Mohon tunggu...
Ahmad Husen
Ahmad Husen Mohon Tunggu... PENGGAGAS TRILOGI CAHAYA: Lentera Jiwa | Pelita Negeri | Cahaya Semesta

Penulis Trilogi Cahaya: Lentera Jiwa, Pelita Negeri, dan Cahaya Semesta. Menulis untuk menyalakan hati, membangun negeri, dan merajut harmoni semesta. Berbagi kisah, refleksi, dan gagasan yang menuntun jiwa menuju kedamaian yang tak tergoyahkan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

TRILOGI CAHAYA: Dari Setitik Nyala Menuju Samudera Cahaya

21 Agustus 2025   11:04 Diperbarui: 21 Agustus 2025   11:04 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setitik Nyala Menuju Samudera Cahaya - Trilogi Cahaya By Ahmad Husen

Ada satu hal kecil yang sering kita abaikan dalam hidup ini: sebuah nyala yang nyaris tak terlihat, setitik cahaya yang muncul entah dari mana. Kadang ia hadir di sudut hati ketika kita terpejam dalam doa, kadang ia muncul saat kita melihat langit sore yang terbakar jingga, kadang ia bergetar lirih ketika kita menolong seseorang meski hanya dengan kata sederhana: “Aku ada untukmu.”

Cahaya itu tak pernah datang dengan gemuruh. Ia hadir dengan kesunyian. Lembut, nyaris tak terdeteksi, tetapi memiliki daya untuk menyalakan sesuatu yang jauh lebih besar. Dari setitik nyala itulah, perjalanan kita menuju samudera cahaya bermula.

Setitik Nyala: Benih Kehidupan

Seorang filsuf pernah berkata, “Segala sesuatu yang besar dimulai dari sesuatu yang kecil—bahkan yang tak terlihat.” Demikian pula perjalanan jiwa. Tidak ada manusia yang langsung bersinar sebesar matahari. Tidak ada jiwa yang langsung memantulkan cahaya laksana samudera. Segalanya bermula dari sesuatu yang sederhana: setitik nyala.

Nyala itu bisa berupa kesadaran pertama akan siapa diri kita. Bisa berupa rasa syukur pertama yang benar-benar kita rasakan, bukan sekadar kita ucapkan. Bisa pula berupa rasa haru saat menyadari bahwa hidup ini, betapa pun beratnya, tetaplah anugerah.

Namun setitik nyala ini rapuh. Ia bisa padam oleh angin kesibukan, oleh badai keraguan, oleh derasnya gelombang dunia yang menuntut kita berlari tanpa henti. Karena itu, tugas pertama manusia adalah menjaga nyala itu. Menjaga agar ia tidak padam, sebagaimana seorang pengembara di padang pasir menjaga api kecilnya agar tetap menyala di tengah malam yang membeku.

Nyala yang Bertumbuh: Jalan Perjuangan Jiwa

Seiring waktu, setitik nyala itu akan mencari makanan: keyakinan, doa, ilmu, kasih, dan tindakan nyata. Tanpa itu semua, ia akan tetap kecil, tak pernah beranjak dari posisinya. Tetapi bila kita memberi ruang, ia akan tumbuh.

Bayangkan sebuah lentera di tengah kegelapan. Awalnya ia hanya menerangi satu langkah di hadapan kita. Namun semakin kita berani melangkah, semakin cahaya itu bertambah. Semakin kita belajar untuk berbuat baik, semakin luas lingkaran terang yang memayungi kita.

Ada sebuah rahasia: cahaya selalu mencari cahaya. Saat kita menjaga nyala itu, kita akan dipertemukan dengan nyala lain—entah dalam diri orang lain, dalam kitab suci, dalam alam semesta, atau dalam momen-momen sederhana kehidupan. Dan ketika nyala-nyala itu bertemu, ia tak lagi sekadar titik kecil, melainkan mulai menyala laksana obor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun