Mohon tunggu...
Ahmad Edi Prianto
Ahmad Edi Prianto Mohon Tunggu... 👨‍🎓 Social Welfare Science 💼 Wiraswasta

Hanya individu biasa yang hidup ditengah lapisan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Gelar Sarjana dan Gengsi, Mendorongmu Takut Pada Pekerjaan Yang Menurutmu "Bukan Levelnya"

14 Agustus 2025   11:12 Diperbarui: 14 Agustus 2025   16:18 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Seseorang yang tertekan akibat Sulitnya menjalani dinamika kehidupan. | Sumber Image : pexels.com/@pixabay

Terkadang rasa gengsi juga bukan muncul pada diri seseorang yang mengalaminya saja, tapi rasa gengsi juga muncul dari cara pandang dan omongan orang tua, saudara, tetangga, dan manusia lainnya. Bahkan terkadang pernyataan orang lain itu lebih menyakitkan daripada ucapan keluarga sendiri.

"Jangan jadi ini, jangan jadi itu, masa orang tua menyekolahkanmu tinggi-tinggi akhirnya kerjanya cuma begitu" ucap orang tua, "Anakku aja lulusan SMA, jabatannya udah tinggi di tempat kerjanya. Kok anakmu lulusan S1 cuma jaga toko?", "Anakku lulusan SMP, tapi gajinya kok lebih baik dari gajimu ya?" ucap tetangga.

Menyakitkan dan mengguncang mental memang, apalagi jika lulusan sarjana selalu dianggap rendah daripada mereka yang lulusan pendidikan di bawahnya jika pekerjaannya dinilai "Bukan Levelnya". Padahal mengenyam pendidikan tinggi seperti kuliah itu bukan hanya untuk mengejar gelar dan pekerjaan yang bergengsi saja, namun kuliah merupakan pendidikan yang mengajarkan seseorang mengenai bagaimana mengatur pola pikir.

Namun, sebaik-baiknya pola pikir akan kalah dengan mental yang hancur karena stigma dan tekanan dari orang di sekitarnya. Karena stigma itu, banyak dari lulusan sarjana lebih memilih untuk berhenti beberapa waktu untuk mencari pekerjaan yang dinilai sebagai levelnya. Dengan penjelasan lain, banyak lulusan sarjana lebih memilih menganggur sementara sambil menunggu pekerjaan bergengsi dan lebih tinggi, dibanding mengambil kerja yang dianggap "tidak sesuai gengsi" atau "tidak sesuai jurusan".

Gelar sarjana dilabeli orang lain sebagai "Citra Sukses", yang akan membuat seorang lulusan sarjana menjaga image-nya seperti menjaga reputasi keluarganya. Maka, jika dirinya mengambil pekerjaan yang dinilai kecil, dirinya akan khawatir label "sukses" akan hilang di mata orang lain. Begitu juga pekerjaan yang orang lain anggap bahwa jenis pekerjaan itu dinilai dibawah standart lulusan sarjana, jadi jika lulusan sarjana itu mengambilnya maka akan dipandang sebuah kegagalan.

Media sosial dan lingkungan sekitar sering memicu Social Comparison, dimana orang lain akan leluasa membandingkan diri mereka sendiri dengan orang lain baik dalam hal kemampuan, pencapaian, posisi, dan kondisi lingkungan pekerjaan. Jika seseorang terpaku pada kebiasaan social comparison, maka seseorang tersebut akan lebih rentan terhadap timbulnya rasa gengsi yang lebih tinggi.

Sebab, social comparison bagaikan bahan bakar dari rasa gengsi. Disaat seseorang sudah membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih tinggi jabatan, gaji, dan status sosialnya, muncul dorongan untuk "Tidak mau kalah dan Tidak mau dianggap rendah" di mata orang lain. Padahal, akan merasa kurang, tidak puas, atau menginginkan lebih dari apa yang sudah dimilikinya jika perbandingannya adalah orang lain.

Faktanya dunia kerja sudah mulai berubah, karena skill dalam bekerja bisa didapat di luar perguruan tinggi, dan gelar sarjana tidak lagi otomatis menjadi status yang lebih tinggi. Jika seseorang hanya akan terus terpaku pada mental gengsi, maka disitu pula seseorang tersebut akan perlahan-lahan tersapu pada dinamika dan perkembangan kehidupan.         

Bukan Tingkatan Levelnya, Tapi Tingkat Pembuktiannya

Teruntuk dirimu, kita, dan orang-orang yang sedang berjuang diluar sana. Jangan sampai dirimu termakan gengsi pada orang lain yang sukses dan teman yang sukses, karena yang menjalani kehidupan adalah dirimu sendiri bukan orang lain. Ada kalanya perkataan yang menyakitkan hati tidak perlu didengar, cukup buktikan dengan kerja keras dan hasilnya kepada mereka yang telah menyakitimu dengan pernyataannya.

Tidak apa-apa berdagang dan menjaga toko, buktikan bahwa dirimu lebih amanah dan tidak merugikan orang lain. Tidak apa-apa jadi buruh atau ojek online, buktikan bahwa dirimu mampu memberi service dan kenyamanan yang terbaik untuk orang lain. Dirimu tidak bisa menggunakan kedua tangganmu untuk menutup mulut seribu orang, tapi dirimu bisa menggunakan kedua tanganmu untuk menutup telingamu dan menggunakan kedua tangganmu untuk membuktikan hasilmu.

Tingkat level pekerjaan orang yang dicerminkan orang lain pada dirimu ataupun yang sedang dirimu gambarkan setinggi mungkin, terkadang justru tidak sepenuhnya mencerminkan kebahagiaanmu dalam menjalani kehidupan. Sebaliknya, menjalani hidup dengan menjadi pedangang, penjaga toko, buruh, ataupun ojek online akan menemui titik bahagia dan kesuksesan jika kita menjalaninya dengan penuh kerja keras dan ketekunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun