Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Kompasianer

Kompasianer of The Year 2019 | Part of Commate KCI '22 - Now | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengasah Naluri Keayahan untuk Menjadi Ayah Mahal

26 Agustus 2025   05:28 Diperbarui: 26 Agustus 2025   11:28 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ayah pemulung-(Dokumentasi Pribadi)

Soal naluri ayah, saya mengamini. Naluri yang bertumbuh alami, ketika ayah sedia mengupayakan. Dari upaya kecil dan sederhana di keseharian, diulang- ulang setiap hari. Seperti soal makanan, terkesan sepele tak berdampak besar.

Berangkat dari yang kecil itu juga, ayah akan rela berkorban untuk hal lebih besar. Memprioritaskan keluarga, saat sedang berlebih rejeki. Bekerja tak kenal lelah, demi orang- orang dikasihi.

Ayah dengan tekad kuat, menyekolahkan anak sampai tingkat tinggi. Meski di saat hari pendaftaran, kondisi keuangan sedang tidak baik-baik saja. Tetapi ayah geming, meyakini setiap masalah akan bisa diatasi. 

Toh, yang dilakukan ayah demi kebaikan keluarga. Sebagai sebuah pembuktian, ayah memanggul tugas dan amanah keayahan. Ayah yang memroses diri, adalah ayah yang sedang mengasah naluri keayahan. 

Pantang surut langkah ke belakang, meski keadaan sedang tidak berpihak. Sembari sangat meyakini, situasi sempit bisa menjadi lahan yang subur. Membuktikan kesungguhan, ayah sangat memperjuangkan keluarga.

Kompasianer, beratnya beban ayah tak disangsikan. Di luar sana, tak sedikit ayah menyerah kalah. Bersikap abai pada anak istri, lari dari tanggung jawab demi egonya sendiri. Tetapi sunatullah berlaku adil, ayah curang hidupnya tak akan tenang.

------

berkunjung ke griya lansia- (Dokumentasi Pribadi)
berkunjung ke griya lansia- (Dokumentasi Pribadi)

"Berapapun biayanya saya bayar, asal tidak tinggal satu rumah dengan orangtua ini," tantang bapak muda.

Sewaktu mengunjungi Pondok Lansia di Tangerang, saya bertemu penghuni dari aneka latar belakang. Ada nenek dibuang di jalan tol, kemudian ditemukan dinas sosial. Ada kakek dari keluarga berada, semasa muda terbilang sukses.

Pengurus Panti hapal riwayat setiap penghuni, menceritakan beberapa kepada saya. Ada yang membuat penasaran, kakek dari keluarga berada. Alasan di masa tuanya, justru dikirim dan tinggal di Pondok Lansia.

Kakek dengan garis ketampanan, adalah penghuni yang keras kepala. Selain susah diatur, kerap sekali ngrepotin pengasuh. Saya melihat pengurus panti, membersihkan kotoran si kakek yang tercecer di lantai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun