3. Dominasi NegaraÂ
Dalam Pembentukan Hukum Di Indonesia, hukum masih dianggap sebagai produk eksklusif negara, sehingga legitimasi hukum bergantung pada proses legislasi formal tanpa mempertimbangkan evaluasi moral atau sosial yang lebih luas.
4. Efisiensi dalam Penegakan Hukum
Aparat penegak hukum lebih mudah menjalankan tugasnya ketika hukum diterapkan secara hitam-putih, tanpa harus mempertimbangkan faktor-faktor di luar teks hukum.
Mazhab Positivisme Hukum di Indonesia
Mazhab positivisme hukum di Indonesia sangat dominan dalam sistem peradilan dan regulasi pemerintahan. Undang-undang dianggap sebagai sumber hukum tertinggi yang harus ditaati oleh semua warga negara. Hal ini terlihat dalam berbagai kebijakan yang menitikberatkan pada kepastian hukum, meskipun dalam beberapa kasus mengabaikan keadilan substantif.
Penerapan positivisme hukum yang ketat dapat dilihat dalam tindakan aparat keamanan dalam menangani aksi demonstrasi mahasiswa. Demonstrasi yang tidak memiliki izin resmi sering kali dibubarkan dengan alasan pelanggaran ketertiban umum, meskipun tuntutan mahasiswa berkaitan dengan keadilan sosial dan demokrasi. Ini menunjukkan bahwa hukum di Indonesia masih cenderung bersifat formalistik, lebih berorientasi pada kepatuhan terhadap aturan tertulis daripada mempertimbangkan keabsahan moral dari tindakan hukum.
Namun, kritik terhadap positivisme hukum juga semakin berkembang di Indonesia. Banyak akademisi dan praktisi hukum menilai bahwa hukum tidak hanya harus ditaati, tetapi juga harus mencerminkan keadilan sosial. Oleh karena itu, muncul dorongan untuk mengakomodasi pendekatan yang lebih humanis dalam penegakan hukum, seperti yang ditawarkan oleh teori hukum kritis dan mazhab hukum alam.
KesimpulanÂ
Protes mahasiswa terhadap kondisi "Indonesia Gelap" mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem hukum dan kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Dalam perspektif positivisme hukum, setiap tindakan harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh otoritas negara, termasuk dalam hal demonstrasi dan kebebasan berpendapat. Namun, pendekatan ini memiliki kelemahan karena sering kali mengabaikan aspek keadilan substantif dan kebebasan sipil. Di Indonesia, penerapan mazhab hukum positivisme masih dominan dalam sistem hukum, yang menyebabkan penegakan hukum lebih bersifat formalistik dan cenderung mengabaikan konteks sosial di balik sebuah peristiwa hukum.
Oleh karena itu, dalam konteks hukum di Indonesia, perlu ada keseimbangan antara kepastian hukum dan prinsip-prinsip keadilan. Sistem hukum yang baik tidak hanya menegakkan aturan secara kaku, tetapi juga harus mampu menyesuaikan diri dengan dinamika sosial yang berkembang. Dengan demikian, hukum dapat berfungsi sebagai instrumen yang tidak hanya menjaga ketertiban, tetapi juga melindungi hak-hak rakyat dan menjamin prinsip keadilan dalam setiap penerapannya.