“Bu, Ayah pulang jam berapa? Abang pengen main sama Ayah.”
Kalimat itu terasa tidak asing di telinga. Saya banyak mendengar cerita, bagaimana seorang ayah harus bekerja keras mencari nafkah hingga tengah malam. Saya pernah beberapa kali berbincang dengan driver transportasi daring, baik motor dan mobil.
Saat saya bertanya, “biasanya ambil penumpang sampai jam berapa, Pak?” Mereka selalu menjawab, bisa sampai jam sepuluh malam keatas.
Bahkan, tidak jarang dari mereka yang bekerja hingga tengah malam, atau memilih pulang pagi agar lebih aman. Banyak dari mereka yang memilih beristirahat sejenak di SPBU, masjid, minimarket, atau tempat publik lainnya. Kita sangat mengetahui, begal atau kejahatan lainnya sering terjadi di malam hari. Sehingga mereka memilih bermalam di tempat publik, daripada merasa tidak aman dalam perjalanan pulang.
Saya pun pernah melihat, seorang tetangga yang baru saja keluar dari rumah, siap-siap untuk bekerja pada jam sembilan malam. Apa yang saya dengar dan lihat, bukan lagi sebuah fenomena yang jarang, tetapi hal yang sudah biasa terjadi.
Seorang ayah harus bekerja lebih dari 10 jam sehari untuk memenuhi kebutuhan. Ayah harus bekerja, demi memberikan kehidupan yang layak untuk keluarga, terutama anak tersayang. Mereka bekerja tanpa mengenal waktu, sehingga melupakan hal penting yang dibutuhkan seorang anak, kasih sayang.
Namun, apakah ini keinginan seorang ayah? Tidak, tidak semua ayah ingin meninggalkan anaknya di rumah. Saya meyakini, banyak ayah yang ingin bermain bersama anak, meluangkan waktu untuk mengobrol dan bercanda dengan anaknya. Hanya saja, rasanya sangat sulit karena kebutuhan yang harus dipenuhi bertambah banyak. Harga kebutuhan pokok yang perlahan mengalami peningkatan.
Lelah? Pasti, siapa yang tidak lelah bekerja seharian? Akan tetapi, ayah tetap berusaha untuk memenuhi tanggung jawab sebagai kepala keluarga.
Sedihnya, kondisi itu justru membuat anak merasa terabaikan. Merasa ayah lebih senang bekerja di luar rumah, daripada bersama anaknya. Padahal, kadang setiap anak-anak tidur, ayah selalu menatap, mencium kening mereka. Merasa bersalah karena hanya memiliki sedikit waktu untuk anak tercinta.
Ini hanya sebagian cerita, dari alasan seorang anak yang harus tumbuh tanpa pengasuhan ayah. Kita mengenalnya dengan istilah “fatherless”.