Mohon tunggu...
Rg Bagus Warsono
Rg Bagus Warsono Mohon Tunggu... Editor - Sastrawan

Rg.(Ronggo) Bagus Warsono lebih dikenal dengan Agus Warsono, SPd.MSi,dikenal sebagai sastrawan dan pelukis Indonesia. Lahir Tegal 29 Agustus 1965.Tinggal di Indramayu.Mengunjungi SDN Sindang II, SMP III Indramayu, SPGN Indramayu, (S1) STIA Jakarta , (S2) STIA Jakata. Tulisannya tersebar di berbagai media regional dan nasional. Redaktur Ayokesekolah.com.Pengalaman penulisan pernah menjadi wartawan Mingguan Pelajar, Gentra Pramuka, Rakyat Post, dan koresponden di beberapa media pendidikan nasional. Mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca (HMGM) Indonesia. Tinggal di Indramayu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sedekah Puisi, Berbagi Keindahan Sajak dalam Tadarus Puisi Ramadhan 2

14 Juni 2018   23:19 Diperbarui: 14 Juni 2018   23:34 1426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Perjumpaan

Seperti menjemput tamu agung, Ramadhan 1439 H, sebuah perjumpaan yang telah setahun lamanya tak bertemu. Adalah persiapan-persiapan menyambutnya dengan kesiapan keimanan dan niat menjalankan perintahNya. Penyair-pennyair kita menulis itu dengan rasa kesucian dan sambutan hangat ramadhan. Kebesaran Islam dan semangat melaksanakan ajaran-ajaran Rasullullah. 

Penyair kita menuliskan itu dalam perjumpaan dengan Ramadan sebagai ujud kecintaannya kepada Allah sebagai umatnya Rasullullah Muhammad yang diutusnya itu dalam menyambut bulan suci yang penuh rahmat ini. Mereka Gilang Teguh Pambudi, Asep Nurjamin, Siti Khodijah Nasution, sedang Chan-chan Parase memberi catatan bahwa manusia tempat nya dosa. Berikut peuisinya :

Gilang Teguh Pambudi dalam puisinya " 9 Puisi Pendek Di Atas Tisu"
//...1. MEMBUKA RAMADAN

hujan jam sembilan
menyentuh touchscreen
aku menulis keajaiban Ramadan/.../

7. RAMADAN YANG SELALU PUASA

sebab kamulah Ramadan yang selalu puasa
sampai hujan tak mengatakan, tidak!....//

Asep Nurjamin dalam puinya " Ikrar Ramadhan" 

//....tak ada kebaikan dibaktikan, setiap saat membayangkan penampilan saat hari raya, 

agar tampil modis bergaya....//
Siti Khodijah Nasution dalam puisnya " Raibnya Rakaat Sembahyang"
//Rakaat apa yang terlupakan
hingga kepulan sesaji doa mendahuluinya
'tuk mencecap kata surgawi....//

Chan Chan Parase dalam puisinya " Deting dari Lubuk Luka" : 

//...Aku tidak bisa menjalani puasa jiwa
Maupun taraweh rasa
Bahkan menahan haus dan lapar dada karenamu
Sebab Attahiyatulku sangat tidak wajar kepadamu saudaraku..

 

Pengampunan Penyair

     Ramadhan adalah juga bulan pengampunan. Digambarkan dengan begitu indah dalam catatan-catatan ibadah yang sangat membuat hati kagum akan kesungguhan umatMu mengisi bulanMu yang suci . Beberapa penyair tersebut menorehnya dalam guratan-guratan puisi yang kadang memiliki kekuatan nafas ibadah dan kemuliaan Ramadhan. Berikut Raden Rita Maemunah  dalam puisinya " Bersujudlah" 

//....Kau terbangun saat malam masih pekat
Mengeluh dan kembali nyenyak
Mengapa kau tak bangun bersujud mengucap rasa sukur
Menadahkan tangan sambil tersungkur...//. 

Sedang Dwi Wahyu C.D. dalam puinya " Doaku" 

//Di ujung shaf kutundukkan pandangan

Kupasrahkan jiwa dan ragaku

Tuk merengkuh pengharapan ridho-Mu....//. Juga 

Syahriannur Khaidir dalam puinya " PadaMu" 

//...PadaMu haruskah kukenali cemburu
Karena kucumbui Kau dengan rayuan semaunya
Dalam jalan pilihan para pendosa
Tak henti-hentinya menggedor pintu-pintu taubat//

   Sedang penyair-penyair lainnya tak kalah dalam mengagungkan kebesaran ramadan dengan menggambarkan kekhusuan dalam menjalankan perintah itu, seperti Septiannoor dalam cuplikan puisinya 

//Pulang mereka tergesa 

Dengan nasi dan sejumlah uang untuk para putra-putri mereka

Pakaian lusuh berjuntai dengan wajah berseri gembira

Ingin segera pulang untuk berbuka

Bersama keluarga meski hanya sedekah hari ini yang mereka terima//, kemudian

Septiannoor melanjutkan dalam puisi lain , berikut cuplikannya:

//....Certia terus berlanjut

Senyum dan tawa akhirnya selesai pada suara bedug disurau desa...//

RB Pramono dalam puisinya " Di Simpang Jalan Itu" 

//kau memanggilku
wajahmu lelah namun berseri
jarak cahaya telah kau tempuh
aku ingin bersimpuh

wahai sang Kekasih Jiwa...//
di puisi lain RB Pramono menulis  " Demi Masa" 

//...demi masa, aku tak ingin tumbang
sedang batin masih demikian kerontang

/demi masa, aku ingin bersujud tanpa hitungan
menjelang jemputan pulang//

Akhmad Asyari dalam puisi yang berjudul  " Hahaha"  

//...Sadar bila sakit

Istighfar hingga kelangit

Tafakkur bila syukur

Sujudpun sampai mendengkur

Hahaha...

Kau ini, ada-ada saja!//.

 

Di Tempat lain

Di Tempat lain Ramadhan juga adalah bulan sosial, gambaran itu diungkapkan dalam puisi-puisi penyair-peyair kita sehingga membentuk untaian antologi yang sangat indah. Berikut Shah Ri Zan, Bunergis Maryono, Iwan Bonick, Sarwo Darmono, dan Cuk Ardi.

Shah Ri Zan dalam puisnya " Kejam"

//....hanya akan memerangkap
ke suatu lembah yang paling hina
apa yang diciptakan
terbentuk dari dusta semata-mata
kemuliaan sepasang genggam tangan kekasih pasti akan berakhir
dengan penyesalan tidak bernoktah//

Bunergis Maryono dalam puisnya " Tiap Subuh " 

//....Melekat di benakku nama tiga toko yang selalu kami lintasi

Toko Kasih

Toko Iman

Toko Harapan

Penting di saat sekarang

Perlu zaman maya ini memiliki stock Harapan

Gudang Iman

Pabrik Kasih...//

Iwan Bonick dalam puisinya " Pesepedah Tua" 

//...Di jalan

Berbatu berkerikil bergelombang

Di jalan

Setapak tanah yang licin kala hujan

Di jalan

Beraspal namun berlubang

Di jalan

Menanjak nan melelahkan

Di jalan

Menurun terkadang menakutkan

Di jalan

Berhotmix yang rata mengasickan

Itu adalah sajadah panjangmu...//

Sarwo Darmono dalam geguritannya " Aku Hamung Melu" 

//...Merga aku hamung melu. Embuh aku ora weruh ,
Apa iki diarani Sedekah Aksara Kang iso gawe suka ,
Apa iki diarani nata Aksara mung isa diwaca
Aku ora Pirsa , Antuk Nugraha apa muspra ,
Sing baku aku melu Laku Prayoga lan Utama
Kabeh Mangga Kersa ,Pasrah Kersaning Gusti kang Paring Nyawa//

Cuk Ardi dalam puisinya " Sahabat" 

//...membaca tentang maha luasnya alam semesta
membaca tentang segala apa yang Tuhan cipta
membaca tentang ilmu Tuhan yang tak terhingga

marilah kita bersahabat dengan keagungan alqur'an
karena ia membuka kita pada kesadaran..//

 

Istimewanya Ramadhan

 

Tinta penyair adalah karya seni pikir penyair yang digoreskan dengan perantara aksara. Betapa dalam menahan lapar dan dahaga penyair kita membuahkan karya bermutu tinggi dalam tadarus puisi Sedekah puisi, yang betul-betul , dan sekali lagi penulis katakan sangat indah seperti berbagi keindahan. Berikut cuplikan-cuplikan puisi indah itu :  

 

Suhendi RI dalam puinya " Nirvana" 

 

//...Dalam kefanaan ia mengasingkan diri
Menembus batas semu surgawi
Menuju jalan budhi...//
Harkoni Madura denga puisinya " Cemara Udang Pantai Lombang" 
 

//....sapuan pucuk daun-daunnya mengisyaratkan ihwal pendakian
mengupak semestaku menuju rute-rute rindu
 

hampar pasir dan ikan-ikan yang berenangan
masih menjinjing sakaw dzikir penghujan
hingga pada jingkrak tubuh-tubuh sampan
kujumpa rekah jalan sebasah kayuhan firman
 

menyambut denyut senja yang berarak
kusyahadatkan kedirian lewat basuhan sajak-sajak
selagi jazad tak uzur meredup...//
MayaAzeezah dalam puisinya " Maafkanlah" 
 

//.../Memperlihatkan Hisab? 

Amal perbuatan selama ramadhan 

Ya, aku tercantum paling hitam 

Pada buku-buku malaikat/...//  

Faisal ER dalam puisinya " Sebuah Catatan Ramadhan"  

//Di ujung sajadah 

aku memeluk air matamu 

Menari dalam kenangan 

Sebagian yang lain 

mengejar impian sampai ke langit 

Mengubah dirinya menjadi bahasa tubuh, 

seperti puisi diam dalam makna....// 

Eri Syofratmin dalam puisinya Air mata jiwa
//...: Yang bersetubuh dalam jasad,
Bimbing Nurku. Siram, bersihkan
Bersama air suci dan zikir-zikir hening
Sampai air mata jiwaku mengalir,
Dari bilik-bilik lembah mata jiwaku.
 

Ya Nur Muhammad.....//
Faisal ER dalam puisinya Sebuah Catatan Ramadhan
 

//...Namun tangismu terdengar nyaring
Menunggu lailatul qodhar yang nyaris
Mulutmu yang gagap dan tanganmu yang lemah
Tak kuasa menggapai meskipun melambai
Doamu membakar sunyi yang sepi
Sujudmu kesenyapan yang sendiri//
 

Osratus dalam puinya " Protes tentang Sepasang Sandal Jepit"  

//...."mungkin, daripada hidup diselimuti kepurapuraan makanya mereka pulih bercerai. mungkin juga, ada sandal ketiga yang iseng. bisa jadi, aku dan dirimu penyebabnya. tapi bukankah menganggap pasti yang belum pasti, sama saja dengan bohongi diri sendiri? ...// 

Muhammad Affip" Dongeng Batu Puasa"  

//...Ketika ada orang gundah mencari arah lalu
daun berisik dan gugur bersama angin, batu dingin
menanti hujan menunggu matahari menyapa kembali.
--seorang bocah menangis kepalanya berdarah
O dari manakah kerikil yang buta arah?//.
 

Najibul Mahbub dalam puisinya Lautan berikut cuplikannya  

//Ketika Camar mencari peraduan 

Diantara karang-karang terjal 

Monyet memilih Senayan dalam genggaman 

Sedangkan kancil menjadi penguasa di lautan....// 

Mereka Melihat Malam Lailatulkadar 

Sungguhpun puisi, tak sembarang puisi, dan puisi pun dapat mengungkap rahasia alam, dan meraba Rahasia Allah dengan pengalaman batin dan pengalaman lahiriahnya dalam hidup ini. Penyair --penyair pun mendapatkan kesempatan melihat Malam Lailatulkadar dengan goresan tintanya itu. 

Arie Png Adadua dalam puisi " Pada Malam Lailatulkadar II" : 

//...seorang muslim terpilih 

ke luar surau usai i'tikab bersendiri 

di malam hitungan ganjil 

diam terpaku di satu langkah kecil// 

...//tak ada angin semilir 

pikiran dan hatinya dalam dzikir 

malihat daun-daun merunduk 

seakan-akan khusyuk rukuk 

jagat raya dan alam sekitar 

seperti diam berhenti berputar  

pada malam lailatulkadar...// 

Dzul Halim dalam puinya " Aku ingin mengecup keningmu". 

//...Bait-bait diri melayang menerjang mega-mega,
Tergantung pada doa yang entah kemana singgah...//
Dzul Halim dalam puisi lainnya " Rindu".
//...Bahkan samar berjelaga.
 

Hanya gulita berselimut fatamorgana dalam diam
Yang terus membungkam...//
 

Parijem dalam puisi "Jika tlah" :  

//azan memanggilku bukan berkumandang 

shalat adalah jalanku bukan perkara 

puasa itu rutinitas bukan lagi sunah atau wajib 

zakat menjadi bagianku bukan satu perintah 

Naas menjadi terutama tak utama, 

Tlah, 

Akhir nafasku// 

Sami'an Adib dalam puisinya " Di Malam ke-21 Ramadan " :kenangan puasa di bawean"  

//... "assalamualaikum, salam bahagia dan kesejahteraan 

kami hantarkan bersama sejinjing remah persaudaraan"...// 

Yanu Faoji dalam pusinya " Pancaran Makrifat" 

//....Yang melarungkan tuna waca Merangkul shidiq pada setiap hembusan nafas  

Dan meniupkan jilat yang melalap Membasah kuyupkan seluruh tubuh ... 

Alek Brawijaya dalam puisnya " Mazhab Bulan"  

//...Kucatat semuanya dalam satu malam
sampai tiba fajar akan kugabungkan
menjadi sebuah mazhab perjalanan menuju bulan...//

 

Menutup Sedekah Puisi dengan Kefitrian  

     Hingga tiba saatnya akan berganti bulan lulus kita berpuasa sebulan lamanya. Segala ibadah dalam kemulian bulan Ramadhan telah ditukan dengan kefitrian di tiap-tiap manusia. Lalu timbul pertanyaan , seperti yang diungkapkan Riswo Mulyadi dalam puisi nya " Apakah Aku Puasa" berikut cuplikannya: 

//...jika pun aku puasa
apakah akan kembali ke fitri
jika lebaran kujadikan ajang riya..//. 
Kemudian 
 

Agustav Triono  dalam puinya " Ramadhan dan Syawal "  menandai dua bulan yang selalu disambut umat Islam seperti dalam puisinya : 

//Ramadhan dan Syawal adalah sebuah penantian sekian purnama berlalu leliku hidup perjalanan
Seclurit bulan penanda kedatangan dinanti dengan gembira hati
Harihari bertabur religi
Pun berhias hargaharga melambung tinggi
 

Ramadhan dan Syawal adalah sebuah perjumpaan...//. 

Digambarkan dalam suasana lain penyair Zaeni Boli dalam puisinya Malam Hampir Lebaran , berikut cuplikannya:   

//Adakah cinta
Masih menempel di hati kita
Saat Ramadhan berlalu
Tak ku lihat airmatamu//.
 

Di jelang Idul Fitri potret-potret pun mulai muncul seperti digambarkan penyair Barokah Nawawi dalam cuplikan puinya " Pencari Zakat" : 

//....Ibu-ibu paruh baya yang masih kuat berlari 

Terus berlari menyongsong derma yang mengalir 

Dari rumah ke rumah sampai ke sudut kota yang terpinggir 

Berselubung tatapan letih dan wajah yang menghiba. ...// 

     Penyair Akhmad Asyari pun menghiasi lebaran dengan puisi indahnya , berikut cuplikannnya : 

//...Anak-anak sudah bingung 

Tidak bisa membedakan antara tahu dan tempe 

Karena bahannya sama dari kedele...//. Sedang penyair Yudhi Ajha dalam puisinya merekam  Malam Lebaran:  

//....Sementara aku di sini, 

di balik jendela tua yang mulai berderit, 

memandangi mereka dengan seribu kenang. 

Tanpa terasa waktu bergulir begitu cepat. 

Bocah-bocah kecil yang bergembira di halaman Masjid itu adalah aku yang dulu ceria jika setiap kali tiba malam Lebaran....//. Untuk kemudian penyair 

Bambang Widiatmoko dalam puisnya menulis  Idul Fitri di Bukit Barchan:  

//...Kita telah duduk melipat kaki 

Terasa butiran pasir menjalar di kanan dan kiri 

Mendengar dengan khidmat kotbah Idul Fitri 

Lantas begitu saja kusadari 

Di tepi pantai ini - kekosongan hati....//. Dan akhirnya bertebaran keindahan Ramadhan dan Idul Fitri.  

     M Sapto Yuwono dalam puisinya menyingkat semua puisi-puisi dalam Tadarus Sedekah Puisi dengan  " Fitrah Hati"  

//Sebait saja kulambaikan padamu 

Saat renung tuai rasa, saat jiwa putus asa 

Kutuangkan bentuk tulus 

Fitrah hati...// 

(Rg Bagus Warsono, Kurator di HMGM) 

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun