Jepang menaklukkan Hindia Belanda dalam tempo singkat. Kekuasaan Belanda runtuh total pada awal 1942, dan seluruh prosesnya kurang dari tiga bulan. Padahal mereka sudah berkuasa ratusan tahun lamanya (Kompas.com, 2021).
Banyak orang lalu memegang satu cerita yang terus diulang: kemenangan Jepang ditentukan oleh jaringan mata-mata. Intel mereka disebut luar biasa, menyamar jauh sebelum perang, hidup di tengah masyarakat sebagai pedagang, tukang foto, bahkan pengelola toko kelontong. Dari posisi itulah mereka memetakan kekuatan musuh dari dalam.
Kisah tentang kehebatan para agen ini memang menggoda. Ada strategi, ada kelicinan, ada rencana yang tampak rapi. Tapi kalau kita hanya terpaku pada spionase, gambaran besarnya hilang.
Kejatuhan Hindia Belanda tidak lahir dari satu sebab. Itu hasil pertemuan beberapa kekuatan pada saat yang sama. Dan sebagian faktor lain kemungkinan lebih menentukan daripada aktivitas intelijen semata.
Pertama, lihat kondisi pertahanan. Hindia Belanda sebenarnya dalam posisi terisolasi. Negara induknya sudah jatuh ke tangan Jerman sejak Mei 1940 (Anne Frank House).
Pukulan ini memutus komando ke Batavia, menghentikan aliran logistik dari Eropa, dan membuat suplai persenjataan terhenti total. Pada praktiknya mereka bertarung sendirian. Fondasi pertahanan retak dari dalam bahkan sebelum invasi Jepang dimulai.
Kedua, kekuatan militer Jepang saat itu memang menakutkan. Di awal dekade 1940-an, Jepang adalah raksasa militer dunia (The National WWII Museum).
Angkatan Lautnya modern dan termasuk yang terkuat di Pasifik, dengan kapal induk sebagai ujung tombak serangan. Angkatan Udaranya mengoperasikan pesawat tempur maju. Pasukannya terlatih, disiplin, dan berpengalaman tempur dari perang di Cina. Kombinasi ini membuat pihak Belanda kewalahan. P
ertahanan Hindia Belanda yang sudah rapuh makin tak sanggup menahan hantaman. Kemenangan cepat Jepang bukan hanya soal intelijen, tapi juga soal keunggulan militer yang nyata.
Faktor ketiga adalah peran orang Indonesia sendiri. Dimensi strategis ini sering luput dari narasi populer. Semangat kemerdekaan sudah menyala puluhan tahun.
Bagi kaum nasionalis, Belanda adalah musuh utama yang mesti diusir. Kedatangan Jepang dibaca sebagai peluang politik (Historia.id).