Pandemi, seperti mengajari Homo sapiens untuk bergotong royong, berbenah dan berinovasi. Banyak postingan jualan di media sosial. Menunjukkan, berubahnya tempat berdagang. Bertahan hidup menemukan jalan keluarnya. Media online menjadi lapak baru, dan juga harapan baru.Â
Saya dan istri biasanya mengagendakan membeli barang dagangan dari teman. Mulai ayam bakar, sambal pecel, jamu, baju anak-anak, buah-buahan dan juga bumbu-bumbu dapur. Kami yakin dengan saling membeli barang dagangan setidaknya, kami semua akan mampu berdamai dan beradaptasi dengan kondisi perubahan zaman ini. Menggerakkan ekonomi yang stagnan. Kita semua tidak tahu kapan berakhirnya. Tapi semua pastinya akan berlalu.
Selain itu dalam kondisi pandemi ini alangkah bijaknya mengutamakan membeli kebutuhan dari warung di kanan kiri rumah. Meskipun harganya lebih mahal, selisih lima ratus atau seribu perak, pastinya akan berguna bagi pelaku usaha. Mereka nasibnya juga sama dengan kita semua, yang tergerus pandemi.Â
Beradaptasi itu tidak mudah, ada rasa sakit yang membuncah. Namun, karena kita mengalami hal yang sama, pada akhirnya kita merasa senasib. Maka solusinya adalah  bergotong royong.
Pandemi ini bukanlah waktu yang tepat untuk berkompetisi. Disadari atau tidak kompetisi akan menciptakan pemenang dan pecundang. Satu bersorak, satu pucat tergeletak tak bergerak.Â
Saat seperti ini, dibutuhkan adalah kolaborasi, saling mendukung satu dengan lainnya. Sebagaimana JNE dan UMKM yang ditakdirkan untuk berkolaborasi. Sebagai penghubung kebahagiaan dan kesalingtergantungan. Agar perjuangan hidup berakhir kemenangan, bukan kepunahan.