Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Taktik Musuh Imajiner Para Pemimpin Populis

25 Agustus 2025   15:00 Diperbarui: 25 Agustus 2025   14:40 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Trauma sejarah itu terus direproduksi. Rezim Orde Baru menanamkan stereotip. Itu dilakukan melalui film dan buku (Hypeabis).

Analisis akademik menunjukkan sebuah fakta. Narasi bahaya komunis masih terus digunakan. Bahkan dalam pemilu era medsos (Wadipalapa, 2023).

Ketakutan ini sudah ada di masyarakat. Pemimpin hanya perlu datang menyulutnya. Api kecil diubah jadi kebakaran besar.

Tujuan utama taktik ini perlu dipertanyakan. Apakah tujuannya selalu soal kepatuhan?

Bisa jadi ada agenda pengalihan isu. Amerika Serikat menyerang Afghanistan pasca 9/11. Lalu mereka juga menginvasi negara Irak (Kumparan).

Alasannya beragam, dari teror hingga senjata. Fokus dunia tertuju pada perang teror. Ini jadi justifikasi kebijakan luar negeri.

Dampak sosialnya pun terasa sangat luas. Gejala Islamofobia mulai muncul di Barat. Ada peraturan soal larangan jilbab Prancis. Diskriminasi di Jerman juga meningkat (Utusan Malaysia, 2023).

Kini musuh imajiner baru dimunculkan. Narasinya pun dibuat dengan cara berbeda. Lihat saja contoh soal tudingan 'antek asing'.

Seorang pejabat bisa berteriak soal asing. Anehnya, ia justru bekerja sama dengan asing.

Tuduhan 'antek asing' dialamatkan pada oposisi. Mereka adalah kelompok masyarakat yang kritis. Menyuarakan kritik dianggap tidak loyal (Amnesty International Indonesia, 2025).

Ini adalah sebuah permainan kata cerdik. Seolah-olah ada dua jenis 'pihak asing'. Ada 'asing baik' yang membawa banyak uang. Lalu ada 'asing jahat' yang berani mengkritik. Siapa pun yang kritis bisa dicap musuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun