Pendahuluan
Mudik tahun ini membawa saya kembali ke Cileunyi, Bandung, tepatnya ke rumah mertua yang berbatasan langsung dengan Pondok Pesantren Al-Ma'soem. Begitu keluar dari gerbang tol Cileunyi, saya kembali melihat suasana yang kini terasa berbeda dibanding masa kejayaannya dulu.
Pintu Tol Cileunyi dulunya adalah jalur utama pemudik yang menuju Jawa sebelum Tol Cipali dibuka. Namun, sejak adanya jalur utara tersebut, arus pemudik yang melewati Cileunyi semakin berkurang, menyisakan mereka yang menuju Garut dan Tasikmalaya. Perubahan ini berdampak besar pada kehidupan ekonomi masyarakat sekitar.
Dulu Berjaya, Kini Bertahan Seadanya
Dahulu, kawasan sekitar pintu tol ini dipenuhi dengan kedai-kedai oleh-oleh khas seperti ubi Cilembu, tahu Sumedang, dan peuyeum singkong. Pedagang yang menyewa lapak di sepanjang jalan bahkan bisa meraup keuntungan besar, diiringi dengan membludaknya pemudik sebelum dan sesudah hari lebaran.
Namun kini, keadaan jauh berbeda. Volume kendaraan yang melewati kawasan ini tak lagi sebanyak dulu, membuat omzet para pedagang menurun drastis. Para penyewa lapak yang dulu berdatangan dari luar daerah kini banyak yang gulung tikar dan memilih kembali ke kampung halaman untuk mencari penghidupan lain. Tinggallah para penduduk lokal yang masih bertahan melayani pembeli seadanya, terutama saat musim mudik tiba.
Adaptasi dan Harapan BaruÂ
Meskipun keadaan sudah berubah, masih ada pedagang yang bertahan dengan berbagai cara. Beberapa di antaranya mulai mencari strategi baru, seperti menawarkan produknya melalui media sosial atau memanfaatkan momen mudik untuk menarik lebih banyak pelanggan. Beberapa juga mencoba beralih usaha ke sektor lain, sementara sebagian lainnya tetap setia menjaga tradisi berdagang, meski hasilnya tak sebesar dulu.