Mohon tunggu...
Agung Christanto
Agung Christanto Mohon Tunggu... Guru - guru SMA

Bimantara:Dari nol belajar Menggali dari pengalaman pribadi yang menginspirasi untuk sesama:demah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pengemis Senja: Menanti Berkah di Keramaian Kota

26 Maret 2024   19:19 Diperbarui: 26 Maret 2024   19:23 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pengemis Senja: Menanti Berkah di Keramaian Kota

Pengemis Senja, menanti di tepi keramaian kota,
Mengharap berkah di antara sorot lampu yang gemerlapan.
Puisi berbuka puasa, pengemis tua melangkah terhuyung-huyung,
Menuju senja cahaya takjil, sambil bergeming pada tongkat penyangganya.

Di antara keramaian yang ramah, dia mencari keberkahan,
Di antara suara gemuruh dan riuh yang mengalun.
Langkahnya tersendat-sendat, tapi hatinya tetap tegar,
Menghadapi kesulitan dengan penuh kesabaran dan keyakinan.
Langit senja menyapa dengan jingga,
Menebar pesona di sudut kota.
Di tengah keramaian yang riang gembira,
Seorang pengemis tua melangkah terseok-seok.

Tongkat setia menemani langkahnya,
Menopang tubuh renta yang kian rapuh.
Wajahnya dihiasi keriput dan debu,
Menceritakan kisah hidup yang tak mudah.

Matanya redup, namun penuh harap,
Menanti berkah di bulan Ramadan yang penuh rahmat.
Dia menyusuri jalan, menengadahkan tangan,
Memohon belas kasihan dari orang-orang yang beriman.

Di keramaian kota yang ramah,
Dia tak luput dari perhatian.
Beberapa tangan dermawan terulur,
Memberikan sedekah dan senyuman yang tulus.

Meskipun tak banyak yang dia dapatkan,
Senyum bahagia terukir di bibirnya.
Kehangatan Ramadan terasa di hatinya,
Memberikan secercah harapan di tengah keterbatasannya.

Pengemis tua di senja hari,
Sebuah potret kehidupan yang menyentuh hati.
Dia adalah pengingat bagi kita,
Untuk selalu bersyukur dan berbagi.

Di antara keramaian yang ramah, dia mencari keberkahan,
Di antara suara gemuruh dan riuh yang mengalun.
Langkahnya tersendat-sendat, tapi hatinya tetap tegar,
Menghadapi kesulitan dengan penuh kesabaran dan keyakinan.

Pengemis tua, merentangkan tangannya dengan harap penuh,
Di tengah siluet gedung-gedung yang menjulang tinggi.
Dia bukan hanya mencari bekal bagi perut yang lapar,
Tapi juga mencari kehangatan di balik tatapan yang lewat.

Di waktu senja, cahaya takjil memancar dalam kehangatan,
Menyentuh hati pengemis yang terpapar dinginnya jalanan.
Dalam keramaian kota yang ramah, ada keajaiban yang tersimpan,
Di setiap sudut, di setiap sudut mata yang bertemu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun