Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Mengintip Manuver Yusril Merapat ke Jokowi

7 November 2018   20:30 Diperbarui: 9 November 2018   11:40 1757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yusril Ihza Mahendra, saat wawancara di kantor redaksi Kompas.com, Jakarta, Selasa (5/4/2015). (KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)

Tidak ada yang luar biasa dalam dinamika politik praktis jika tokoh yang berseberangan kemudian bisa berdekatan bahkan merapat untuk sebuah hajatan bernama "Pemilu". Demikian pula dengan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH., M.Sc. (YIM) pada Senin, 5/11/2018 yang merapat ke kubu nomor 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amien, sebagai pengacara.

Berseberangannya YIM-Jokowi yang paling mencolok adalah ketika YIM menjadi pengacara dalam tim kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada Selasa, 23/5/2018.

“Saya rasa ini tugas mulia diamanahi kepada kami dan kami juga dengan ikhlas membantu beliau-beliau. Sebagai saudara sesama muslim kewajiban kami saling membantu. Orang bukan Muslim pun kalau dizalimi wajib kami membelanya. Apalagi sesama Muslim,” ujar YIM waktu itu dalam konferensi pers di 88 Kasablanka Office Tower, Tebet, Jakarta Selatan.

HTI resmi dibubarkan oleh pemerintah pada rabu, 19/7/2017, berdasarkan pencabutan status hukumnya melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI. Pembubaran itu pun sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Sedangkan pada Selasa, 8/5/2018, ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu pun mempersilakan mantan anggota HTI menjadi kader PBB. Yusril siap memfasilitasi eks anggota HTI apabila bergabung dengan partainya. Bahkan Yusril siap mengakomodir mantan anggota HTI yang ingin maju menjadi calon legislatif (caleg). Yusril mengakui ada beberapa mantan anggota HTI yang mendaftar menjadi caleg.

"Kalau kemudian orang-orangnya bergabung dan mendukung PBB, jadi ya tidak masalah," katanya di kantor HTI, Crown Palace Tebet, Jakarta Selatan.

Di samping itu YIM sudah menyatakan sikap berseberangnya dengan Jokowi. "Sikap kami juga kepada Pak Jokowi tegas mengatakan bahwa PBB tidak akan mendukung Pak Jokowi," tegasnya pada Senin, 16/4, di Kantor Bareskrim Mabes Polri di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat.

Dalam kontestasi Pilpres 2019 antara YIM dan Jokowi sempat "akan" berseberangan lagi, meski baru sebatas rekomendasi internal PBB. Hasil Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PBB di Jakarta, Minggu, 6/5/2018 yang diselenggaran selama tiga, salah satunya adalah merekomendasikan YIM sebagai calon presiden atau wakil presiden pada Pemilu 2019.

Jauh tahun atau pasca-Pilpres 2014, YIM merapat ke kubu Prabowo-Hata Rajasa. YIM dipercaya oleh Prabowo-Hatta untuk memberi keterangan sebagai ahli dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) karena Prabowo Subianto-Hatta Rajasa tidak mau menerima hasil pilpres yang dimenangkan oleh Jokowi-Jusuf Kalla.

Sekilas tentang YIM, PBB dan Calon Presiden

Sebagian orang Indonesia mengetahui, YIM bukanlah pendatang baru dalam politik praktis Indonesia. Konon, YIM salah seorang penulis pidato-pidato Presiden Soeharto. Yang bukan konon, pakar Hukum Tata Negara ini pernah menjadi menteri di era rezim lainnya.

Di era rezim Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, YIM menjabat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Indonesia (1999-2001). Di era rezim Megawati, YIM menjabat Menteri Hukum dan Perundang-undangan Indonesia (2001-2004). Di era rezim Soesilo Bambang Yudhoyono, YIM menjabat Menteri Sekretaris Negara (2004-2007).

Pada Pemilu 1999 YIM maju sebagai calon presiden (capres), dimana kompetitornya pada waktu itu adalah Gus Dur dan Megawati. Waktu itu Amien Rais menjabat sebagai Ketua MPR RI 1999-2004, dan pilpres dilakukan oleh DPR dan MPR.

Hasilnya, YIM kalah. Kekalahan itu meninggalkan catatan "buruk" bagi YIM terhadap Amien Rais, dan rekam jejak dusta itu tersiar di CNN.Com edisi 3/3/2018.

"Saya sudah sering mengatakan Amien Rais itu berdusta. Sampai hari ini Amien Rais tidak berani men-challenge omongan saya tidak benar. Itu fakta sejarah," ucapnya di kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (2/3).

YIM juga penggagas dan pendiri PBB, yang mana PBB resmi berdiri pada 17 Juli 1998. Ia menjabat ketua umum PBB sejak 1998 s.d. 2004, dan pada 26 April 2015 terpilih kembali. PBB atau kepanjangannya sering diplesetkan sebagai "Provinsi Bangka Belitung" itu memang rutin menjadi peserta pemilu (1999, 2004, 2009, dan 2014).

Tentunya tidak mudah menghidupi sebuah partai, apalagi kini berusia 20 tahun. Bukan berita langka jika ada partai yang "wajib" dihidupi oleh kontestan terpilih dalam suatu pilkada yang akhirnya menyeret si kontestan terpilih ke penjara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), semisal mantan Gubernur Jambi 2016-2021.

Pemilu 2019 PBB menjadi peserta lagi dengan nomor 19 dari total 20 partai. Ke-20 partai peserta Pemilu 2019 adalah PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, NasDem, Partai Garuda, Partai Berkarya, PKS, Perindo, PPP, PSI, PAN, Hanura, Demokrat, Partai Aceh, Partai Sira (Aceh), Partai Daerah Aceh, Partai Nanggroe Aceh, PBB, dan PKPI.

"Pada hari ini, Selasa, tanggal 6 bulan Maret 2018, bertempat di kantor KPU, KPU telah melakukan rapat pleno tanggal 4 Maret 2018, menetapkan Partai Bulan Bintang sebagai partai peserta Pemilu 2019," ujar komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (6/3/2018).

YIM, Jokowi, dan Ahok

Sementara itu sebagian orang mengetahui bahwa Jokowi berduet akrab sekaligus berkawan karib dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sejak Jokowi-Ahok berduet dan menang di Pilkada DKI Jakarta 2012. Meski akhirnya "berpisah", bahkan Ahok mendekam di penjara Mako Brimob karena kasus penistaan agama berdasarkan vonis hakim pada Selasa, (9/5/2017) Ahok tetap menganjurkan para pendukungnya (Ahokers) untuk mendukung Jokowi dalam Pilpres 2019.

"Ahokers sejati pasti tegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan. Tidak Boleh golput. Tetap pilih Ahok dan sahabatnya. Salam BTP," pesan Ahok berupa tulisan dan tanda tangan, yang dibuat di Mako Brimob pada 4/5/2018.

Pesan itu pun dilaksanakan oleh Ahokers untuk Jokowi-Ma’ruf Amien  dalam acara “Curhat Ahoker” di Sarinah Jakarta Pusat, Rabu, 15/8. "Acara ini dibuat untuk menyikapi kegalauan Ahoker pasca pengumuman Capres dan Cawapres, dimana Jokowi memilih KH Ma'ruf Amin" kata Penggagas acara Gus Soleh.

Kekariban Jokowi-Ahok berbanding terbalik dengan Ahok-YIM. Di daerah asal YIM dan Ahok, yaitu Belitung Timur (Beltim), hubungan keduanya sangat kurang harmonis.

Sebagian orang Beltim sudah mengetahui seberapa kurang harmonisnya hubungan antara YIM sekeluarga besar dan Ahok sekeluarga besar dalam realitas politik praktis di sana. Masing-masing memiliki keberpihakan di antara keduanya.

Pada Senin, (5/11) YIM merapat ke pasangan nomor 01, ternyata, malam sebelumnya (Minggu malam, 4/11) adik Ahok, Basuri Tjahaja Purnama alias Yuyu mendukung pasangan tersebut. Yuyu juga mantan Bupati Beltim 2010-2015.

"Saya ikut mendukung blusukan atau tim apa pun yang ada hubungannya untuk memenangkan capres nomor 1, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, untuk kebaikan dan kejayaan negara Indonesia," kata Yuyu di Hotel Aston Inn Semarang.

Pada kontestasi Pilbup 2015, sebagai petahana Yuyu dikalahkan oleh kakaknya YIM, Yuslih Ihza Mahendra. Yuslih yang berpasangan dengan Burhanudin meraih 51,28% (32.015 suara), Yuyu yang berpasangan dengan Fezzy Uktoloseja meraih 31,56% (19.698 suara). Lainnya oleh pasangan Usmandie-Musdiyana.

Meski ada wacana untuk "menarungkan" antara YIM dan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017 setelah kemenangan 1-0  antara klan Mahendra vs. klan Purnama di Beltim, YIM tidak berminat.

Realitas dinamika politik terkini secara gamblang menampilkan rivalitas politik tidak "wajib" sama di setiap daerah. Politik tingkat regional bahkan dalam satu daerah yang sama tidaklah berarti akan berseberangan di tingkat nasional.

YIM dan Prabowo

YIM pernah "membantu" Prabowo dalam gugatan ke MK pasca-Pilpres 2014, meskipun akhirnya tetap kalah. Ia juga andil dalam pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

Tetapi, ia kecewa pada Prabowo yang tidak memilih seorang ulama sebagai cawapres untuk maju ke Pilpres 2019. Bahkan ia menyebut Prabowo telah memfitnahnya, terkait dengan Koalisi Keummatan  dalam acara Ijtimak Ulama di Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat (26-29/7/2018). Koalisi itu disebutnya "koalisi fatamorgana" melalui akun Instagram @yusrilihzamhd, seperti diakses Detik.Com, Selasa (14/8/2018)

"Apalagi Ketua Umum Gerindra secara terbuka memfitnah saya dengan mengatakan bahwa beliau memang mengaku terus terang tidak pernah berbicara dengan Ketua Umum PBB karena 'tiap kali dihubungi beliau selalu berada di luar negeri'. Mana ada aktivis PBB yang membela ketua umumnya yang diperlakukan seperti itu?" ujarnya.

Ia menyampaikan, fungsionaris DPP PBB menghubungi Partai Gerindra dan PAN sebagai penggawa Koalisi Keummatan, yang digagas Rizieq. Namun tak ada respons sama sekali dari Gerindra ataupun PAN. Gerindra, PAN, dan PKS dinilainya tak menunjukkan simpati kepada PBB. Seolah-olah, mereka menginginkan PBB mati. Simpati malah datang dari partai sekuler.

Kemudian, pada kontestasi Pilpres 2019 ia mengatakan keengganannya bergabung dengan Prabowo-Sandi dengan alasan yang terkait dengan pencalegannya dan "nasib" PBB. 

"Kalau saya diminta menjadi tim suksesnya Pak Prabowo-Pak Sandi, saya kan akan all out kampanye siang malam mengkampanyekan Pak Prabowo-Pak Sandi, tapi harus diingat saya juga jadi caleg di Jakarta Utara. Kan bakal habis waktu saya untuk kampanye Pak Prabowo-Pak Sandi," ujarnya.

Persoalan penyebab kegagalan meraih "kesempatan emas" di Pemilu 1999, barangkali, juga tidak bisa dianggap "sekadar" politik praktis. Dengan membuka kekecewaan perihal "dusta" seorang Amien Rais dan keengganan untuk berkolaborasi dalam koalisi, YIM benar-benar serius terhadap pendiri PAN yang juga pendukung Prabowo-Sandi.

Target dan Hasil Survei untuk PBB

"Seluruh kader saya minta fokus ke Pileg agar PBB memperoleh suara di atas 4 persen dan kembali eksis di DPR," kata YIM dalam sebuah keterangan tertulis, Jumat, 10/8.

Sebelumnya, Selasa,  6/3/2018, usai PBB lolos ke kontestasi Pileg 2019, di kantor KPU Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, YIM berharap, "Mudah-mudahan PBB sukses dalam menghadapi pemilu yang akan datang, setidak-tidaknya nomor urut 19 dapat 9 persen begitu."

Dan, sebelumnya lagi, bahkan sebelum dinyatakan lolos oleh KPU, ketika meresmikan Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC) PBB di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu, 7/10/2017. "Saya yakin bisa melampaui parlemen threshold (ambang batas) dengan perolehan suara di atas 4 persen, agar PBB bisa memiliki wakil di DPR dan memiliki fraksi sendiri," katanya.

Di samping itu, dalam rilis hasil survei PolcoMM pada Senin, 26/3, elektabilitas PBB berada di urutan ke-3 dari bawah dengan perolehan suara 0,25%.  Urut-urutannya adalah PDIP 19,25%, Gerindra 14,42%, Golkar 13,08%, Demokrat 7,08%, PKB 4,50%, PKS 3,92%, PAN 3,75%, NasDem 2,57%, PPP 2,50%, dan Hanura 1,67%. Urutan 5 terbawah dimulai dari Perindo 1,17%, PSI 0,33%, PBB 0,25%, Partai Berkarya 0,08%, dan Partai Garuda 0,08%.

"PBB sebagai partai yang masih minim sosialisasi dan belum punya anggota DPR RI dan tidak punya menteri, juga media, maka jelas tidak spontan ada dalam pemikiran orang ketika ditanya secara spontan," kata Ketua Bidang Pemenangan Presiden PBB Sukmo Harsono (26/3) terkait dengan hasil survei tadi.

Selain itu, bukan hanya untuk 2019. Masih ada 2024, 2029, dan seterusnya. Untuk apa mendirikan partai jika suatu waktu ditelan bumi, 'kan?

Tidak Ada Makan Siang yang Gratis

"Duel ulang" antara Jokowi-Prabowo dalam Pilpres 2019 setelah 2014 sudah terbaca oleh pakar Tata Negara ini. Ketika itu muncul isu adanya "poros ketiga".

"Mungkin saja terbentuk namanya politik. Kemarin kita bilang agak sulit tapi sekarang bisa terjadi tapi bisa juga hanya ada dua paslon. Kalau sudah mengerucut pasangan itu Pak Prabowo dan Jokowi nampaknya agak sulit muncul poros ketiga," kata YIM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/4/2018).

Terbukti, 'kan, apalagi YIM "terpaksa" tidak melaksanakan mandat partainya sendiri untuk maju pada Pilpres 2019, baik sebagai capres maupun wapres,  dalam Mukernas PBB, Minggu, 6/5/2018?

"Perkiraan saya kalau head to head sekarang Pak Prabowo dengan Pak Jokowi kemungkinan Pak Jokowi akan memenangkan pertarungan ini," ujarnya pada 9/4.

Catat, kemungkinan Pak Jokowi akan memenangkan pertarungan ini. Lalu, terkait dengan sikap-sikap berseberangannya dengan Jokowi dalam hal HTI, dan lain-lain seperti yang tertera awal tulisan ini.

Nah, kini (5/11), ada apa, ya, kok YIM mau merapat?

 "Ada apa" juga bukanlah hal yang luar biasa dalam dinamika politik praktis jika tokoh yang berseberangan kemudian bisa berdekatan bahkan merapat. Tentu saja "ada kepentingan". Bukankah ada ungkapan politis, bahwa "Tidak ada kawan atau lawan abadi", dan "Tidak ada makan siang yang gratis"?

Merapatnya YIM, patut diduga, terkait dengan beberapa hal. Di antaranya, adalah, pertama, keterlibatan dalam dalam pemerintahan jika Jokowi menang sekaligus ia gagal masuk Senayan. Paling tidak, ada kader PBB yang bisa berkontribusi sebagai menteri di kabinet Jokowi nanti.

Sebagai mantan menteri sekaligus pendiri partai, tentunya, tidak akan membiarkan kader-kadernya hanya menjadi penonton dalam tatanan negara-bangsa. Ada semacam tanggung jawab moral yang bisa disepakati oleh sebagian masyarakat umum.

Kedua, Pileg 2019 jelas krusial bagi keberlangsungan hidup kader partai. Target kursi 4-9% tidak bisa diraih hanya dengan menunggu keajaiban ataupun belas kasihan dalam situasi persaingan yang sengit dan sarat intrik.

YIM tidak bisa berharap pada Gerindra, PAN, dan PKS. Ketiga partai pengusung kontestan nomor 02 itu pun sedang cemas, terlebih sebagian kader-kader mereka di daerah kantong kontestan nomor 01 tidak berani mengambil risiko fatal sehingga lebih mementingkan kemenangan mereka masing-masing daripada mengusung kontestan koalisi nomor 02.

Di beberapa daerah, semisal salah satu daerah di NTT,  ada daerah pilihan (dapil) yang tidak terisi oleh caleg dari PBB. Ketiadaan caleg dari PBB, kemungkinannya, adalah popularitas PBB yang kurang meyakinkan.

Berikutnya, di beberapa kantong pendukung Jokowi, PBB juga hadir. Sayangnya lagi, popularitas Jokowi sudah terbentuk selama 4 tahun dengan pencapaian-pencapaian yang signifikan. Mau-tidak mau, YIM melakukan manuver yang lebih berprospek, 'kan?

Ketiga, elektabilitas Jokowi yang moncer di beberapa daerah. Upaya "mendompleng" elektabilitas tokoh merupakan hal yang biasa, terlebih ketika elektabilitas YIM dan PBB belum juga mampu mencapai taraf yang meyakinkan.

Meski tidak perlu terang-terangan menjadi koalisi, paling tidak, peluang masih terbuka di daerah-daerah luar kantong massa Jokowi. Bermain di dua kaki itu biasa dalam politik, 'kan?

Sementara pada Selasa (6/11) Direktur Eksekutif Median Rico Marbun menyampaikan analisisnya mengenai merapatnya YIM ke kubi Jokowi sebagai pendekatan sembari menunggu tawaran dari Prabowo.

"Dengan memutuskan menjadi pengacara prodeo, pesan terbuka ke dua arah, baik ke Jokowi dan Prabowo, jelas terasa. Tinggal siapa yang menyambut lebih dulu," kata Rico.

Menurut Rico, Yusril sudah beberapa kali mengeluhkan koalisi Prabowo-Sandi yang dianggap minim solidaritas. Bahkan, saat pendaftaran peserta pemilu, Yusril terang-terangan memuji koalisi Jokowi-Ma'ruf yang dinilai lebih ramah.

Selain itu, lanjut dia, Yusril belum melihat keuntungan elektoral yang akan diraih PBB andai mendukung Prabowo di Pilpres 2019. Karena itu, Yusril pun mulai membuka komunikasi dengan kubu Jokowi.

Jadi, ya, tidaklah luar biasa dalam dinamika politik praktis jika tokoh yang berseberangan kemudian bisa berdekatan bahkan merapat. Yang penting, Pemilu 2019 terselenggara dengan lancar, damai, dan sukses sehingga pemerintahan dan tata kelola kehidupan berbangsa-bernegara tetap berada dalam jalur semestinya--sesuai dengan konstitusi dan ideologi negara--hingga pemilu-pemilu selanjutnya.

*******

Kupang, 5-6 November 2018  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun