Mohon tunggu...
ARAYRI
ARAYRI Mohon Tunggu... Adzra Rania Alida Yasser Rizka

Sampaikanlah Dariku Walau Satu Ayat

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bagaimana kalau di Klinik atau RS, Tarif Berobat Dipajang?

20 Februari 2015   03:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:51 6020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14243569321898795039

[caption id="attachment_398102" align="aligncenter" width="565" caption="Ilustrasi/Kompasiana (KOMPAS/RADITYA HELABUMI)"][/caption]

Pertanyaan itu muncul, saat pengalaman berobat saya lebih sering karena sudah berkeluarga. Terkadang membawa keluarga sakit ke dokter, apakah anak, istri, orang tua, atau saya sendiri. Ada biaya berobat yang mahal dan ada yang murah. Kadang saya bingung, kapan saya atau keluarga berobat murah dan kapan mahal, kenapa bisa mahal, kenapa bisa murah. Kadang terlanjur dapat yang mahal mau ga mau harus bayar, karena kebutuhan obat untuk ditebus pun ga bisa ditunda.

Saya sebenarnya dari dulu diajarkan orang tua, kalau ke dokter itu, jangan ganti-ganti. Jadi kalau sakit ya ke dia-dia aja, jangan ke dokter lain. Kenapa? karena dengan ke dokter yang itu-itu saja, kamu punya rekam jejak yang lengkap. Kemudian, kalau dokternya sama kan relatif tidak ada perbedaan biaya berobat, kalaupun ada, ga beda jauhlah, tergantung tindakan dan kebutuhan. Nah ketika saya berkeluarga seperti ini, sebenarnya ingin kaya gitu, tetapi situasi tidak memungkinkan, seperti jenis sakit yang berbeda, waktu membutuhkan dokter, umur anak, saran teman, dan yang terakhir biaya.

Ketika saya membawa anak saya, waktu itu masih bayi, dipilihlah dokter anak yang biasanya menangani bayi. Kemudian ketika sudah dua tahun, disarankan oleh teman, ke dokter yang satunya. Saya ikuti saran teman. Sejauh ini, so far so good. Lain waktu saya bawa anak saya ke dokter karena situasi dan kondisi, harus pagi-pagi, tidak bisa malam seperti biasa, akhirnya saya harus cari dokter yang pagi-pagi sudah praktek. Alhamdulillah hasilnya bagus, sama dengan yang biasanya.

Akan tetapi walaupun perlakuan sama, ada juga bedanya juga, selain dokternya beda, yaitu biaya berobat sekali datang. Inilah sebab utama pertanyaan di benak saya tentang tarif berobat, yang sebelumnya saya ga aware. Kalau dokter yang malam, yang sebelumnya biasa saya datang, total berobat bisa mencapai 500 ribu per datang, sedangkan dokter yang pagi, lebih murah, 350 ribu per datang. Beda 150 ribu. Kenapa bisa? Ternyata obatnya beda, ada yang mahal dan ada yang murah. Dokternya pun beda harganya. Katanya kalau yang senior bisa lebih mahal dari yang junior.

Pengalaman lainnya adalah ketika saya berobat di sebuah klinik. Biasanya saya ditanya dulu ketika daftar. Asuransi atau pribadi, Pak?” "Pribadi,” jawab saya. Setelah dicek badan saya oleh dokter kemudian giliran menebus obat, ga nyangka, obatnya mahal, jenis omeprazole, di atas 150 ribu. Wedeh. Besoknya saya iseng ke klinik tempat bekerja, dan tanya-tanya tentang omeprazole, ternyata harganya 5 ribu 5 ratus doang. Lho ko bisa?! Ternyata beda merek! Yang satu bermerek yang satu ga ada mereknya, generik. Kenapa saya ga dikasih yang generik aja? Apakah karena saya pakai biaya pribadi? Bingung.

Pengalaman teman ataupun sodara banyak juga yang sama. Ada yang pergi ke sebuah RS Swasta A, mahal, tetapi kemudian di RS Swasta B dengan tindakan yang sama ternyata lebih murah. Tapi lantaran terlanjur ditangani yang awal, ya pakai yang awal. Ada yang mau operasi cesar bingung cari yang swasta yang ga mahal di mana ya. Berbagai kegelisahan muncul terkait biaya pengobatan. Saya yakin banyak dari kita yang survey biaya pengobatan dulu sebelum masuk ke RS tertentu. Ya kan.

Pengennya sih, mbo ya dikasih tahu lebih awal tentang harga obatnya atau biaya berobat. Jadi kita bisa persiapkan diri dengan lebih baik. Bisa itung-itung biaya, dan pada akhirnya tidak panik dan tidak bingung. Saya yakin pihak RS pun akan senang kalau kita bisa bayar dengan lancar bukan. Terkait hal itu, saya punya usul, bagaimana kalau di klinik ataupun rumah sakit, biaya berobatnya dipajang, baik biaya dokter, ataupun obat, ataupun perlakuan/tindakan. Agar kita tahu dan pas dengan kantong kita. Teman di sebelah saya langsung menyahut, Lha kan ada BPJS?” "BPJS kayanya bukan andalan ane bro. Ane pernah ke puskesmas jam 2 siang uda tutup dokternya,” saya kasih penjelasan ke teman saya. Gimana mau jadi andalan, kan orang sakit ga kenal waktu.

Jadi kalau bisa, klinik atau RS memajang tarif, dengan menggunakan roll up atau papan ditempel di dinding. Ada dokter siapa dengan tarifnya berapa, kemudian jenis-jenis obat, dari antibiotik, antivirus, atau obat sakit kepala, atau obat lainnya, dari yang mahal sampai yang murah. Di meja praktek dokter juga ada buku katalog obat, dengan tarifnya. Jadi si pasien bisa ditawari dengan alternatif, paling ga yang generik dan yang bukan generik. Saya tahu kalau mengenai obat, dokter pingin yang terbaik untuk kita, tetapi kadang bagi kita yang terbaik adalah yang sesuai dengan kantong juga kan.

Curhat saya ini, bisa jadi sama bagi orang Indonesia pada umumnya, yang sampai saat ini masih merasakan mahalnya biaya berobat. Bukannya kita ga mau pelayanan yang diberikan pemerintah, yang notabene lebih murah, tetapi coba tengok RS yang melayani pengobatan oleh pemerintah, pasien membeludak, antrian panjang, namun fasilitas tidak sebanding, seperti kamar inap rawat yang terbatas. Ada pengalaman sodara yang sakit masuk RSUD untuk dirawat, ditanganinya lama, lantaran libur cuti bersama.

Menurut saya, masih banyak PR yang harus dikerjakan oleh pemerintah. Tetapi ketika menunggu PR itu selesai atau ketika menunggu pelayanan membaik, orang sakitkan ga bisa menunggu. Butuh ditangani, dirawat, dan diobati. Dikala itulah dibutuhkan perbaikan managemen seperti informasi tarif di awal agar ada kesesuaian dengan kemampuan keuangan masing-masing. Jika kita bisa memilih tarif yang sesuai kantong tentu akan lebih memudahkan dan memuaskan bukan, bagi pihak RS maupun yang sakit. Bukan begitu?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun