Saat Harus Hilang Sehilangnya, Jatuh Sejatuh-Jatuhnya
Bapak, kau pergi selamanya,
Meninggalkan luka yang tak terkira.
Dunia serasa runtuh seketika,
Saat harus hilang sehilangnya, jatuh sejatuh-jatuhnya.
Air mata mengalir tak henti,
Membasahi pipi yang perih dan sunyi.
Kenangan bersamamu berkelebat di memori,
Membuat hati semakin teriris dan pilu.
Namun, aku tahu aku tak boleh terpuruk selamanya.
Aku harus bangkit, demi cita-citamu dan masa depanku.
Bergulirnya waktu yang terus menggilas,
Akan membantuku menyembuhkan luka dan rasa pilu yang mendalam.
Tantangan di era digitalisasi menanti di depan mata.
Aku harus siap menghadapinya dengan tegar dan berani.
Ukiran sejarah kenangan bersamamu takkan terlupakan,
Akan menjadi kekuatan bagiku untuk melangkah maju dan menjemput masa depan.
Aku takkan pernah melupakanmu, Bapak.
Cinta dan kasih sayangmu akan selalu kusimpan di hati.
Doaku selalu menyertaimu, semoga kau tenang di alam sana.
Dan aku akan terus berjuang, demi mewujudkan cita-citamu dan kebahagiaanmu di surga.
Hilang sehilangnya, hancur sehancurnya,
Jatuh sejarahnya, Bapak, Kau pergi selamanya.
Aku harus bangkit dari keterpurukan,
Dengan bergulirnya waktu yang terus menggilas.
Menghadapi tantangan di era digitalisasi,
Mengukir kenangan sejarah roda waktu yang tak terhenti.
Misteri ujung usia kita darinya asa menanti,
Namun, dalam hati, kenanganmu tetap abadi.
Dalam setiap langkahku, kau tetap bersama,
Walaupun tak lagi hadir dalam wujudmu yang nyata.
Bapak, kau pelita dalam kegelapan,
Membimbing langkahku di tengah badai yang datang.Â
Menyapa mentari pagi yang lebih baik..
Denganmu, aku belajar arti kekuatan dan kesabaran,
Meski kini kau telah pergi menjauh ke alam yang abadi.
Namun, cerita tentangmu takkan pernah pudar,
Kau tetap hidup dalam kenangan, dalam doa yang terucap.