-0-
Sebuah rumah di komplek lama, dengan luas tanah dua kali rumah di perumahan baru pada umumnya. Malam itu kami menyambangi rumah dimaksud, si nenek langsung mengucapkan harga.
Sungguh, kami setengah tidak percaya dengan pendengaran. Rumah dijual, benar-benar dengan harga miring. Nyaris sebanding, dengan harga rumah baru dengan luas tanah separuhnya.
Meski begitu, nyatanya uang di deposito kami masihlah kurang. Kami berusaha keras, harga diturunkan lagi. Â Â
Jantung seperti berhenti, saat  proses alot tawar menawar harga.  Empunya besikeras, tak mau turun meski sedikit. Pada saat kami pasrah, sulung si nenek mau turun beberapa juta.
Saya dan istri sedikit lega, meskipun punya tugas mencari kekurangan pembayaran. Kalau dihitung, kekurangan itu tidak sampai dua puluh juta. Namun tetap saja dibuat pusing, apalagi kami tidak ingin berhutang.
Satu persatu deposito dicairkan, diserahkan kepada pemilik rumah dibuatkan kuitansi. Mendekati lembar terakhir pencairan, kami  tidak tahu kemana mencari kekurangan.
Siapa nyana, teori Mestakung yang saya baca benar bekerja. Ketika deposito terakhir dicarikan, kekurangan uang belum ada di tangan.
"Pakai uang ini dulu saja, Jangan pikirkan kapan mengembalikannya"
Ucapan dari mulut kakak ipar, sungguh bagai oase di tengah padang. Kalimat yang tepat, didengar pada saat yang tepat.