Masyarakat sering anggap usia senja. Sebagai akhir masa sangat produktif. Ada sebuah stigma tentang lansia. Lansia dianggap tidak mampu belajar. Mereka sulit beradaptasi hal baru.Â
Pandangan ini muncul dari asumsi. Asumsi biologis tentang fungsi otak. Penurunan fungsi fisik juga terjadi. Ini akibat konsekuensi dari penuaan.Â
Namun pandangan ini tidak akurat. Ilmu pengetahuan modern beri perspektif. Sebuah perspektif yang sangat berbeda.
Faktanya, otak manusia punya kemampuan. Kemampuan luar biasa bernama neuroplastisitas. (National Center for Biotechnology Information, 2018).Â
Ini adalah kemampuan otak berubah. Otak dapat terus beradaptasi. Otak membentuk koneksi saraf baru. Sepanjang hidup hingga usia lanjut. (Mayo Clinic Press, 2023; Wikipedia).Â
Proses ini mungkin akan melambat. Seiring bertambahnya usia seseorang. Namun kemampuan itu tidak hilang. (National Center for Biotechnology Information, 2018).Â
Dengan kata lain otak lansia. Otak lansia tetap sangat fleksibel.
Banyak penelitian ilmiah mendukung hal ini. Sebuah studi menemukan stimulasi kognitif. Senam otak juga sangat efektif. Untuk tingkatkan fungsi kognitif lansia. (Jurnal Ners dan Kebidanan, 2021).Â
Aktivitas belajar keterampilan baru. Atau memecahkan beragam teka-teki. Mengikuti kursus juga terbukti mampu. Mampu menunda penurunan fungsi kognitif. (Jurnal Medika, 2021; ScienceDirect, 2024).Â
Hal ini juga kurangi risiko. Risiko terkena penyakit seperti demensia. Juga penyakit parah seperti Alzheimer. (Alzheimer Indonesia; RS Pondok Indah).Â
Tentu saja ada perbedaan belajar. Proses belajar di usia senja. Prosesnya tidak secepat saat muda.Â