Ini menandakan persoalan pencatatan yang serius. Akuntabilitas data pemerintah lokal rendah.
Padahal pemerintah wajib memegang data yang akurat. Karena data yang rapi adalah kunci intervensi yang tepat sasaran.
Data Kemendikbud sendiri menunjukkan masih ada anak usia sekolah yang tidak bersekolah, yang lagi-lagi menguatkan pentingnya transparansi data (Kemendikbud).
Di tingkat provinsi, ada program "Berani Cerdas" dari Sulteng. Tujuannya mengatasi masalah pendidikan, terutama bagi keluarga yang tidak mampu (BeraniCerdas.SultengProv.go.id, 2025).
Fokusnya pendidikan gratis dan beasiswa S-1. WVI berupaya bekerja sama dengan program ini (Tirto.id).
Hanya saja, fokus Berani Cerdas lebih banyak di jenjang atas seperti SMA atau SMK dan perguruan tinggi (BeraniCerdas.SultengProv.go.id).
Anak yang putus sekolah di level SD berpotensi luput. Kasus Zaldin adalah contoh nyata.
Kesimpulannya, bola tanggung jawab tetap di tangan pemerintah. NGO bisa jadi pemantik, bukan pengganti.
Pemerintah harus bergerak cepat. Benahi pendataan. Pastikan akses pendidikan benar-benar terbuka untuk semua anak. Itu hak mereka.
Kisah Zaldin seharusnya jadi pengingat pahit, momen untuk menata ulang. Tujuannya sederhana: jangan ada lagi anak yang harus berkelahi melawan ketidakhadiran negara.
***