Senyuman tercetak di bibir Andrew. Ia tidak peduli tentang bagaimana sang waktu sungguh bisa terulang kembali. Tapi yang pasti, ia akan memanfaatkan kesempatan ini untuk mencegah kecelakaan yang merenggut nyawa Zeta terjadi.
Andrew bersiap pergi ke kantor. Ia masih mengingat setiap detail kejadian yang dialami hari itu, sehingga memudahkannya dalam menuntaskan rapat dan segala urusan pekerjaan dengan cepat, menyisakan lebih banyak waktu untuk berdua dengan Zeta. Di acara jamuan makan, Andrew pun sengaja undur diri lebih awal dan mengantar Zeta pulang dengan selamat.
Semuanya berjalan sesuai keinginan Andrew. Ia memasuki rumah dengan hati riang. Tepat saat itu, handphone-nya berbunyi. Satu pesan diterima.
'Andrew, Zeta tiba-tiba pingsan dan kami dalam perjalanan menuju rumah sakit.'
Usai membaca pesan dari ibunda Zeta, Andrew bergegas keluar rumah dan mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hanya dalam hitungan menit, ia tiba di rumah sakit dan bertemu dengan orang tua Zeta. Wajah sepasang suami istri itu penuh kesedihan.
"Zeta sudah tiada," bisik ayah Zeta seraya menepuk bahu Andrew. Tentu saja, lelaki itu tak mudah percaya. Kepalanya mengeleng pelan, kedua maniknya mulai digenangi airmata, sementara bibirnya bergetar.
"Tidak mungkin. Aku mengantarnya pulang dan dia baik-baik saja. Tidak ada kecelakaan atau apapun. Bagaimana bisa? Tidak mungkin."
"Serangan jantung---"
Belum tuntas ayah Zeta bicara, Andrew sudah lebih dulu berlari menuju mobil dan meratapi kehilangannya, lagi. Ia memukul kemudi mobil berulang kali, melampiaskan gemuruh di dalam hati. Sungguh, kepergian Zeta sangat menyakitinya.
'Tap!' Pintu mobil terbuka dan seorang pria berbalut setelan jas hitam duduk di samping Andrew.
"Siapa kamu?"