Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengganti atau Memecat Mandor Bangunan

25 Agustus 2019   00:13 Diperbarui: 25 Agustus 2019   04:16 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Begitulah kemudian, pada suatu Minggu saya dimintai tolong oleh Sarwan. Ya, karena pekerjaan saya mulai "ringan", saya pun dilibatkan Sarwan dalam pekerjaan yang "ditinggalkan" oleh Lia untuk memberi instruksi sekaligus menghitung besaran upahnya.

Pekerjaan itu adalah pemasangan batako sepanjang lebih 20 meter dan tingginya sekitar 1-4 batako, tergantung elevasi permukaan tanahnya. Dan, dilakukan pada hari Minggu sekitar pkl. 11.00 WITA sampai selesai dalam satu hari.

Sebenarnya saya lelah dan jenuh, karena situasi pekerjaan utama saya sekaligus jarak yang jauh (lebih 10 km) antara tempat tinggal sementara dan lokasi projek. Saya ingin beristirahat satu kali dalam satu minggu.

Yang semakin melelahkan dan menjenuhkan ialah harga jasa yang diminta oleh Odang. Hanya tersebab oleh keterpaksaan untuk pekerjaan berdurasi cepat, saya berkompromi di luar standar umumnya.

Dari pekerjaan pertama berlanjut ke pekerjaan kedua, yakni penimbunan dan pemasangan keramik lantai dengan negosiasi harga yang rasional. Akan tetapi pekerjaan tidak bisa diselesaikan dalam satu-dua hari, karena ada pekerjaan lain yang sedang dilaksanakan oleh tukang besi.

Sambil menunggu pekerjaan tukang besi selesai untuk dilanjutkan dengan pemasangan keramik lantai, muncul pekerjaan ketiga, yakni pemasangan pipa air kotor, dan pembuatan bak kontrol. Anggaplah sebagai kompensasi waktu tunggu.

Harga jasa pekerjaan ketiga pun meningkat. Hasilnya, bagaimana?

Sangat mengecewakan. Air masih tergenang di sebuah bak kontrol, dan tidak juga diperbaiki pada hari lainnya, padahal pembayaran sudah penuh (100%).

Pekerjaan bak kontrol belum 100%, Sarwan memberi tahu bahwa akan ada pekerjaan keempat, yaitu penimbunan/pengurukan, perkerasan, pembuatan sumur peresapan, dan penataan eksterior di sudut belakang sekolah. Saya diminta lagi oleh Sarwan untuk mencari material serta menghitug upah tukang (Odang).

Saya pun membicarakan perihal pekerjaan itu dengan Odang, bahkan sketsa rencana pekerjaan langsung dibawa Odang. Lalu Odang mengajukan harga jasa pekerjaan. Nilanya sangat fantastis!

Waduh, tukang macam ini; diberi hati malah merogoh jantung?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun