Peristiwa jatuhnya pesawat Dakota di Cakung benar-benar tragis. Kejadiannya pada 23 November 1945. Bukan sekadar kecelakaan. Dampaknya memicu ledakan kekerasan.
Pesawat milik Angkatan Udara Inggris, RAF, tipe C-47 Skytrain itu membawa 25 orang: 5 awak Inggris dan 20 tentara India (tirto.id).
Karena kerusakan mesin, pesawat melakukan pendaratan darurat di Rawa Gatel, Jakarta Timur.
Situasi saat itu sudah panas. Semangat kemerdekaan masih menyala, dan kehadiran tentara asing dianggap ancaman.
Niat warga sebenarnya sederhana, mereka datang untuk membantu. Harian Merdeka menulis begitu. Tapi awak pesawat panik. Tembakan dilepaskan ke arah massa (UIN Sunan Gunung Djati Bandung).
Amarah pun meledak. Warga melakukan perlawanan balik. Awak dan tentara asing dilumpuhkan. Ditawan. Lalu diarak ke markas TKR di Ujung Menteng sebelum akhirnya dipenjara di Bekasi.
Yang terjadi di dalam tahanan jauh lebih gelap. Sumber Belanda dan Inggris mengklaim hal itu. De Telegraf edisi 1956 menuliskannya.
Awak Dakota disebut dibunuh secara keji oleh Laskar Banteng Hitam (Liputan6.com). Beberapa awak selamat. Tapi dibuat cacat. Ada jenazah yang dimutilasi dan dibuang ke sungai. Inggris murka.
Jenderal Christison langsung tersulut. Ia memerintahkan pembalasan keras. Esok harinya Bekasi dibumihanguskan. Laporan Nieuwsblad van het Zuiden mencatat peristiwa ini.
Kota berubah jadi lautan api. Ada yang menyebut ribuan rumah hangus. Dengan angka yang kerap dikutip sekitar 600 rumah (UIN Sunan Gunung Djati Bandung).
Pasukan Inggris memburu laskar. Mematahkan perlawanan rakyat. Skalanya melampaui batas.