Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasionalisasi 1958: Pukulan Pamungkas bagi Gebroeders Veth

17 September 2025   09:00 Diperbarui: 13 September 2025   15:05 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah perusahaan lahir, tumbuh, lalu berjaya. Namun di balik sorotan, selalu ada tanda tanya besar. Seberapa jauh kita mau melihatnya?

Kisah ini berjalan tanpa pernah benar-benar menanyakan harganya. Gebroeders Veth adalah salah satu contohnya.

Sebuah perusahaan kolonial yang melesat. Ceritanya bukan sekadar untung rugi. Ini juga tentang sebuah bisnis yang berdiri sebagai simbol dari sistem yang lebih besar.

Pada masanya, Gebroeders Veth ibarat raksasa. Perusahaan ini didirikan oleh dua bersaudara yang memulai dari langkah sederhana.

Usaha mereka melebar ke mana-mana. Mereka menjadi investor. Menjadi agen kapal. Bahkan terjun ke pertambangan.

Salah satu pencapaian pentingnya: mereka mendirikan pabrik semen pertama di Asia Tenggara. Yakni NV Nederlandsch Indisch Cement Portland Maatschappij.

Pabrik yang berdiri pada 1910 itu, NIPCM, berani menantang produk Eropa.

Tentu kesuksesan tidak jatuh dari langit. Ia ditopang oleh sumber daya alam yang berlimpah. Dan tenaga kerja murah di tanah jajahan.

Dalam memoarnya, salah satu pendiri, Bas Veth. Membukakan sisi lain. Ia menulis tentang Hindia Belanda dan warganya dengan nada sinis.

Tidak heran buku itu memantik kontroversi. Ada yang membacanya sebagai luapan frustrasi seorang pebisnis.

Ada pula yang melihatnya sebagai cermin mentalitas superioritas kolonial. Pandangan yang melihat tanah hanya sebagai lahan. Bukan tempat hidup manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun