Di sisi lain, data ekonomi berbicara keras. Pengangguran anak muda pada 2024 menyentuh 20,82 persen (Trading Economics, 2025).
Banyak yang akhirnya merantau ke luar negeri untuk mencari kerja. Wajar jika rasa tersinggung muncul. Uang anak pejabat pun dicurigai bersumber dari korupsi.
Perlawanan terhadap Nepo Kids mulai bergulir di dunia maya dengan tagar #PoliticiansNepoBabyNepal. Narasinya sederhana: derita rakyat dibandingkan dengan kemewahan elite. Gerakan ini juga terinspirasi tren serupa di Filipina (Britannica, 2025).
Respons pemerintah Oli justru memperburuk keadaan. Pada 4 September 2025, Nepal melarang 26 platform media sosial, termasuk Facebook, X, YouTube, dan Instagram (Breeze Adventure, 2025).
Banyak yang melihatnya sebagai serangan terhadap kebebasan digital.
Larangan itu menjadi pemicu besar. Pada 8 September, demonstrasi massal meletup, didominasi Generasi Z. Upaya masuk ke gedung parlemen berujung bentrok.
Aparat menanggapi dengan kekerasan. Gas air mata ditembakkan, peluru tajam juga.
Korban pun berjatuhan. Sekitar 19 hingga 21 orang tewas pada hari pertama protes (Times of India, 2025).
Malamnya, pemerintah mencabut larangan media sosial. Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak mengundurkan diri. Hanya saja, amarah publik telanjur memuncak.
Esoknya, 9 September, kekerasan kian membara. Sejumlah bangunan penting dibakar massa.
Singha Durbar dan gedung Mahkamah Agung hangus. Kediaman presiden dan perdana menteri ikut jadi sasaran.