Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Transformative Human Development Coach | Penulis 3 Buku

Agung MSG – 🌱 Transformative Human Development Coach ✨ Mendampingi profesional bertumbuh lewat self-leadership, komunikasi, dan menulis untuk reputasi. 📚 Penulis 3 buku dan 1.400+ artikel inspiratif di Kompasiana dengan konsistensi kualitas yang mendapat sorotan headline dan highlight. 💡 Penggagas HAI Edumain – filosofi belajar dan berkarya dengan hati, akal, dan ilmu. 📧 agungmsg@gmail.com | 🔗 bit.ly/blogagungmsg | 📱 @agungmsg | 📞 +62 813-2045-5598 🔖 #TransformativeCoach #LeadershipWriting #GrowWithAgung

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Leigh McKiernon dan Kenyataan Pahit Tentang Sistem yang Mempertahankan Status Quo

19 Maret 2025   17:19 Diperbarui: 19 Maret 2025   17:19 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kritik terbesar McKiernon adalah bagaimana sistem bisnis dan politik di Indonesia cenderung mengutamakan nepotisme dibandingkan kompetensi. CEO sering kali ditunjuk berdasarkan nama belakang mereka, bukan berdasarkan kemampuan atau pengalaman yang relevan. Para konsultan yang menangani proyek-proyek besar sering kali tidak memiliki pemahaman mendalam tentang apa yang mereka konsultasikan. Di dalam lingkungan seperti ini, kecerdasan akademik dan kapasitas intelektual cenderung tidak dihargai sebagaimana mestinya.

Cara Sukses di Indonesia: Jaringan Sosial Lebih Berarti dari Keahlian

McKiernon dengan sarkastik menyebut bahwa ada cara-cara 'efektif' untuk meraih sukses di Indonesia tanpa perlu pendidikan tinggi:

* Menghadiri acara sosial yang tepat, seperti pernikahan atau jamuan bisnis.
* Menguasai jargon korporat tanpa perlu memiliki pemahaman mendalam.
* Mengangguk setuju dalam rapat tanpa benar-benar memahami substansi diskusi.

Dengan kondisi ini, talenta terbaik sering kali tidak mendapatkan tempat yang layak, sementara mereka yang tahu cara 'bermain' dalam sistem tetap berada di puncak.

Ironi Sosial: Ketika Orang Kaya Tak Perlu Pintar, Orang Miskin Terpaksa Pintar

Dalam realitas sosial Indonesia, orang kaya tidak perlu berjuang untuk mendapatkan masa depan yang cerah karena mereka telah memiliki akses ke sumber daya dan peluang sejak lahir. Sebaliknya, orang miskin sering kali dipaksa untuk lebih cerdas dan bekerja lebih keras, namun mereka tetap terbentur tembok keterbatasan akses dan kesempatan.

Meritokrasi: Mitos yang Tak Berlaku bagi Semua

Meritokrasi adalah konsep yang sering didengungkan, tetapi dalam kenyataannya, sistem berbasis koneksi lebih dominan. Reformasi yang mendukung meritokrasi sering kali tidak mendapatkan dukungan dari elite yang telah nyaman dengan status quo. Akibatnya, perubahan fundamental sulit terjadi karena tidak ada insentif bagi mereka yang sudah diuntungkan oleh sistem ini.

Kesimpulan: Sebuah Refleksi untuk Masa Depan

McKiernon menggambarkan Indonesia sebagai negara dengan sistem yang dirancang bukan untuk inovasi dan kecemerlangan, tetapi untuk menjaga stabilitas sosial dan kepentingan kelompok tertentu. Ini tentu menjadi tantangan besar bagi generasi muda dan para profesional yang ingin menciptakan perubahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun