Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Kompasianer

Kompasianer of The Year 2019 | Part of Commate KCI '22 - Now | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Gemuk Tapi Sehat adalah Denial ala Orang Egois

8 Juli 2025   09:20 Diperbarui: 8 Juli 2025   19:03 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar dipinjam dari Grid.id

Dulu awal tahun 2000-an, ada presenter tv yang sedang naik daun. Beberapa acara yang dipandu, berhasil ngetop di masanya dan mengesankan para pemirsa.

Saya termasuk yang ngefans, dengan keunikan dimiliki sang presenter. Seolah mematahkan stigma dunia pertelevisian, bahwa penampil utama di layar kaca musti punya body goal.

Presenter dengan bobot di atas seratus kilogram, muncul dengan kecerdasan yang dipunyai. Berhasil mencuri perhatian masyarakat, berkat kepiawaiannya membawakan acara.

Kehadirannya tidak sebagai obyek penderita, alias menjadi bahan celaan dan candaan lawan main. Seperti umum acara televisi -- biasanya acara komedi--, menjadikan fisik (tubuh gendut) untuk menaikan rating.

Berkat presenter ini juga, cara pandang masyarakat tentang kata cantik bergeser. Bahwa perempuan dengan tubuh gemuk, boleh tampil pintar, cerdas dan tidak untuk dilecehkan.

Saya masih ingat kalimat "big is beautiful" disematkan, yang kemudian menyemangati perempuan bertubuh gemuk tampil ke depan.

Adalah Dewi Hughes, pesohor yang menjadi ikon "gemuk dan cantik". Tidak hanya berkibar di layar gelas, dipercaya sebagai duta beberapa Kementerian. Berbicara di forum internasional, disejajarkan public figure dan tokoh dunia lainnya.

Saya sempat terbawa pikiran, bahwa tubuh gemuk tapi sehat dan bisa berprestasi, no problem. Mengapa harus dipermasalahkan, dan mengapa harus dikuruskan. Bahkan tubuh gemuk itu, bisa menjadi pembawa hoki.

Btw, Kompasianer. Saya yang pro Dewi Hughes, saat itu dengan berat badan banyak. Dengan pola makan semua dikunyah, yang penting kenyang. Sampai- sampai di benak terkuatkan, tidak ada niatan menjalankan diet.

Saat nonton acara bincang- bincang si presenter, dengan santainya saya sambil ngunyah aneka gorengan. Meski sudah diatas jam sembilan malam, waktunya orang berhenti makan. Di kamar kost saya nyetok biscuit, syrup, aneka snack untuk dinikmati kapan saja.

----

bobot saya pernah mencapai 100 kg - dokpri
bobot saya pernah mencapai 100 kg - dokpri

Suatu hari saya dibuat pangling, melihat Dewi Hughes yang langsing tampak lebih muda dari usia sebenarnya. Rasa penasaran menyeruak, pengin tahu alasan dibalik transformasi besar-besaran tersebut.

Dari channel youtube-nya dan beberapa link berita, saya menemukan jawaban. Konon dengan tubuh gemuk yang dimiliki, sempat membuat Hughes tersiksa. Yaitu sakit nyeri di bagian tubuh tertentu, musti rutin mengonsumsi obat penghilang nyeri.

Hughes pernah kesulitan bangkit setelah jongkok, butuh orang menarik dua tangan agar bisa berdiri. Dan rasa sakit yang sangat itu, rupanya menjadi moment luar biasa.

Hughes mengubah gaya hidup dan pola makan, yang dilakukan secara konsisten. Berkat kesungguhan berusaha, kerja keras itu membuahkan hasil. Bobot yang semula 151 kg, disulap menjadi 59 kg dalam 18 bulan.

Di usianya yang setengah abad lebih, tips diet kenyang dibagikan dan menginspirasi banyak orang. Termasuk saya yang kala itu obesitas, mengalami hal semisal dengan Hughes.

Saya pernah tidak bisa bangkit dari ranjang, dua tangan ditarik anak istri untuk sekadar duduk. Kalau ingat kejadian itu, saya benar- benar dibuat kapok.

Maka kalau ada yang bilang, "tidak apa gemuk asal sehat" saya sangat tidak sepakat.

Gemuk Tapi Sehat adalah Denial Ala Orang Egois

berat badan pernah turun 25 kg- dokpri
berat badan pernah turun 25 kg- dokpri

 

Kompasianer, percaya dengan saya. Kalau sekarang sedang gemuk, kemudian merasa kondisi tubuh baik- baik saja. Sebaiknya jangan merasa aman, geming mengonsumsi aneka makanan dan malas gerak.

Bahwa dampak kegemukan tidak tiba dengan cepat, tetapi perlahan dan akan dirasakan di hari kemudian. Bahwa dengan timbunan lemak yang berlebihan, membuat kinerja organ tidak maksimal. Dan Ibarat bom waktu, bisa meledak di waktu yang tidak diperkirakan.

Seperti pengalaman pribadi, saat badan sedang gemuk- gemuknya. Saya merasa badan ini baik- baik saja, bahkan sama sekali tidak ada keluhan ini dan itu.

Saya benar- benar dibuat terlena, mempertahankan pola makan terbentuk selama ini. Gaya hidup dijalani seperti biasa, cenderung mager dan tidak pernah olahraga. Tak ada niatan berubah, meski BB sudah mendekati satu kuintal.

"Nggak apa- apa gemuk, yang penting sehat,", adalah kalimat yang sangat menentramkan. Saya merasa sangat terwakili kalimat tersebut, semakin didukung dan diberi ruang.

Kalau memutar ulang kejadian saat itu, saya merasakan betapa egoisnya diri ini. Demi membela dan membenarkan kebiasaan tidak baik, tidak mau pikir panjang akibatnya. Yang penting kenyang, bisa mengonsumsi asupan sesuka hati.

--- ----

illustrasi pribadi- dokpri
illustrasi pribadi- dokpri

Adalah sakit dirasakan sekujur tubuh, menjadi puncak dari keegoisan itu. Setelah dibawa ke klinik dan diperiksa, sedang ada potensi pelemakan hati.

Sungguh saya dibuat ngeri, membayangkan organ penting di tubuh tidak bisa maksimal bekerja. Akibat memuaskan kemauan diri, akibat mempertahankan kebiasaan tidak sehat. Saya merasa dhzolim pada diri sendiri, telah menjerumuskan pada keadaan yang merugikan.

Kegemukan yang dipertahankan, sangat bisa mempengaruhi produktifitas. Kepala kerap pusing, gampang keringatan, tidak kuat diajak berjalan lama dan jauh apalagi lari. Saya dulu punya jadwal kerokan, biasanya dua minggu sekali.

Menurunkan berat badan, butuh komitmen yang sangat kuat. Karena lawan kita bukan siapa-siapa, lawan kita adalah diri sendiri. Adalah rasa malas, adalah menghindari mager, agar menahan diri makan makanan kesukaan.

Selayaknya untuk gemuk butuh waktu panjang, sakit dirasakan di kemudian hari. Pun demikian juga dengan menurunkan berat badan, tidak bisa instan hasilnya dirasakan di hari depan.

Kompasianer perlu ingat, tantangan setelah berhasil diet tak kalah hebat. Mempertahankan kebaikan sudah didapat, butuh komitmen yang lebih dibanding saat meraih.

Saya juga mengalami, berat badan ini merangkak naik setelah berhasil diet. Sehingga musti kembali mengulang, step- step menurunkan berat badan.

Dan sampai sekarang saya team yang sepakat, bahwa kalimat "gemuk tapi sehat", adalah denial ala orang egois. Semoga bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun