Menanggapi sikap ibu, saya meyakinkan bahwa anaknya masih punya tabungan. Bahwa barang yang dibeli, sama sekali tidak mengotak-atik tabungan.
"Tapi kalau gak beli teve, duitnya kan bisa buat nambah tabungan"
Coba, kalau punya orang tua kaya raya, mungkin anaknya sudah dibelikan rumah. Selesai urusan, tidak perlu pusing dan kebingungan. Tapi, ekonomi ayah dan ibu saya pas-pasan, tidak bisa berharap dibelikan rumah oleh orang tua.
-0-
Saya sendiri, sudah merencanakan membeli rumah sejak jauh hari. Bahkan sebelum menikah, sudah merancang bayangan perihal rumah yang ingin ditempati.Â
Sejak awal menikah, saya kerap mengajak istri mengunjungi pameran perumahan. Langkah kami perlahan mengayun, menyusuri stand demi stand yang ada di pameran. Satu demi satu brosur diambil, sebagai referensi untuk memilih rumah idaman.
Setiap membuka brosur, kami paling tidak sabar pada lembar kolom harga. Rasa penasaran menyeruak, ingin mengetahui angka mendapatkan rumah seperti gambar di brosur.
Dengan cekatan membuka fitur kalkulator di handphone, berhitung berapa total uang yang harus digelontorkan. Nyali mendadak ciut, melihat perbedaan mencolok antara harga cash dan cicilan.
Sebenarnya angka dilihat masuk akal, ada perbedaan signifikan pada setiap sistem pembayaran. Membeli rumah dengan cara mencicil dan atau tunai, masing masing memberi konsekwensi bagi pembelinya.
Membeli rumah dengan cara mencicil, Â memiliki keringanan dari sisi waktu, pembayaran bisa diangsur hingga belasan tahun. Sementara membeli rumah dengan cara cash, mau tidak mau harus siap uang dalam jumlah besar.