Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ada Apa dengan Pantai De Locomotief di Sungailiat?

14 Desember 2018   19:42 Diperbarui: 15 Desember 2018   17:16 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri
Dokpri
Patung-patung kayu serupa, misalnya banteng dan burung garuda, dengan teknik pengerjaan semacam itu, paling tidak, bisa menambah wawasan mengenai seni kriya kepada pengunjung awam. Ya, juga bukan sekadar pengisi ruang dengan estetika lumrah-jamak.   

dokpri
dokpri
Selain patung-patung itu, di bagian ujung sebelah kiri nanti ada patung-patung yang sempat menjadi salah satu daya tarik (point of interest, point of view, atau ikon) ketika DL masih berkembar siam dengan Pantai Tongaci. Sebarisan Pasukan Terakota (Terracotta Army)!

Seorang grilyawan Terakampung tertangkap kamera
Seorang grilyawan Terakampung tertangkap kamera
Berbeda dengan patung-patung kayu dalam hal teknik, patung-patung Pasukan  Terakota dipahat saja. Meski begitu, patung-patung yang mengadopsi sebagian dari Pasukan Terakota semasa Dinasti Qin dengan kaisarnya bernama Qin shi Huang (210-209 SM) di Xian, Prov. Shaanxi, Tiongkok itu memang memperkuat barisan daya tarik DL sehingga sering dimanfaatkan oleh pengunjung untuk berswafoto.

Perpustakaan

Di sini ada perpustakaan (library), bahkan 2 perpustakaan. Satu perpustakaan berada di depan atau di sebelah tempat penjualan barang-barang seni-kerajinan tangan (Art Shop).  Perpustakaan di sayap kiri jalan paving block masuk DL itu dibuka untuk umum (tanpa pintu).

Satunya lagi berada di belakang, yaitu Perpustakaan Garuda (Library Garuda). Selain terdapat buku-buku, juga pada etalase sekaligus dinding depannya terpajang telepon dan kamera kuno.

Perpustakaan Garuda (Dokpri)
Perpustakaan Garuda (Dokpri)
Di Perpustakaan Garuda anak-anak tidak diperkenankan masuk. Hal ini tertera pada sisi pintu masuknya. Saya menduga (karena tidak berani masuk!), di dalamnya terdapat buku-buku bermutu yang sudah susah didapatkan.

Anak-anak Dilarang Masuk
Anak-anak Dilarang Masuk
Di luar dua perpustakaan tadi, di sayap kanan jalan masuk terdapat sebuah mobil kombi yang berisi tumpukan buku. Di situ saya sempat menengok beberapa pengarang bukunya, misalnya Gorys Keraf, Pearl S. Buck, dan lain-lain. Saya tidak mengetahui, mengapa buku-buku itu berada di situ atau apa tujuannya.

Museum

Di samping siku kiri Perpustakaan Garuda ada sebuah musem. Namanya Museum Garuda. Akan tetapi, pintu museum tertutup, dan kami tidak bisa melihat satu per satu koleksi dalam museum.

Namun keberadaan museum ini menjadi nilai lengkap atau malah tambah DL jika sejak semula DL dimaksudkan sebagai salah satu objek wisata edukasi, dan wisata sejarah yang entah sejarah siapa. Paling tidak, para pengunjung dapat memeroleh hal berbeda di pantai ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun