Kedua, Pileg 2019 jelas krusial bagi keberlangsungan hidup kader partai. Target kursi 4-9% tidak bisa diraih hanya dengan menunggu keajaiban ataupun belas kasihan dalam situasi persaingan yang sengit dan sarat intrik.
YIM tidak bisa berharap pada Gerindra, PAN, dan PKS. Ketiga partai pengusung kontestan nomor 02 itu pun sedang cemas, terlebih sebagian kader-kader mereka di daerah kantong kontestan nomor 01 tidak berani mengambil risiko fatal sehingga lebih mementingkan kemenangan mereka masing-masing daripada mengusung kontestan koalisi nomor 02.
Di beberapa daerah, semisal salah satu daerah di NTT, Â ada daerah pilihan (dapil) yang tidak terisi oleh caleg dari PBB. Ketiadaan caleg dari PBB, kemungkinannya, adalah popularitas PBB yang kurang meyakinkan.
Berikutnya, di beberapa kantong pendukung Jokowi, PBB juga hadir. Sayangnya lagi, popularitas Jokowi sudah terbentuk selama 4 tahun dengan pencapaian-pencapaian yang signifikan. Mau-tidak mau, YIM melakukan manuver yang lebih berprospek, 'kan?
Ketiga, elektabilitas Jokowi yang moncer di beberapa daerah. Upaya "mendompleng" elektabilitas tokoh merupakan hal yang biasa, terlebih ketika elektabilitas YIM dan PBB belum juga mampu mencapai taraf yang meyakinkan.
Meski tidak perlu terang-terangan menjadi koalisi, paling tidak, peluang masih terbuka di daerah-daerah luar kantong massa Jokowi. Bermain di dua kaki itu biasa dalam politik, 'kan?
Sementara pada Selasa (6/11) Direktur Eksekutif Median Rico Marbun menyampaikan analisisnya mengenai merapatnya YIM ke kubi Jokowi sebagai pendekatan sembari menunggu tawaran dari Prabowo.
"Dengan memutuskan menjadi pengacara prodeo, pesan terbuka ke dua arah, baik ke Jokowi dan Prabowo, jelas terasa. Tinggal siapa yang menyambut lebih dulu," kata Rico.
Menurut Rico, Yusril sudah beberapa kali mengeluhkan koalisi Prabowo-Sandi yang dianggap minim solidaritas. Bahkan, saat pendaftaran peserta pemilu, Yusril terang-terangan memuji koalisi Jokowi-Ma'ruf yang dinilai lebih ramah.
Selain itu, lanjut dia, Yusril belum melihat keuntungan elektoral yang akan diraih PBB andai mendukung Prabowo di Pilpres 2019. Karena itu, Yusril pun mulai membuka komunikasi dengan kubu Jokowi.
Jadi, ya, tidaklah luar biasa dalam dinamika politik praktis jika tokoh yang berseberangan kemudian bisa berdekatan bahkan merapat. Yang penting, Pemilu 2019 terselenggara dengan lancar, damai, dan sukses sehingga pemerintahan dan tata kelola kehidupan berbangsa-bernegara tetap berada dalam jalur semestinya--sesuai dengan konstitusi dan ideologi negara--hingga pemilu-pemilu selanjutnya.
*******
Kupang, 5-6 November 2018 Â