Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Susahnya Pacaran dalam Islam

14 Juli 2015   03:50 Diperbarui: 14 Juli 2015   03:50 1779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti Wida, remaja energik ini berpenampilan eksentrik. Atau mungkin memang semua anak borju memiliki ciri dan ke-khas-an yang sama, walau Si Eksentrik ini jelas jauh lebih ‘mentah’ dari Wida.

Dan steorotipe umum yang saya pahami tentang mereka yang berasal dari kelas sosial lebih tinggi, entah mengapa begitu saja memancing saya untuk langsung bersikap sinis dan kasar kepadanya, sejak pertama bertemu, yang langsung dibalasnya dengan wajah masam serta bentuk mulut yang benar-benar mirip Tukul!

Tapi pertemanan memang benar-benar sebuah petualangan yang amat menyenangkan! Tak peduli meski dalam pertemanan itu kita cuma mengisinya dengan kekonyolan buah segala tingkah yang noraks, atau sekedar menukar sebal dengan keki, yang lantas menjadi kebencian yang singgah berkali-kali, yang secara diam-diam dan tanpa disadari sering diharapkan kedatangannya lagi.

Saya masih ingat betapa kerasnya tawa saya melihat muka Si Bocah Eksentrik itu, yang dengan takut-takut serta amat terpaksa, meminum air kemasan milik senior yang keruh putih seperti tercampur sesendok bubur lalu di aduk, saat kehausan dalam inisiasi jurusan di daerah Pangguyangan-Jawa Barat.

Dan tawa saya lebih keras lagi mengingat sebelumnya, Si Eksentrik menolak untuk meneguk air kemasan milik saya -yang terlihat lebih jernih dan tentu lebih terkesan higinis- hingga akhirnya ‘terjebak’ menenggak air bubur Si Bomel Sang Senior tersebut dengan wajah yang amat tidak nyaman, setelah sebelumnya bolak-balik melirik putus asa ke botol air horor itu, seakan dengan banyak memandangnya dia berharap segala kuman dan kotoran langsung lenyap tak tersisa.

Tapi kebersamaan yang panjang agaknya menjadi satu-satunya rumus tersederhana untuk  menciptakan keakraban. Bahkan untuk orang-orang yang selalu terlihat tidak pernah sepaham sekalipun!

Dan dengan Si Eksentrik yang tidak sepaham itulah saya pernah menghabiskan cukup banyak waktu bersama, meski hanya membuang-buang waktu berdua dalam kegiatan yang remeh dan biasa, misalnya.

Sekedar makan-makan di foodcourt sebuah Mall yang pernah di-klaim sebagai yang terbesar se-Asia Tenggara, dilanjutkan dengan memilih bareng warna lipstik yang dirasa sesuai dengan keinginan. Sebuah lipstik pucat terang dan agak eksentrik, yang walaupun sedikit aneh namun tak terlihat janggal saat menempel di bibirnya. Dan setelahnya, mencobai berbagai jenis parfum adalah kenangan yang menyegarkan, yang setelah bosan mengendus-endus tetap tak menemukan harum yang sesuai selera.

Sebagai penutup, XXI menjadi alternatif utama. Walau saya lupa judul filmnya, namun saya masih ingat betapa bawelnya Si Eksentrik bertanya, tentang apa yang saya inginkan dari dia pasca menemaninya dalam ‘petualangan kecil’ yang, walaupun sangat aneh namun terasa amat menyegarkan itu.

Pertanyaan yang terus saja dia kemukakan dengan nyinyirnya seakan-akan saya pemeran gigolo di entah film mana besutan siapa. Seakan dalam dunia dia tak ada yang terjadi begitu saja. Selalu harus ada pembayar, atau setidak-tidaknya: Penukar, seperti jika kita pergi ke Pasar Loak.

Dan sambil memain-mainkan anak rambutnya sepanjang perjalanan pulang, saya cuma menjawab singkat: ML satu kali!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun