Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Doa Air Mineral

12 November 2019   19:07 Diperbarui: 13 November 2019   09:03 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:education.minecraft.net

 "kmu ke rumah habib usman. Bilng bpk kambh. Mnta doany sm air. Pokny km hrs bw air itu skrng. Smpkn slm ibu."

Langit masih pekat. Bumi yang basah setelah diganjar hujan semalaman tak mampu meredam kecemasanku setelah keterima pesan itu : menemui Habib Usman.

***

Kilatan lampu dari papan reklame terhampar di sepanjang jalan. Aku menyopir sambil setengah melamun. Dini hari ini harus kutemui sang habib untuk minta air yang sudah didoai. Aku tersenyum kecut sambil menggeleng kepala sendiri.

Aku membayangkan wajah Pak Bara yang tergolek letai. Dengan napas agak berat. Selang infus di lengannya. Betapa galau istri dan anaknya, harus menunggui dengan debar penuh harap agar Pak Bara segera pulih.

Lamunanku makin nyasar gak karuan. Eh, manusia memang rapuh  bila didera sakit. Ia bisa sangat kecil jika gerogotan penyakit itu membuatnya berhadapan dengan maut. Lidah yang kerap bersilat seolah tak berdosa, berganti dengan desahan dan panjatan doa. Sampai doa pribadinya diyakini tak cukup, harus meminjam lidah anak yatim atau kiai.

Semua bisa terjadi secara tiba-tiba. Tanpa siasat atau perlawanan. Atau kehendak untuk menenggat waktu. Termasuk datangnya bencana dan bala. Bayangan wajah Pak Bara makin dekat. Sedekat siluet malam yang kutatap jelas dari balik kaca mobil. Sebagai teman, sahabat, dan juga bawahannya, aku tak mungkin mengacuhkan. Dia tokoh besar yang sangat diandalkan. Banyak intrik brilian lahir dari otaknya. Meski tak jarang dibumbuhi kepalsuan dan keculasan.

Siapa pun akan memuji Pak Bara jika bibirnya sudah nyerocos di depan mik. Gaya bicaranya lugas, bernas, dan cekatan. Apalagi kalau ia melafalkan ayat-ayat suci, pasti membuat banyak mata terkesima.

Sepak terjangnya sebagai aktivis Angkatan 66, telah mencatatkan nama Pak Bara satu dari sedikit tokoh politik yang flamboyan. Banyak jenderal dibuat kalang kabut dan panas hati oleh celotehnya. Hingga, ia pun sempat mencicipi penggapnya hidup tinggal di jeruji besi.

Pak Bara sangat mengagumi Ayatullah Khomeini. Buku dan artikel yang memuat tokoh pujaannya itu sudah dilahapnya. Bahkan, ia rela merogoh puluhan juta rupiah keceknya dan pergi keliling dunia hanya untuk berburu literatur yang memuat kedua pimpinan besar dunia tersebut. Dia selalu mengutip ucapan Khomeini, berikut jargon-jargon politiknya.

Suatu ketika, di sejumlah daerah lagi ribut soal gerakan Islam radikal. Pak Bara sangat intens mengamati bahkan berusaha menjadi bagian dari pergulatan wacana itu. Saat menghadiri diskusi kampus, Pak Bara tampil dengan memakai kaus bergambar Ayatullah Khumeini. Seorang mahasiswa bertanya, apakah gambar tokoh di kaus itu mewakili kepribadian dan pandangan dia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun