Mohon tunggu...
Ahmad Effendi
Ahmad Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Berjalan sendiri adalah pilihan, bergumul dengan sosial adalah hakekat.

Mahasiswa Sejarah di salah satu perguruan tinggi kota Yogyakarta. Pecinta sastra dan musik.

Selanjutnya

Tutup

Film

"Joker": Tentang yang Jahat dan Pembebasan Naluri

7 Desember 2019   11:02 Diperbarui: 7 Desember 2019   11:08 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Joker mampu memengaruhi psikologi publik untuk ikut menjadi gila. Masih dalam The Dark Knight, ia memberi ultimatum agar Batman membuka identitasnya. Jika tidak dilakukan, tiap harinya akan ada satu nyawa yang hilang. Benar saja, hal ini menimbulkan banyak kekacauan. Bahkan, hal tersebut membuat Batman dibenci publik -- tepatnya ditekan publik.

Joker juga sering memaksa masyarakat untuk "ikut berjudi". Ada satu permainan menarik. Bersama kroninya, ia menculik Harvey Dent dan Rachel -- keduanya punya ikatan emosi dengan Batman. Kemudian mereka ditempatkan dalam gudang penuh dinamit yang siap meledak. Permainan Joker sederhana, Batman cukup memilih salah satu untuk diselamatkan. Satu yang lainnya, akan mati.

Atau, saat Joker menaruh bom dalam dua kapal yang berbeda, kapal pertama berisi masyarakat sipil dan yang kedua berisi narapidana. Permainan yang ditawarkan sekali lagi amat sederhana: mereka harus menekan tombol ledakan, demi meledakan kapal yang satunya. Jika tak ada yang menekan, kedua kapal meledak bersamaan. Konsekuensinya, kemungkinan besar mereka akan saling mendahului untuk meledakkan satu sama lain.

Joker, tentu ingin menunjukkan sifat asli manusia: egois dan saling bunuh. Narasi itulah sekiranya yang ingin ia tunjukan. "Ketika segala hal berantakan, orang-orang beradab ini akan saling memakan satu sama lain", katanya. Seperti bukan ironi memang, jika kita menyadari bagaimana realita bermain.

Atau dalam Killing Joke (2016). Dalam film animasi tersebut -- yang diadaptasi dari komik dengan judul serupa -- menunjukkan kebiadaban sosok Joker. Semenjak malam pertemuannya dengan Batman -- di malam tragedi itu, Joker mulai beringas. Ia mulai membunuh. Bahkan dia membuat cacat anak perempuan komisaris Gordon.

Lebih jauh, Joker menculik, menelanjangi, dan "memamerkan" Komisaris Gordon dalam sangkar yang berada di taman bermain. Ia memaksa Batman untuk datang, dan ikut bermain bersamanya demi menyelamatkan Gordon. Pada akhirnya itulah yang diinginkan Joker: ketidakaturan.

Melawan Kepuguhan Moral

Banyak yang berasumsi bahwa perilaku Joker adalah bentuk kejahatan. Akan tetapi, manusia terlalu cepat mengambil kesimpulan. Pada dasarnya, norma sendiri adalah hasil kesepakatan yang ditentukan suatu masyarakat. Dalam tatanan sosial, manusia dikatakan jahat jika menyalahi norma tersebut. Dengan demikian, kata jahat harusnya tak punya makna absolut.

Sigmund Freud, dalam psikoanalisisnya percaya bahwa setiap orang mempunyai kecenderungan untuk melakukan kekerasan. Maka dari itu, masyarakat membuat suatu aturan yang mereka sepakati bersama untuk mereduksi segala bentuk kekerasan yang kapan saja bisa muncul.

Jika melihat sudut pandang ini, yang dilakukan Joker adalah suatu kewajaran dari apa yang digambarkan Freud. Segala bentuk tindak-tanduk yang dilakukan Joker, pada dasarnya hanyalah naluri absolut. Layaknya bom waktu, segala keresahan yang menumpuk dari waktu ke waktu akan meledak menjadi bentuk kekerasan.

Maka, apa yang dilakukan Joker hanyalah upaya untuk melawan segala bentuk tatanan yang sudah ada. Dari sudut pandang yang moralis, bisa dikatakan ini bentuk penyimpangan. Namun, bukankah secara ideologis ini hanya satu upaya pembebasan dari belenggu. Joker hanya ingin membebaskan pikirannya dari segala dogma sosial, tentang moral, norma, dan aturan-aturan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun