Saya baru sadar bahwa kebiasaan salah kaprah, setelah sakit dan dokter mendiagnosa ada indikasi menuju pelemakan hati.
Saya mengamini penjelasan narsum, bahwa untuk mengerem nafsu makan, tidak dibutuhkan otot yang kuat dan fisik yang tegap. Yang diperlukan adalah kemauan kuat, yang dibutuhkan adalah tekad tangguh, keinginan teguh untuk berubah menjadi lebih baik.
Terkait dengan makanan, kita musti melawan nawa nafsu (lapar) agar tidak lapar mata dan telinga. Maksudnya kita makan, tidak sekedar karena tertarik penampilan makanan atau karena mendengar promo makanan.
Sejauh sasaran kita makan adalah kesenangan dan kenyang, saya sarankan kita belajar banyak mengelola hawa nafsu.
Makanan Bisa Mencerminkan Jatidiri Seseorang
Telah dicontohkan oleh Shalafus Sholeh, bahwa tujuan makan orang alim adalah menegakkan tulang sulbi agar bisa beribadah. Konsep makan yang benar untuk memenuhi hak tubuh, jadi tidak untuk mengenyangkan.
Makan berlebihan tidak baik, membuat zat dalam asupan tidak terserap secara maksimal. Lama kelamaan tertimbun menjadi lemak, akhirnya menjadi gemuk kemudian obesitas.
Pemilihan makanan memengaruhi output, konon daging memiliki karakter panas. Muslim dilarang makan daging binatang buas atau bertaring, karena bisa memengaruhi karakter.
-----
Selain kenikmatan ragawi, sejatinya hawa nafsu ini tengah diuji. Yaitu pilihan antara meneruskan makan dan minum, atau istirahat sejenak dan mengutamakan ibadah sholat maghrib.