Pendahuluan
Ibn al-'Arab (560H) adalah ahli metafisika dari Spanyol dan penulis paling produktif dan mengabdikan diri disebagian kehidupannya untuk melakukan latihan spritual. Ibn al-'Arab adalah sufi yang membahas tentang doktrin metafisik dan kosmologi kemudian dari doktrin ini akan memunculkan istilah yang sering dikenal wahdat al-wujd dan al-insn al-kmil dan istilah ini ada sejak doktrin Ibn al'Arab muncul walaupun hakikatnya realitasnya sudah ada sejak dulu. Â Istilah wahdat al-wujd tidak pernah diungkapkan oleh Ibn al-'Arab secara langsung justru yang menyatakan istilah tersebut adalah murid dari Ibn al-'Arab yaitu Sadar al-Dn al-Qnawi. Wahdat al-wujd mendapatkan penolakan dari Ibn Taimiyah karna menurutnya doktrin tersebut menyamakan antara Tuhan dan makhluk. Perlu dipahami bahwa wahdat al-wujd yang disandarkan kepada Ibn al'Arab tidak menyamakan antara Tuhan dan alam, justru Ibn al'Arab menyatakan bahwa alam dan seisinya adalah Tajall (manifestasi) dari Tuhan.Â
Â
Riwayat hidup Ibn al-'Arab
Â
      Ibn al-'Arab diketahui menjadi seorang sufi pada umur 20 tahun tetapi ini bukan pertama kalinya Ibn al-'Arab memasuki dunia sufi, Ibn al-'Arab sudah mengenal dunia sufistik sejak dia remaja karena dipengaruhi oleh keluarganya yaitu ayahnya yang seorang pengikut dari Syekh Abdul Qdir Jailn sedangkan dari pihak Ibunya Ibn al-'Arab juga memiliki saudara yang menjadi sufi yakni Abu Muslim al-Khalawaini dan Yahya b. Yughan. Ibn al-'Arab juga pernah belajar dengan Ibn Rusyd dan diabadikan kisahnya dalam karyanya.Â
Â
"Suatu hari aku pernah mendatangi seorang hakim di Cordoba yang bernama Abu al-Walid Ibn Rusyd. Dia sangat ingin bertemu dengan aku setelah dia mendengar tentang apa yang Allah bukakan untukku. Ayahku adalah salah satu sahabatnya, mengajakku untuk menemuinya, agar aku bisa bertemu dengannya, saat itu aku masih remaja, tidak sehelai kumis maupun jenggot di wajah ku. Saat aku memasuki rumahnya beliau beranjak dari tempat duduknya dan menyambutku dengan rasa cinta dan takzim. Ia memelukku dan berkata kepada ku, 'iya' kemudian aku menjawab 'iya'. Bertambahlah kegembiraan di wajahnya karena aku memahami isyaratnya. Tetapi kemudian aku menyadari apa yang membuatnya gembira lalu ku katakan 'tidak'. Tiba-tiba rasa senangnya berubah. Ia mulai ragu dan kemudian melontarkan pertanyaan kepadaku 'Bagaimana engkau memperoleh kasyf dan ilham, apakah sama seperti kami yang memperoleh pengamatan nalar intelektual? aku menjawab iya dan tidak. Tidak ada ruh-ruh berterbangan dari materi-materinya dan leher-leher terpisah meninggalkan jasad-jasadnya'. Seketika itu Ibn Rusyd menjadi pucat dan tubuhnya gemetar dan berbisik "L haula wa l quwwata illah illh b allh."karena dia memahami apa yang aku isyaratkan kepadanya".
Â
Setelah pertemuan itu, ia meminta kepada ayahku untuk bertemu lagi dengan diriku agar bisa membahas apa yang sudah ia ketahui, apakah pendapatnya sama atau tidak dengan pendapatku. Ibn Rusyd adalah seorang pemikir dan intelektual. Dia bersyukur kepada Tuhan  karena bertemu orang yang memasuki khalwatnya dalam keadaan bodoh, dan keluar tanpa melalui proses belajar, menelaah dan membaca. Dia mengatakan "ini adalah sesuatu yang aku sendiri telah membuktikan kemungkinannya tanpa pertemuan dengan orang yang telah mengalaminya. Alhamdulillah, aku hidup pada masa adanya ahli pengalaman ini, seorang yang bisa membuka kunci pintu-pintuNya. Alhamdulillah yang telah menganugerahkan aku pertemuan dengan salah satu dari mereka dengan mata ku sendiri."
Â