Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Disabilitas Jadi Pekerja Informal, Akibat Sempitnya Lapangan Kerja bagi Mereka

10 November 2021   13:09 Diperbarui: 11 November 2021   04:37 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyandang Disabilitas Diberikan Bekal Keterampilan Menjahit. Sumber: hidupkatolik.com

Apakah peluang penyandang disabilitas mendapatkan pekerjaan sama dengan orang normal? Apakah usai pandemi ini bunyi pada Pasal 53 Undang-Undang nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas dapat terwujud? Apakah memang para penyandang disabilitas di negeri ini (khususnya di Kota Medan) ditakdirkan untuk jadi pekerja sektor informal?

Pada Pasal 53 bunyinya seperti ini: "1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2 persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. 2) Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1 persen (satu persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja".

Bahkan lebih tegas pula diatur kuota untuk memberi kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas tersebut.

Peraturan tentang kuota diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang disabilitas yang terdapat dalam Pasal 28 yang berbunyi:

"Pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang disabilitas yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan sebagai pekerja pada perusahaannya untuk setiap 100 orang pekerja perusahaannya".

Hal ini seharusnya sudah menjamin kepastian akan kuota kesamaan kesempatan bagi pekerja penyandang disabilitas, namun faktanya? masih banyak, bahkan sangat banyak penyandang disabilitas yang belum terjamin pemenuhan haknya untuk mendapatkan pekerjaan karena sebagian besar perusahaan belum melaksanakan kewajiban tersebut.

Bahkan, ironisnya Pemerintah Daerah belum sepenuhnya serius untuk membahas masalah ini dan membuatkan Peraturan Daerahnya dalam menyikapi masalah Penyandang Disabilitas.

Hal ini jelas terlihat di kota Medan misalnya, fasilitas aksesbilitas maupun sarana dan prasarana untuk penyandang disabilitas di kota ini masih minim, apalagi hak untuk mendapatkan pekerjaan? Masih sesuatu yang susah untuk didapat.

Setidaknya itu gambaran yang dikeluhkan oleh Suster Desideria KSSY, pimpinan SLB Karya Murni yang terletak di Jl. Karya Wisata, Gedung Johor Medan ini.

Beliau di sela-sela pertemuan para calon 'Pelayan Luar Biasa Komuni Suci' menyampaikan keluh kesahnya akan nasib, lapangan kerja serta aksesbilitas yang tersedia bagi para penyandang disabilitas yang mereka bina dan didik dengan baik.

Aksesbilitas, kemudahan yang disediakan untuk mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan para penyandang disabilitas, termasuk kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kompetensi yang dia miliki.

Suster Desideria KSSY bercerita bagaimana mereka dengan baik mendidik anak-anak berkebutuhan khusus dengan kurikulum khusus dan fasilitas yang memadai. Beliau menjelaskan, buku dan peralatan pengajaran juga tidak bisa sembarangan. Mereka harus mendapat perhatian ekstra agar nantinya dapat dengan mudah untuk menyesuaikan diri di sekolah umum.

Untuk mendidik anak-anak penyandang disabilitas, tentu diperlukan perhatian yang lebih juga. Guru-guru yang mengajar, mereka harus bekerja berkali-kali lipat. Dalam hal ini, fasilitas yang memadai akan mempermudah interaksi antara guru dan murid.

Suster Desideria dengan bangganya mengungkapkan, anak-anak di SLB sebenarnya punya kemampuan yang luar biasa. Mereka juga sama seperti anak di luar sana, bahkan ada beberapa yang kemampuannya jauh dari anak-anak normal.

Beliau menegaskan, apabila kemampuan mereka tidak diasah karena fasilitas kurang, maka ini sangat disayangkan bukan?

Belum lagi masyarakat kita yang banyak belum memahami dan mengerti tentang anak-anak disabilitas, baik itu di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan akademik.

Suster Desideria KSSY mencontohkan, saat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, mereka sulit diterima di beberapa universitas.

Masih belum cukup, mereka juga ditolak saat melamar pekerjaan di perusahaan-perusaaan baik pemerintah maupun sewasta.

Beliau mencontohkan, ada seorang anak didik mereka yang lulus Fakultas Hukum dengan predikat Cum Laude. Namun apa yang terjadi ketika Penyandang Disabilitas ini memasuki dunia kerja?

"Berkali-kali dia ditolak, kasihan yang ujung-ujungnya dia kembali jadi pemijat", keluh Suster Desideria KSSY.

"Jadi tolonglah bagi saudara-saudara kami yang ada di tempat ini, tolonglah kami agar bisa bisa memediasi atau bisa membantu menyampaikan segala keluh kesah kami ini kepada Pemerintah Kota Medan. Kami benar-benar buntu, tidak ada jalan atau akses menuju kesana agar mereka (Pemko Medan) segera merealisasikan Perda (Peraturan Daerah) tentang Perlindungan terhadap Penyandang Disabilitas ini".

Inti dari keluhan Suster dan juga kita semua yang peduli akan keadaan Penyandang Disabilitas ini tentunya realisasi Peraturan Daerah yang melindungi termasuk aksesbilitas penyandang disabilitas untuk mendapatkan sarana, pelatihan, dan ketersediaan lapangan kerja, bukan hanya sekedar pemijat tunanetra yang tergolong pekerja informal.

Lebih dari itu, karena faktanya memang di kota Medan sendiri, kota terbesar ketiga di Indonesia, jangankan sudah akan menerbitkan Perda tentang Penyandang Disabilitas, masuk Ranperda aja masih sebatas wacana, begitulah hasil penelusuran Suster Desideria.

Maka tidak heran apabila Suster Desideria bersama dengan komunitas mereka getol untuk mencari bantuan lewat orang-orang yang bisa 'memaksa' alias 'mendesak' agar Ranperda tentang perlindungan terhadap penyandang disabilitas dan lansia, yang pernah di inisiasi oleh DPRD Kota Medan, namun entah sampai kapan itu dibahas dan jadi Peraturan Daerah?

Menurut Suster Desideria, pemerintah harus menggenjot perhatian terhadap anak-anak luar biasa ini. Peraturan Pemerintah melalui UU No 8 tahun 2016 sudah ada. Akan tetapi dalam pelaksanaanya di lapangan hanya terjadi di beberapa tempat di Inonesia seperti Jakarta misalnya.

Sebagai data tambahan bahwa berdasarkan data hasil riset dari Universitas Indonesia mengenai penyandang disabilitas, dari 12,15 persen Penyandang Disabilitas di Indonesia, hanya 51,12 persen yang turut berpartisipasi dalam pasar kerja Indonesia.

Angka itu lebih rendah dari non-penyandang disabilitas yang berada pada angka 70,40 persen. Bahkan penyandang disabilitas kategori berat hanya 20,27 persen yang berpartisipasi di pasar kerja Indonesia.

Selain itu, lebih banyak penyandang disabilitas yang berkerja di sektor informal (65,55 persen) dibandingkan sektor formal (34,45 persen).

Bahkan pekerja informal untuk penyandang disabilitas berat jauh lebih besar lagi (75,8 persen). Sedangkan yang non-penyandang disabilitas 49,27 persen bekerja disektor informal.

Bahkan data dari Susenas tahun 2020 menyatakan bahwa dari 6,2 juta jiwa Penyandang Disabilitas Indonesia, baru hanya 20 persen yang dapat bekerja dan mayoritas bekerja di sektor informal yang rentan guncangan ekonomi.

Sebagian dari mereka bekerja di sektor pertanian dan pedesaan, bekerja sendiri atau menjadi pekerja tanpa upah. Bekerja tidak jauh dari rumah atau bekerja di rumah saja.

Sementara kondisi pekerjaan yang dialami penyandang disabilitas adalah model pembayaran dari pekerjaan cenderung bukan berbentuk gaji tetap, tapi harian, atau pembayaran berdasarkan output yang dihasilkan, menunjukkan betapa ketidakstabilan penghasilan penyandang disabilitas di negeri kita.

Kondisi lainnya, banyak tidak mendapatkan perlindungan asuransi dan berbagai fasilitas dari tempat kerjanya, seperti asuransi kesehatan dan kecelakaan serta pensiun.

Masih banyak lagi realitas yang harus diperbaiki ketika kita bicara tentang Penyandang Disabilitas di kota kita ini.

Oleh karena itu, agar Ranperda tentang perlindungan terhadap penyandang disabilitas dan lansia yang didengung-dengungkan ini cepat menjadi Perda, sangat dibutuhkan desakan dari semua pihak sehingga Penyandang Disabilitas setidaknya memiliki secercah harapan bagi 'Para Mutiara dalam Gelap' ini...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun