Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Di Balik 'Pagar Kawat Berduri': Ketika Keteguhan Diuji dan Harga Diri Menjadi Nyawa

8 Agustus 2025   14:17 Diperbarui: 8 Agustus 2025   21:36 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel Pagar Kawat Berduri pada Masa Revolusi Karya Trisnojuwono (Dok. retizen Republika)

Di Balik ‘Pagar Kawat Berduri’: Ketika Keteguhan Diuji, dan Harga Diri Menjadi Nyawa
“Orang tidak selalu bisa menang meskipun benar. Kebenaran di kamp ini milik mereka...” Parman

Oleh Karnita

Pendahuluan

Dingin malam menyelinap di balik pagar kawat berduri. Lampu temaram menyapu wajah-wajah letih yang kehilangan hari, namun masih menggenggam harapan. Di sudut kamp Salatiga, sekelompok pemuda berdiskusi pelan, menimbang takdir, menyusun pelarian. Di tengah mereka, Parman berdiri tenang—suara nurani yang sunyi namun tegas—di antara catur, luka batin, dan rapuhnya kepercayaan.

Pagar Kawat Berduri karya Trisnojuwono, pertama kali terbit tahun 1962 oleh PT Dunia Pustaka Jaya, adalah novel pendek dengan intensitas emosional dan kritik sosial yang dalam. Edisi digitalnya dirilis kembali pada 2020, menjangkau generasi baru yang haus makna dari sejarah perjuangan. Menjelang peringatan HUT Kemerdekaan RI, novel ini menjadi sangat relevan—bukan hanya soal perlawanan fisik, tapi juga tentang absurditas kekuasaan dan integritas yang diuji.

Penulis tertarik mengulas novel ini karena daya reflektifnya terhadap kondisi hari ini: ketidakadilan sistemik, arah moral elite yang gamang, serta krisis keberanian dalam membela yang benar. Kisah ini menghadirkan perlawanan yang tak berteriak, keberanian dalam diam, dan harapan di tengah sunyi. Di zaman ketika demokrasi kadang hanya jadi prosedur, novel ini mengajak kita kembali belajar: apa arti merdeka sesungguhnya?

Sinopsis Novel Pagar Kawat Berduri

Herman dan Toto, dua pemuda yang semula menyusup ke daerah Bedono untuk sebuah misi perjuangan, tertangkap oleh pasukan Belanda. Meski mengaku sebagai pelajar demi menyelamatkan diri, keduanya tetap digiring ke markas IVG Ambarawa. Di sana, interogasi brutal menjadi menu harian mereka, tanpa ruang bagi kebenaran atau belas kasih.

Setelah penyiksaan, mereka dipindahkan ke kamp interniran di belakang penjara Salatiga—tempat yang dijaga ketat dan dipagari kawat berduri. Di sinilah mereka bertemu para tahanan lain dengan latar belakang berbeda, termasuk Parman, seorang tahanan politik yang cerdas, tenang, dan punya wibawa. Parman menjadi penyejuk dan penuntun moral di tengah kondisi yang getir. Ia dipercaya bahkan oleh Koenen, kepala kamp penjaga, dan kerap bermain catur dengannya.

Parman merancang pelarian untuk Toto dan Herman. Diskusi dilakukan diam-diam, larut malam, dalam bayang-bayang tembok dingin. Saat hari itu tiba, keduanya mencoba kabur sesuai rencana Parman. Namun tak semua berjalan mulus. Toto tertembak. Herman berhasil lolos. Tapi akibatnya, kecurigaan langsung mengarah pada Parman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun