Aku tidak tahu kenapa hari itu aku naik bus jurusan Bekasi-Blok M. Biasanya aku naik ojek, atau paling malas pun, aku pilih angkot yang supirnya suka muter-muter cari penumpang. Tapi entah kenapa, hari itu, aku memilih bus ekonomi. Yang kursinya keras, kipasnya mati, dan jendelanya tak bisa ditutup sepenuhnya. Aku duduk di bangku deret dua, dekat jendela, dan berharap tak ada yang duduk di sebelahku.
Tapi kemudian seseorang naik. Rambutnya beruban, matanya teduh, dan wajahnya... aneh! Bukan aneh karena menyeramkan. Aneh karena terlalu damai untuk ukuran dunia yang bising.
Ia duduk di sampingku. Tak membawa apa pun, kecuali bungkusan kecil berisi roti sobek dan satu botol air putih.
Kami diam lama. Sampai akhirnya ia membuka percakapan: "Kamu sering merasa lelah, ya?"
Aku menoleh setengah bingung. "Maksud Bapak?"
Ia tersenyum samar dan berkata, "Capek jadi manusia. Capek menyesuaikan diri. Capek menyimpan luka yang tak bisa dibagikan."
Aku tertawa kecil. "Wah, Bapak paranormal, ya?"
"Bukan. Aku cuma duduk di sebelahmu."
Aku menatapnya lebih lama. "Siapa, sih, Bapak ini?"
Ia tidak menjawab. Tapi pandangannya tak menuntut apa pun. Tak ingin dimengerti. Hanya hadir.