"Wow! Makin malam makin padat pengunjungnya. Sore tadi kita 'kan masih leluasa berjalan. Enggak empet-empetan begini."
Teman saya pun merespons, "Iya. Ini bahkan lebih ramai daripada hari pertama dulu. Yang pas pembukaannya."
Kami sedang berada di Pasar Kangen. Dua jam sebelumnya, kurang lebih pukul 16.00 WIB, kami janjian bertemu di depan pintu masuk. Tidak jauh dari panggung kesenian utama.
Sebetulnya sudah ramai juga. Akan tetapi, kami masih leluasa berjalan tanpa takut tersenggol orang lain. Jumlah orang yang duduk di depan panggung kesenian pun belum begitu menyemut. Mungkin karena pertunjukan keseniannya belum dimulai.
Terbukti saat kami kembali ke situ setelah mengeksplorasi area klitikan (barang-barang lawasan), jumlah orang di depan panggung kesenian utama itu kian banyak. Mereka asyik menonton suguhan wayang kulit yang dibawakan oleh seorang dalang perempuan.
Saya perhatikan berdasarkan wajah dan kondisi fisik, komposisi penonton yang duduk di depan panggung tersebut komplet. Ada perwakilan dari tiap generasi. Mulai dari Baby Boomers, Generasi X, Milenial, Zillenial, Generasi Z, hingga Generasi Alpha.Â
Dapat dipastikan bahwa bagi Baby Boomer serta Generasi X dan Milenial, Pasar Kangen merupakan ajang bernostalgia. Mereka bisa melihat kembali barang-barang lawasan. Yang notabene mereka akrabi semasa muda atau semasa anak-anak dahulu.Â
Sementara bagi generasi-generasi yang lebih muda, mayoritas tentu datang ke Pasar Kangen bukan dalam rangka bernostalgia, melainkan dalam rangka menuntaskan rasa ingin tahu. Kiranya ada apa saja di Pasar Kangen?
Sudah pasti yang paling laris manis diserbu pengunjung adalah lapak-lapak kuliner. Mulai dari minuman sampai makanan. Mulai dari makanan ringan hingga makanan berat.Â
Yang menarik jika dibandingkan dengan pelaksanaan Pasar Kangen sebelumnya, tahun ini tersedia lebih banyak lapak makanan khas daerah lain. Misalnya selat solo, pisang ijo makassar, nasi liwet ala Sunda, lontong sompil dari Tulungagung, dan tahu telur Tan Soen Hwa dari Kediri.
Saya dan teman saya mencermati bahwa tahun ini lapak-lapak kulineran yang tersedia lebih variatif. Jauh lebih beragam sehingga banyak pilihan untuk jajan. Kerennya, semua kekunoan alias zadoel.
Kalau di dalam area Pasar Kangen ada yang menenteng jajanan kekinian ala Korea dan Jepang, dapat dipastikan itu dibeli di lapak-lapak kuliner yang terdapat di tepi jalan depan TBY. Yang tidak termasuk area Pasar Kangen.
"Eh, kamu lihatlah itu. Semua orang menenteng makanan dan minuman. Malahan rata-rata tidak cuma menenteng satu."
Teman saya menjawab, "Iya, ya? Semua lapak penuh pembeli. In this economy gitu, lho. Alhamdulillah. Para penjual pasti senang."
"Semoga semua makhluk berbahagia. Hehehe ... Tapi kita enggak ikut membahagiakan para penjual. Sejak tadi kita belum keluar duit sepeser pun," kata saya.
"Hehehe."
"Tapi sejak dulu aku ke Pasar Kangen bukan untuk bernostalgia dalam hal makanan, sih. Aku bukan asli Jogja. Jajanan zadoelnya bukan jajanan masa kecilku dulu," kata saya lagi.
"Oiya, kamu bukan asli sini."
"Makanya aku kalau datang ke Pasar Kangen tak pernah membawa rindu. Hahahha!"
"Hahaha ... Jadinya malah pengalaman baru, ya? Bukan nostalgia. Seperti para mahasiswa perantauan yang main-main ke Pasar Kangen ini. Mereka antusias beli ini dan itu karena semua merupakan makanan baru bagi mereka."
"Lhaiya," sahut saya. "Kayak lempeng juruh itu. Bagimu jajanan masa SD yang ngangeni. Lhah bagiku? Aku justru baru merasakannya di Pasar Kangen beberapa tahun lalu. Gara-gara penasaran karena kalian yang Jogja asli bilang kangen-kangen pada lempeng juruh."
Perlu diketahui, lempeng juruh adalah kudapan kriuk khas Jogja. Lempeng adalah kerupuk yang dibuat dari singkong. Bentuknya lebar tipis. Dimakan pakai juruh (gula jawa yang dicairkan). Yang bagi saya sungguh aneh. Kerupuk kok dikasih topping gula???
O, ya. Selain panggung kesenian yang berada di dekat pintu masuk tadi, ada panggung lain yang berada di tengah area lapak-lapak kuliner. Karakteristik panggung yang ini lebih heboh. Saat kami ke situ sedang ada pentas musik dangdut. Komplet dengan orang-orang yang spontan ikut berjoget. Perlu diketahui, yang berjoget itu pengunjung dan penjaga stan (lapak).
Begitulah adanya. Selain bernostalgia dan menuntaskan rindu, di Pasar Kangen kita juga bisa menggila. Tentu kalau mau dan pede, ya. Hehehe ... Itung-itung mengurangi stres.
Perlu diketahui, semula Pasar Kangen 2025 dijadwalkan berlangsung mulai tanggal 7 hingga 13 September. Akan tetapi, pada 1 September lalu pelaksanaannya dinyatakan ditunda sampai batas waktu yang tak ditentukan. Hal ini berdasarkan pertimbangan atas kondisi Yogyakarta yang belum kondusif.
Anda tentu masih ingat bahwa pada minggu terakhir Agustus lalu terjadi demonstrasi besar di Mapolda DIY. Yang kemudian disambung di Malioboro dan Bundaran UGM pada awal September.Â
Syukurlah situasi dan kondisi segera membaik. Alhasil, Pasar Kangen yang tertunda segera diselenggarakan pada tanggal 18 sampai 24 September 2025. Syukurlah sejak hari pertama meriah. Selalu dipenuhi pengunjung yang senang jajan-jajan.
Pasar Kangen lagi-lagi bisa membuktikan kalau rindu bisa diolah sedemikian rupa hingga bisa menghasilkan cuan. Atas nama nostalgia masa lalu yang manis, orang terbukti rela membayar lebih mahal untuk barang-barang atau jajanan pilihannya.
Ngomong-ngomong jika ingin tahu lebih jauh suasana di Pasar Kangen, Anda bisa melihatnya di saluran YouTube saya. Saya telah mengunggah beberapa video pendek tentang Pasar Kangen 2025 di situ. Berikut ini salah satu tautannya.
Salam.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI