Mohon tunggu...
Ahmad Husen
Ahmad Husen Mohon Tunggu... PENGGAGAS TRILOGI CAHAYA: Lentera Jiwa | Pelita Negeri | Cahaya Semesta

Penulis Trilogi Cahaya: Lentera Jiwa, Pelita Negeri, dan Cahaya Semesta. Menulis untuk menyalakan hati, membangun negeri, dan merajut harmoni semesta. Berbagi kisah, refleksi, dan gagasan yang menuntun jiwa menuju kedamaian yang tak tergoyahkan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menjelang 17 Agustus: Saatnya Membersihkan Cermin Jiwa untuk Cahaya Persatuan

16 Agustus 2025   18:00 Diperbarui: 15 Agustus 2025   09:56 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cermin Jiwa Cahaya Persatuan - Trilogi Cahaya By Ahmad Husen

"Kemerdekaan bukan hanya diraih di medan pertempuran, tetapi juga dipelihara di medan batin. Jiwa yang bersih adalah tanah subur bagi persatuan yang abadi." Ahmad Husen

Menjelang 17 Agustus: Saatnya Membersihkan Cermin Jiwa untuk Memantulkan Cahaya Persatuan

Oleh Ahmad Husen
Penggagas Trilogi Cahaya & Penjaga Cahaya dari Timur Indonesia

Prolog

Sehari sebelum bendera merah putih kembali berkibar di setiap tiang rumah, jalanan, dan lapangan, kita sering disibukkan dengan persiapan lahiriah: mengecat pagar, memasang umbul-umbul, atau menyiapkan lomba di lingkungan. Semua itu indah dan perlu. Namun, ada satu hal yang sering kita lupakan: membersihkan “cermin jiwa” kita, agar kemerdekaan yang kita rayakan bukan sekadar pesta, tetapi pantulan murni dari nilai-nilai persatuan.

Artikel pertama Trilogi Cahaya mengajak kita menyambung api perjuangan dari masa lalu. Artikel kedua mengingatkan bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya lepas dari penjajah, tetapi juga dari belenggu batin. Kini, di artikel penutup rangkaian menjelang kemerdekaan ini, kita diajak untuk melakukan refleksi terdalam — membersihkan diri dari debu prasangka, kabut ego, dan noda perpecahan, agar hati kita siap memantulkan cahaya persatuan yang tulus.

Cermin Jiwa yang Terkabur oleh Waktu

Ibarat cermin yang lama tak dibersihkan, hati manusia pun bisa buram. Debu itu bisa berupa dendam lama yang tak terselesaikan, rasa curiga yang terus dipupuk, atau sikap apatis terhadap lingkungan sekitar. Seiring waktu, noda-noda itu membuat kita sulit melihat wajah sejati kemerdekaan — wajah yang bersinar karena persatuan dan kebersamaan.

Banyak dari kita mungkin merasa sudah rukun, namun jika kita jujur, perbedaan pilihan, latar belakang, dan pandangan sering kali membuat kita menjaga jarak satu sama lain. Bahkan di era media sosial, jarak itu bisa semakin lebar, karena kabar, opini, dan gosip yang menyulut api perpecahan.

Maka, membersihkan cermin jiwa sebelum 17 Agustus adalah panggilan yang tidak boleh kita abaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun