Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Orang yang Sudah Selesai dengan Urusannya Sendiri

1 September 2021   14:27 Diperbarui: 1 September 2021   16:06 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sangat meyakini, bahwa tak ada yang sia-sia dalam penciptaan semesta seisinya.

Setiap kejadian adalah kehendak Sang Khalik, bahkan mulai dari daun kering jatuh karena telah tanggal dari batangnya.

Sekecil sampai sedahsyat peristiwa terjadi, tak lain demi kebaikan kehidupan.

Termasuk kejadian wabah yang saat ini tengah berlangsung, sejatinya menghampar banyak hikmah bagi kaum berpikir.

Sedih kehilangan teman, kerabat, orang terkasih, memang menyesakkan. Kesempitan dalam menjemput nafkah, terlepasnya mata pencaharian, hilangnya kesempatan berkarya tentu memilukan.

Tetapi bukankah semangat tak boleh lepas dan hilang, bahwa harapan musti bertumbuh bahkan dalam keadaan terpuruk.

Manusia sebagai khalifah, dibekali akal pekerti untuk mengelola dan memakmurkan bumi. 

Saat seperti sekarang, ruang introspeksi seharusnya terbuka sebegitu lapang.

Membenahi diri agar hidup semakin lurus, saatnya mengoreksi sekira jalan ditempuh selama ini menyimpang.

Ya, saya sangat meyakini bahwa tak ada yang sia-sia dalam penciptaan semesta seisinya. 

Termasuk masa sulit saat ini.

Ibarat pekat malam niscaya berujung terbit fajar, maka demikianlah perumpamaan kan terjadi.

Tak selamanya sedih menyelimuti, tak seterusnya tawa menghampiri, masing-masing datang dan pergi dengan dipergilirkan.

-----

Saat grafik terpapar virus meninggi, saya sempat terpuruk dan membawa diri pada sikap pasrah sepasrahnya.

Saya dibawa pada kesadaran, betapa manusia itu sungguh lemah tiada daya dan upaya.

Tertatih saya mengais makna yang ada, sembari berusaha bangkit menggapai kekuatan.

Doa dan sembahyang terasa khusyu, saya mulai lagi dari nol mengaji dan mengkaji.

Merasa diri ini miskin ilmu, saya memanfaatkan keleluasaan waktu untuk belajar demi perbaikan diri.

Berkumpul dengan orang sholeh, berada di lingkungan yang menentramkan hati. Agar pikiran yang dirudung gelap lekas tercerahkan.

Dan ada satu tausiyah menguak gelap pengetahuan, tentang hakikat keberadaan manusia.

Setidaknya membuat kegelisahan sedikit mereda, gundah melanda perlahan menjelma tenang.

Wallahu Alam.

Orang yang Sudah Selesai dengan Urusannya Sendiri

Bahwa manusia adalah tempat segala salah dan khilaf, kita semua menyepakati.

Manusia dengan keberadaan ego, membuatnya bersedia melakukan apapun demi memenuhi keinginan di dunia.

Sangat manusiawi, orang pengin punya rumah sendiri, memiliki kendaraan, menenteng gadget bermerk keluaran terbaru, dan seterusnya.

dokpri
dokpri

Dengan segenap cara menggapai keinginan, tak dipungkiri memancing aneka reaksi orang di sekitar.

Ada yang senang dan mendukung keberhasilan orang lain, sehingga  memotivasi diri meraih seperti yang dilihatnya.

Namun tak dipungkiri, ada yang menyikapi berbeda yaitu dengan iri dengki.

Sebuah insight saya dapati dari seorang ustad, tentang bagaimana orang sebaiknya berikap.

Memang kita tidak punya kuasa, mengatur atau mengontrol kejadian di luar seperti kemauan diri.

Tapi kita bisa menentukan sikap, serta mengelola hati untuk menghadapi situasi di luar kendali diri.

Semakin kita sanggup mengelola hati dan pikiran, niscaya akan menjauhkan dari sifat iri, dengki, dan membenci.

Semakin pintar menguasai diri, artinya orang tersebut bisa menaklukan ego, artinya sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Bahwa semua keputusan kita, sejatinya cerminan yang ada di hati dan pikiran.

-----

Masih menurut Ustad penyampai kajian.

Orang yang selesai dengan diri sendiri, bukan berarti  sudah punya atau tercukupi segala yang diingini.

Mereka adalah orang yang terus belajar, mensyukuri setiap yang  dimiliki. 

Apa yang dimiliki dinikmati, tak mudah terpancing merampas milik orang lain. 

Kemudian di satu sisi tak enggan berbagi, ringan melepas untuk orang yang membutuhkan.

Tidak goyah pendirian, melihat orang lain berlebih. Tak merasa lebih (baik/ pintar/ beruntung) dibanding orang di sekitarnya.

Ya, saat pandemi memberi banyak pelajaran. Sekaligus diadikan kesempatan, menggembleng dan mengelola kepemilikan, sekaligus belajar lapang melepaskan. 

Setiap manusia lahir dengan  tidak membawa apa-apa, kalau ada kalanya terpuruk seharusnya bisa dimaklumkan.

Toh semua kejadian itu sementara, saat jatuh justru membuka peluang bangkit.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun