada sosok sahabat sebangku semasa SMP. Namun keinginannya tertahan saat melihat wajah cantik yang dulu selalu berenergi, kini tergolek tak berdaya. 

Tubuhnya ringkih, dengan kaki dan tangan diikat? Ada apa dengan sobat cantikku? Apa yang dideritanya? Mengapa jadi begini? Berapa lama kami tidak bersua? Beragam tanya menghampiri Sasha. Akan tetapi, pertanyaan itu masih terendap dalam jiwa, tidak ingin beranjak. 

Air mata di pelupuk yang sudah ingin menyerobot keluar, tetapi masih tertahan. Jemari Sasha menyentuh jari telunjuk Erli. Gadis cantik yang terbaring di brankar itu menyunggingkan senyum, memandang netranya yang selalu bersinar terang. Mengusap pipi putih Erli. Dari seluruh tubuh yang terbaring, hanya matanya yang bercahaya. Pandangan Sasha sudah berkabut tebal, tapi masih tertahankan.

"Erli." 

Suaraku tergugu, menahan segala perih.

"Kamu siapa?" 

Jantungku seolah berhenti berdetak saat mendengar pertanyaannya. Erli menatapku, memberi sebuah senyum. Bibirku tidak mampu menjawab tanya, hanya air mata yang menjawabnya. 

'Tuhan, sahabat yang dulu sebangku denganku tidak mengenaliku lagi,' rintih Sasha dalam hati. 

Air mata semakin menggenang. Sasha memegang erat jemari pucat yang dihiasi jarum infus, mengusap kening Erli.

Suara Sasha masih tercekat, ingin bersuara tapi tak sanggup. Ada banyak batu besar mengganjal hatinya, yang kalau Sasha keluarkan akan menghasilkan tangisan pilu.

 

"Kamu temannya Erli?" 

Sebuah suara membuat Sasha menoleh. 

"Iya, Om. Saya Sasha, teman Erli SMP hingga SMA. Semenjak lulus saya blm pernah menghubungi Erli. Maaf, Om. Baru hari ini bisa menjenguk Erli," tutur Sasha pedih.

Lelaki yang merupakan ayah Erli itu mengangguk, lalu menceritakan awal mula putri sulungnya diketahui sakit. Ayahnya menuturkan bahwa Sasha ini mengidap kanker payudara stadium IV, sudah lama dia menderita penyakit ganas ini. Hanya saja dia menyembunyikan, karena sang Mama juga sedang menderita penyakit yang sama. 

Erli tidak pernah bercerita sakitnya karena tidak ingin membebani keluarga. Hingga suatu hari saat salat Lebaran di masjid perumahan, dia tidak bisa menggerakkan tubuh dalam posisi sedang sujud. Kanker ganas telah menyerang saraf tubuh, membuatnya tidak bisa bangkit. Peristiwa tersebut membuat gempar keluarga besarnya saat mengetahui sakit yang dia derita.

Semenjak itu Erli dirawat di rumah bersama sang mama. Mamanya di rumah sendiri sedang Erli di rawat di rumah sang paman yang berada di seberangnya. 

Ayah Erli mengembuskan napas, memandang pedih anak perempuannya yang tergolek tak berdaya di atas brankar. Terlihat Erli menatap cerah dan memberikan senyum lebar padaku. Senyum yang selalu ceria semenjak Sasha mengenal. 

Sasha memegang erat jemari sahabatnya. 'Tuhan, berilah kekuatan padanya dan berikan yang terbaik buat gadis cantik ini dan juga untuk mamanya,' rintih Sasha dalam hati.

 'Tuhan, inikah jawaban dari mimpi-mimpiku tentang Erli beberapa minggu ini. Agar aku bisa bertemu dengan Erli?' Sasha mengusap lembut paras putih Erli, ingin sekali dia memeluknya.

* * *

Enam bulan setelah Sasha menjenguk Erli. Suatu malam di bulan September, saat Sasha hendak memejamkan mata, terdengar notif masuk di ponsel. Lalu dia membuka notif yang ternyata dari Era.

Era

[Sha, doakan yang terbaik buat Erli, ya. Tuhan lebih menyayanginya.]

Pesan masuk dari Era membuat mata Sasha tidak bisa terpejam. Bulir air mata mengalir deras tanpa permisi. Bibirnya segera merapalkan doa terbaik buat Erli dan mamanya yang telah pergi tiga bulan sebelum kepergian Erli. Sasha tersedu-sedu, dadanya terasa sakit mengingat wajah terakhir Erli. Sinar mata dan paras penuh semangat hidup yang memancar dari Erli. Senyum lebarnya seolah tidak menyiratkan sakit. 

Bayangan-bayangan yang terkumpul semasa SMP dan SMA menyeruak kembali dalam benaknya. Mengenang masa-masa indah saat itu. Sasha yang tidak bisa memejamkan mata, akhirnya dia bangkit dari tempat tidur, melangkah menuju jendela kamar dan membukanya. 

Semilir angin mengelus lembut wajahnya yang masih basah oleh air mata pedih. Sasha memandang gemintang bertaburan di langit kelam. Bulir bening kembali membanjiri wajahnya. Tuhan, berikan yang terbaik untuk Erli.

* * *

Sasha menatap pusara yang masih basah. Bunga-bunga segar dan wangi menyelimuti gundukan tanah. Sasha mengusap nisan berwarna putih, bibirnya merapalkan doa terbaik untuk Erli.

'Erli, inilah jalan terbaik yang dipilihkan Tuhan untukmu. Berbahagialah di sana. Selamat tinggal, Erli,' bisik Sasha dalam hati.

-TAMAT-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun