Banyak Anak Indonesia Berpotensi Mengalami Fatherless
Kita pun harus menelan kenyataan pahit. Tim Jurnalisme Data Harian Kompas mengadakan sebuah analisis yang diberitakan pada 8 Oktober 2025, bahwa sebesar 15,9 juta anak di Indonesia berpotensi tumbuh tanpa pengasuhan ayah atau fatherless.
Artinya, setara dengan 20,1% dari total 79,4 juta anak berusia kurang dari 18 tahun harus hidup tanpa merasakan kasih sayang dari seorang ayah. Ini berdasarkan olahan data dari hasil Mikro Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik pada Maret 2024 lalu.
Kalau dijabarkan, menurut informasi hasil survei tersebut, sekitar 4,4 juta anak tinggal di keluarga tanpa ayah. Sedangkan 11,5 juta anak di Indonesia harus tinggal dengan ayah yang memiliki jam kerja lebih dari 60 jam per minggu.
Selain itu, sebanyak 16 psikolog mengadakan survei kualitatif tentang keadaan ini. Dari hasil survei tersebut, diinformasikan bahwa perceraian menjadi penyebab utama seorang anak mengalami fatherless. Ada pula penyebab lain dari pernyataan 11 psikolog, seperti ayah yang harus bekerja di luar kota, kekerasan dalam rumah tangga, maupun tidak adanya kedekatan antara ayah dan anak di rumah.
Dampaknya? Banyak sekali masalah yang terjadi karena tumbuhnya seorang anak tanpa kehadiran ayah. Mulai dari masalah identitas diri, gangguan orientasi seksual, atau anak yang mengalami kesulitan berinteraksi sosial.
Sisi baiknya, seorang anak yang tumbuh tanpa ayah dapat menjadi pribadi yang lebih baik karena belajar dari pengalamannya di masa lalu. Sehingga, mereka tidak ingin anaknya kelak mengalami hal yang sama. Tumbuh tanpa sosok ayah …
Banyak anak Indonesia yang berpotensi mengalami fatherless, tumbuh tanpa pengasuhan ayah ini terasa berat dan menakutkan untuk saya. Sebagai seorang anak yang pernah mengalami jauh dari orangtua, saya ikut merasakan dan memahami kesedihan yang mendalam. Ketika seorang anak tak dapat menerima cinta dan kasih sayang dari orangtuanya di masa kecil.
Mungkin, sebagian orang belum menyadari. Dari ayah kita belajar banyak hal, belajar tentang tanggung jawab, belajar tentang kedisiplinan, cara menyelesaikan masalah yang tepat, bahkan belajar cara memperlakukan seorang perempuan dengan baik. Kita juga belajar bersikap tegas, dan dapat lebih percaya diri dari sosok seorang ayah. Ayah tak banyak berbicara, mereka lebih sering memberikan contoh dengan tindakan.
Saat seorang anak kehilangan sosok ayah, berarti mereka telah kehilangan satu sosok yang mengajarkan begitu banyak hal sebagai bekal hidup di masa depan.
Ada anak yang bisa bangkit dari keterpurukan, sadar tentang masalah ketiadaan ayah. Mereka berdiri, dan menunjukkan bahwa “saya bisa menjadi ayah yang baik untuk anak saya sekarang!” Namun, ada anak yang akhirnya tumbuh tanpa arah. Rusak, justru menjadi beban keluarga karena trauma ketiadaan sosok ayah di masa lalu.