Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan, Penulis, Peneliti, Pengabdi, Pendiri/Pembina YSDPAl-Misbah Cipadung Bandung-Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat. Peraih Kontributor Terpopuler Tahun 2024 di Repositori UIN Bandung

"Kompasiana Best Fiction Award Explorer" 22/1/2025

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Opini Bebas vs Tulisan Ilmiah, Mana Lebih Kuat Jadi Topik?

31 Agustus 2025   12:05 Diperbarui: 1 September 2025   19:03 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kids-Grid, tersedia di https://kids.grid.id/read/473645860/mengidentifikasi-fakta-dan-opini-dalam-artikel-ilmiah-populer?page=all

Opini Bebas vs Tulisan Ilmiah, Mana Lebih Kuat Jadi Topik?


Oleh: A. Rusdiana

Satu September pertada dimulainya Perkuliahan Semester ganjil tahun akademik 2025/2026 (1 Sept--19 Des). Di kelas S1 Metode Penelitian, S2 Manajemen SDM Pendidikan, dan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, saya sering menemui mahasiswa penuh ide, namun kesulitan mengerucutkan opini menjadi topik skripsi, tesis, atau artikel jurnal. Fenomena ini penting karena dunia akademik menuntut soft skills berpikir kritis dan branding akademik. Keduanya terhubung dengan Job Demand--Resources Theory tentang keterlibatan kerja (work engagement), serta diperkuat oleh Wenger dengan konsep community of practice dan Vygotsky tentang social learning. Sayangnya, masih ada gap: mahasiswa punya opini cemerlang, tetapi gagal merumuskannya menjadi tesis yang teruji. Inilah yang saya sebut "mind match" kesesuaian antara kualifikasi akademik dengan keterampilan merumuskan tulisan ilmiah.

Tujuan tulisan ini adalah menguraikan lima pilar pembelajaran dalam menentukan topik dan merumuskan karya ilmiah agar mahasiswa dan dosen bisa mengelola opini menjadi kontribusi akademik yang bermakna. Berikut 5 Pilar Pembelajaran dari Opini Bebas vs Tulisan Ilmiah, Mana Lebih Kuat Jadi Topik:

Pertama: Pentingnya Memulai Menulis Sejak Dini; Banyak mahasiswa menunda, menunggu "topik sempurna". Padahal, menulis adalah proses eksplorasi. Tugas dosen sebaiknya mendorong mahasiswa menuangkan opini dalam bentuk esai pendek atau catatan reflektif. Dari sini, benih topik skripsi bisa muncul. Dalam pembelajaran digital, learning management system bisa dipakai sebagai bank ide awal mahasiswa.

Kedua: Mengaitkan Topik dengan Fenomena Nyata; Opini biasanya lahir dari pengalaman sehari-hari. Agar naik kelas, topik harus diikat pada fenomena yang bisa diteliti. Misalnya, opini tentang "dosen sering terlambat masuk kelas" bisa dikembangkan menjadi riset manajemen waktu dosen, berbasis teori manajemen pendidikan. Dengan begitu, opini tidak mengambang, melainkan tertambat pada realitas yang dapat diuji.

Ketiga: Merumuskan Tesis yang Jelas; Tesis adalah pernyataan inti yang hendak dibuktikan. Mahasiswa perlu dilatih mengubah topik umum menjadi fokus penelitian. Misalnya, dari "sistem informasi manajemen pendidikan" menjadi "pengaruh sistem informasi akademik terhadap efektivitas layanan administrasi mahasiswa". Rumusan tesis yang jelas akan menjadi poros argumen dalam skripsi, tesis, maupun jurnal.

Keempat: Mengelola Bukti dan Data; Opini hanya butuh asumsi, sedangkan karya ilmiah butuh data. Mahasiswa harus belajar memilah sumber kredibel: buku, jurnal bereputasi, laporan resmi. Tugas dosen bukan sekadar memberi daftar pustaka, melainkan membimbing mahasiswa mengkritisi relevansi dan validitas data. Platform digital kini bisa menjadi laboratorium publikasi, tempat mahasiswa melatih diri memverifikasi informasi sebelum menulis.

Kelima: Branding Akademik lewat Konsistensi; Menentukan topik bukan sekali jadi. Ia berhubungan dengan konsistensi menulis dan publikasi. Mahasiswa yang rutin menulis artikel, mengikuti forum ilmiah, atau memublikasikan esai reflektif akan membangun identitas akademiknya. Branding akademik inilah yang akan menjadi bekal ketika masuk dunia kerja. Setiap tulisan adalah portofolio, bukti bahwa ia mampu menata opini menjadi argumen yang bernilai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun