Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rezeki Itu Allah yang Atur

22 Juli 2021   09:04 Diperbarui: 22 Juli 2021   09:23 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Arina duduk termenung di kursi teras, Anita sobat karibnya menunggu kalimat yang akan keluar dari bibirnya. Namun tetap tidak ada.

"Rin, tetap kamu tidak akan qurban tahun ini?" Anita mengulangi pertanyaannya.

"Iya, Nit."

"Lha kenapa?"

Arina hanya duduk terdiam. Tangannya meraih gelas di meja sebelah. Nampak dia mencoba menenangkan diri.

"Nggak ada uang?"

"Iya. Kebetulan beberapa bulan ini banyak kebutuhan yang harus aku beli."

"Padahal, selama ini kamu gak pernah absen lho," kata Anita.

Arina dan Anita adalah sahabat karib. Pertemanan mereka luar biasa. Tak pernah sekali pun mereka berselisih. Mereka mampu saling menjaga dan mengingatkan jika ada hal-hal yang kurang pas. Seperti saat ini.

Selama ini Arina termasuk kelompok keluarga yang tidak pernah absen memotong hewan qurban. Kesadaran akan ajaran agamalah yang mendorongnya. Demikian pula dengan Anita, pemahaman agama yang sama dengan Arina membuatnya istiqomah dengan kewajiban ini.

"Atau begini. Aku pinjamin uangku dulu. Nanti kalau kamu sudah ada uang, bisa diganti. Dan aku tidak buru-buru memakainya kok," bujuk Anita.

Arina menggeleng lemah. Dalam benaknya terpatri bahwa kalau qurban harus menggunakan uang pinjaman rasanya kok kurang afdol. "Nggak Nit. Aku tetap tidak qurban tahun ini."

Anita Nampak sedih air mukanya. Sebagai sahabat karib, dia tak ingin melihat Anita harus bersedih karena hal ini. "Kamu udah pasti Nit? Enggak akan qurban," Anita menegaskan kembali.

"Insya Allah, tahun depan."

"Kamu bisa menjamin tahun depan bertemu Idul Adha lagi?" Tiba-tiba terlontar ucapan itu dari mulut Anita. Anita sendiri kaget dengan ucapannya sendiri. "Rin, aku pamit dulu ya. Tadi suamiku mengajak belanja ke toko."

Tanpa menunggu jawaban Arina, Anita beranjak meninggalkan teras. Arina sendiri sedikit heran melihat perilaku Anita. Pandangannya terus mengikuti punggung Anita sampai hilang di balik pagar.

******

"Bun, ada masalah ya?" Anto bertanya pada Arina. Diperhatikannya sejak tadi nasi yang ada di piring Arina tidak berkurang sama sekali. "Cerita dong!"

"Masalah qurban, Yah."

"Emang kenapa?

"Bunda putuskan kita tidak qurban tahun ini."

"Kenapa. Kan ada uang kita."

"Uang itu cadangan untuk masuk sekolah Yah. Bunda takut nanti gak bisa bayar sekolah."

"Seperti itu?" kata Anto lembut. "Bunda lebih berat untuk sekolah anak kita?"

"Kan kita juga harus realistis Yah. Apalagi tahun ini, pengeluaran kita banyak sekali," Arina membela diri.

"Bunda gak ingat cerita tentang kebesaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang sering kita dengar sejak kecil?" tanya Anto. Dia mencoba mengajak Arina membandingkan pengorbanan yang harus dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

"Mereka kan Nabi, Yah. Beda dengan kita," Arina masih membela diri.

"Bunda tidak ingin meniru kebesaran jiwa Mereka?" tanya Anto dengan lembut.

Arina hanya tertunduk.

"Dan Bunda yakin dengan menunda qurban, Bunda yakin akan menemui Idul Adha tahun depan?

Mendengar kalimat terakhir Anto, Arina terhenyak. Kalimat itu persis dengan apa yang diucapkan oleh Anita sore tadi.

*****

"Alhamdulillah, akhirnya kamu qurban juga Rin," kata Anita Ketika melihat nama keluarga Arina terpampang di papan pengumuman masjid. Keduanya baru saja keluar dari masjid setelah mengikuti kajian Jumat sore di masjid itu.

"Terima kasih ya, Nit. Atas nasihatmu," ucap Arina lembut.

"Sama-sama, Rin. Kamu bagiku kan sudah kuanggap saudara sendiri."

Dan perlahan sang raja siang berjalan menuju ke peraduannya. Nun jauh di sana di belakang gunung Sumbing. Sedangkan dari sisi Timur, sang Ratu Malam telah bersolek siap untuk menggantikannya.

Lembah Tidar, 22 Juli 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun