Juara di Kelas, tapi Kalah dalam Makna?
Â
Oleh: A. Rusiana
Gambar seseorang memegang piagam bertuliskan "Juara 1 Merokok Dalam Kelas" sempat viral. Sekilas lucu, tapi sesungguhnya getir. Di tengah wajah-wajah serius dan sorotan kamera, piagam itu menjadi sindiran tajam: apakah dunia pendidikan kini sedang kehilangan arah penghargaan? Di saat yang sama, kita sudah hampir dua bulan menjalani kuliah sejak 1 September 2025. Banyak yang sudah mengerjakan tugas, membuat laporan, dan presentasi, tetapi belum tentu "menang" dalam hal integritas belajar. Pertanyaannya sederhana: apakah kita benar-benar sedang berjuang menjadi juara, atau sekadar memenuhi formalitas tugas kuliah?: Yu kita elaborasi satu persatu:
Pertama: Juara yang Sebenarnya Tidak Selalu Terlihat; Dalam ruang kelas, ada mahasiswa yang mungkin tidak menonjol, tidak populer, bahkan nyaris tak dikenali dosennya. Namun ia hadir tepat waktu, menulis refleksi dengan jujur, dan belajar karena ingin tahu, bukan karena takut nilai. Dialah juara sejati: yang menang melawan diri sendiri melawan malas, menunda, dan rasa ingin cepat selesai.
Sebaliknya, mereka yang "juara merokok dalam kelas" hanya memenangkan ironi. Itu bukan keberhasilan, melainkan bentuk kecil dari kekalahan nilai.
Kedua: Ketika Satire Menjadi Cermin Pendidikan; Piagam itu memang satire, tetapi justru karena satire itulah ia memantulkan kebenaran. Dunia pendidikan kita sering memberi ruang lebih besar bagi sensasi ketimbang esensi. Kita mudah memberi panggung pada perilaku lucu, tapi lupa mengapresiasi keteladanan sederhana. "Piagam integritas" seharusnya tak perlu dicetak karena ia hadir dalam keseharian:
Tidak mencontek meski bisa.
Tidak menyalin meski sempat.
Tidak menyerah meski lelah.
Inilah nilai pendidikan yang sesungguhnya: belajar tidak untuk dilihat, tapi untuk tumbuh.