Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengganti atau Memecat Mandor Bangunan

25 Agustus 2019   00:13 Diperbarui: 25 Agustus 2019   04:16 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Jadi, kami pakai arsitek lain?"

"Ya!" Secara spontan saya menjawab pertanyaan Sarwan.

Seketika air muka Sarwan berubah. Mungkin Sarwan kecewa sekali atas jawaban saya itu. Wajar, sih, karena baru kali ini saya secara tegas menolak permintaannya di hadapan kawan-kawan, bahkan di hadapan Demun.

Saya tidak bisa berusaha keras menyenangkan hati seorang kawan semacam Sarwan pada saat saya "terpaksa" mengalami "kesengsaraan", apalagi keberadaan saya di Kupang karena panggilan darinya. Saya tidak mampu menolong/membantu seorang kawan pada saat saya sendiri masih dalam kondisi sedang suntuk mengerjakan suatu pekerjaan.

Maka, meskipun tidak formal-tertulis, penggantian tenaga arsitek dari penolakan saya dan menyiapan arsitek pengganti saya itu sudah tepat. Saya tidak akan bertanya, "Mengapa posisi saya diisi oleh orang lain tanpa sepengetahuan saya?"

Arsitek Lain
Namanya Lia --- samaran saja. Belum sampai lima tahun arsitek lulusan sebuah PTN di Jawa ini berada di ibu kota provinsi leluhurnya.

Lia "menyanggupi" permintaan Sarwan untuk menangani pekerjaan yang saya tolak itu. Gagasannya cukup asyik, yaitu ruang kelas berasal dari kontainer bekas.

Selama beberapa hari Lia mencari informasi seputar keberadaan kontainer bekas dan harganya. Itu pun Lia dibantu kawan kami lainnya hingga ke tempat penyimpanan kontainer bekas di pinggiran wilayah sebuah pelabuhan bongkar-muat barang dan penumpang.

Singkatnya, gagasan cukup asyik itu batal alias tidak terealisasi. Saya tidak diberi tahu oleh Sarwan mengenai "mengapa" dan "bagaimana" sampai batal. Saya pun tidak perlu mengetahuinya.

Kepala Tukang Bernama Odang
"Kalau ada apa-apa untuk pekerjaan ini, langsung saja berhubungan dengan Abang ini."

"Baik, Pak."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun