Mohon tunggu...
NIA
NIA Mohon Tunggu... Penulis - Finding place for ...

- Painting by the words

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kamar No. 224

7 Agustus 2021   08:07 Diperbarui: 12 Juni 2022   23:58 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : Ariel/https://id.pinterest.com/pin/987836499492145529/

Wanita itu menggeleng. Sorot matanya menjadi sendu. "Aku tidak akan menemukan bahagiaku jika berada di sana."

"Orang tuamu pasti akan mengusahakan kebahagiaan untukmu," balas si pria. Tangannya tanpa lelah mengusap kepala sang wanita.

"Mereka mengusahakan kebahagiaan mereka sendiri, bukan untukku."

"Tetap saja, kamu tidak bisa selamanya begini. Masih ada kehidupan yang perlu kamu jalani."

"Jika tidak ada kamu di kehidupanku, aku tidak mau. Aku rela kehilangan akal sehatku asal kau tetap di sisiku." Wanita itu meraih tangan si pria, menggenggamnya erat. Lalu, sebulir air mata terjatuh tatkala ia memerhatikan celana prianya yang penuh dengan noda.

"Aku hanya ingin bersamamu. Hari ini, esok, dan selamanya," lirihnya seraya memejamkan mata, menikmati usapan lembut di kepalanya dan terlelap.

"Dia tidak pernah meminum obatnya?" Suara itu samar-samar terdengar di rungu sang wanita. Meski begitu, ia memutuskan untuk tetap memejamkan mata sembari menunggu waktu yang tepat untuk bertindak.

"Ya. Dia selalu menyembunyikannya di bawah lidah, lalu menyelipkannya di sela-sela tempat tidur saat perawat sudah keluar."

Sang wanita masih mempertahankan posisinya. Hanya saja, tangannya mengepal keras. Hingga ia merasakan sebuah sentuhan, ia segera bangkit dari ranjang dan berlari ke arah pintu yang terbuka, menjemput kebebasan yang selama ini diimpikan. Namun, langkah kakinya dihentikan oleh sekumpulan perawat yang berjaga di depan pintu, membawanya kembali masuk ke kamar dan membaringkannya di ranjang.

Karina, wanita itu mulai meronta dan berteriak. Tangisannya sangat memilukan saat jarum suntik berhasil menembus kulitnya. Dan tepat saat itu, prianya hadir. Belahan jiwanya itu berdiri di dekat pintu dan tersenyum penuh ketulusan kepadanya. Lalu perlahan, sosoknya kian samar dan raib diiringi oleh tangisan sang wanita yang teramat terluka hatinya.

Apa yang salah dengan caranya mencintai? Orang selalu mengatakan bahwa jatuh cinta datang kapan saja, dengan siapa saja. Tapi ketika ia telah memilih sosok untuk dicintai segenap hati, takdir dengan tega memotong bahagianya. Dan yang ia lakukan hanyalah berusaha bertahan, mempertahankan ingatan yang membuatnya bahagia selama mungkin.

Hanya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun